[caption caption="Membangun sikap mental warga, tak kurang pentingnya untuk membangun negeri ini. /foto: doc,pri"][/caption]Membangun Ekonomi Masyarakat Bagus, Membangun Sikap Mental Tak Kalah Pentingnya
Sebagai warga Indonesia yang baik, sudah sewajarnya setiap orang memberikan kontribusinya untuk kemajuan negeri, dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Namun karena berbagai keterbatasan, maka tidak setiap orang dapat melakukan hal hal besar bagi kemajuan negeri ini.
Masing masing berkontribusi sesuai kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Kita tidak mungkin melakukan hal hal besar sepanjang hidup, tapi dapat melakukan hal hal kecil dengan kecintaan yang besar terhadap negeri ,dimana kita dilahirkan dan dibesarkan
Ada pribahasa dalam bahasa Minang, yang mungkin sangat pas untuk menggambarkan situasi ini.
- Nan Buto pahambuih lasuang artinya orang yang tunanetra dapat berperan meniup api
Nan pakak palapeh badie artinya orang yang tunarungu dapat berperan menembakan bedil
Nan lumpuah pauni rumah artinya orang yang lumpuh dapat berperan menjaga rumah
Nan kuek paangkuik baban artinya orang yang kuat berperan mengangkat beban
Nan Pandai tampek batanyo artinya orang yang pintar adalah tempat orang bertanya
Hal ini menggambarkan, bahwa sesungguhnya apapun kondisinya, tetap dapat berkontribusi untuk memajukan negerinya. Tidak harus menunggu jadi kaya atau menunggu jadi professor untuk dapat berbakti kepada tanah airnya. Sehingga tidak ada alasan:” Hidup saya saja sudah morat marit, mana mungkin saya berkontribusi untuk negara!”
Membangun Ekonomi di Desa Bagus, tapi Membangun Sikap Mental Tak Kalah Pentingnya
Sebagai yang di contohkan diatas, kalau dulu saya dapat berkontribusi dibidang ekonomi,dengan membuka lapangan pekerjaan untuk sekitar 100 orang pekerja, kini dalam kapasitas sebagai orang yang sudah pensiun, saya memilih untuk berkontribusi melalui membangun sikap mental masyarakat. Karena berbagai penderitaan hidup dan kemelaratan dapat menciptakan sifat apatis atau ketidak pedulian bagi sebagian besar masyarakat. Mereka hanya terfokus, bagaimana mendapatkan sesuap nasi untuk dimakan. Tidak ada lagi kepedulian untuk lingkungan. Secara tidak langsung, terbawa dalam sikap hidup mereka, yang dapat disaksikan ,misalnya:
- buang sampah sembarangan
- Tidak lagi memperdulikan keselamatan diri dan orang lain
- Gampang tersulut secara emosional
- Sangat mudah diadu domba
- Hal hal sekecil apapun dapat menyebabkan saling melukai
- Terciptanya kebencian membabi buta
Bila hal ini tidak dicegah sejak dini, maka ibarat api yang semakin lama semakin membesar, sehingga suatu waktu tidak lagi terkendalikan, Maka terjadilah huru hara, pengrusakkan dimana mana, hanya karena alasan sangat sepele, yang menyulut kemarahan
Karena itu ,pembinaan mental tidak kalah pentingnya dengan pembangunan ekonomi. Pembinaan mental,tidak akan efektif, bila hanya lewat retorika, kotbah sana sini, yang sama sekali tidak menyentuh dasar dasar kehidupan masyarakat “kelas bawah”.
Satu satunya jalan adalah mengunjungi mereka,berbicara dari hati kehati dan mencoba memahami apa yang sesungguhnya kesulitan dari warga. Dalam hal ini, hanya orang orang yang pernah mengalami penderitaan dalam hidupnya yang dapat secara efektif menjalin pembicaran dari hati kehati. Serta menyemangati mereka, agar dalam situasi dan kondisi apapun, jangan pernah berputus asa.
Dengan memberikan contoh contoh,berdasarkan pengalaman hidup, maka masyarakat dapat merasakan kesungguhan hati untuk menolong mereka bangkit dari keterpurukan mental.
Berkeliling ke seluruh Nusantara
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menggadang gadangkan diri sendiri. Semata mata ingin memberikan pengalaman empirik, bahwa sesungguhnya, kita semua dapat memberikan kontribusi bagi negeri, dimana kita dilahirkan dan dibesarkan. Membangun ekonomi di desa, bukanlah satu satunya jalan membangun negeri, karena masih banyak jalan lain, antaranya :”membangun sikap mental positif “ bagi warga yang selama ini terpinggirkan.
Karena pembangunan phisik dan ketinggian ilmu,yang tidak disertai dengan kemantapan dalam sikap mental, tidak akan berhasil secara maksimal. Perlu adanya pendekatan yang persuatif, dari warga untuk warga, Karena pembinaan pembinaan :"revolusi mental" yang di corongkan lewat instansi pemerintah, sangat jarang mendapatkan titik temu ,Karena hanya bersifat one way communication..
Semoga tulisan kecil ini dapat menjadi salah satu sumbangsih sebagai satu dari antara 240 juta orang Indonesia,bahwa siapapun adanya diri kita, tetap memiliki perluang untuk berkontribusi kepada negara dan bangsa ,Yang diperlukan hanya niat yang baik untuk berbagi ,tanpa dibatasi oleh sekat perbedaan suku, budaya dan agama..Sehingga Bhinneka Tunggal Ika, bukan hanya sekedar sebagai lambang dan semboyan, tapi benar benar dirasakan keberadaannya dalam sebuah realita hidup.Berbangsa dan bertanah air.....
Tjiptadinata Effendi /22 April,2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H