ilustrasi bis ALS - https"//latfian,blogspot.com
Sebuah Contoh Hidup Lebih Bernilai Dari Seribu Kotbah
Untuk mendapatkan pencerahan hidup, tidak harus belajar kepada orang orang penting,karena dalam diri seorang yang berpenampilan sangat sederhana , dapat diperolah mutiara kehidupan yang masih orisinil .murni dan tanpa pamrih
Tulisan ini sama sekali tidak masuk kedalam koridor agama tertentu. Kotbah yang dimaksudkan juga bukan dalam konteks mengritik siapapun..Hanya semata mata berbagi kisah hidup. Bahwa sebuah contoh teladan yang diterima ,tak akan pernah dapat dilupakan,Sementara itu disisi lain, seribu kotbah yang didengarkan ,akan terlupakan seiring dengan berlalunya waktu.
Kisah ini ,sesungguhnya sudah cukup lama berlalu,saya tidak ingat lagi, apakah saya pernah menulis sepotong kisah ini, dalam salah satu artikel saya, Namun karena hari ini,yang merupakan hari Kartini, mengingatkan saya ,akan seorang wanita, yang pernah memberikan pencerahan diri saya.
Wanita ini bukan tokoh intelektual ,jauh dari sebutan orang pintar dan ternama, melainkan hanya seorang kampung yang sangat sederhana.
Ketika Sekarat di Perjalanan
Saya dalam kondisi yang sangat lemah, Demam tinggi dan badan menggigil, Istri saya sudah berusaha untuk membujuk ,agar saya membatalkan perjalanan menuju ke Padang. Karena akan memakan waktu sekitar 20 jam. Namun tiket bis sudah terbeli.Bila dibatalkan berarti hangus.Uang hilang.Sementara kondisi ekonomi kami morat marit. Karena hasil kerja keras saya sebagai pedagang antar daerah, bukannya menghasilkan, malah merugi .Bahkan kini ,modal yang digunakan adalah pinjaman dari tante kami di Medan. Oleh karena itu , saya memaksa diri untuk tetap berangkat.Dengan harapan , bila perjalanan kali ini ada keuntungan yang dapat saya peroleh,setidaknya dapat dijadikan untuk angsuran pinjaman.
Diantarkan Istri dengan Beca
Kami berdua naik beca menuju ke perhentian bis. Sebelum naik ke bis, saya memeluk istri saya ,untuk pamitan..”Hati hati di Jalan ya sayang”,kata istri saya perlahan , dengan air mata berlinang. Saya hanya mengangguk lemah dan melangkah naik ke bis,
Saya duduk didekat jendela dan disamping saya ada seorang wanita tua,Tampak istri saya masih berdiri dan memandang saya dengan wajah sedih. Saya memahami ,bahwa sesungguhnya sangat berat baginya melepaskan saya pergi dalam kondisi sakit,,
Tak lama kemudian ,bis bergerak pelahan dan diiringi teriakan sopir :” Horasss”. Dalam satu dua detik ,saya masih melihat lambaian tangan Lina, istri saya, Kemudian bis melaju dengan kecepatan tinggi,,,,,,
Saya hanya mengucapkan selamat pagi kepada wanita disamping saya, yang tampak rambutnya sudah mulai memutih.Kemudian diam dan memejamkan mata. Mungkin menengok wajah saya yang pucat dan tidak nyaman,wanita ini bertanya:” Nak,kurang sehat ya?”
Saya membuka mata saya kembali dan menjawab ,:”Benar bu”
“Aduh nak, kalau kurang sehat, mengapa memaksa terus berjalan? Ke Padang bisa lebih dari 20 jam ,apalagi jalan jelek.”
“Tiket sudah terlanjur beli bu.” Jawab saya singkat.
kemudian diam.”Nama ibu ,Halimah nak, mau ke Padang tengok cucu yang baru lahir”
“Oo ya bu” Jawabku sekenanya saja. Bu Halimah mungkin memaklumi kondisi saya menyebabkan saya tidak tertarik untuk melanjutkan pembicaraan. Maka Bu Halimah ,mengatakan :” Ya ,kalau begitu cobalah tidur nak..”Saya hanya mengangguk dan kembali memejamkan mata,dengan perasaan yang sangat galau…….Kemudian saya tidak mendengar apa apa lagi,
Entah sudah berapa lama saya tertidur.
.Tiba tiba merasa bahu saya ditepuk perlahan . Ada suara memanggil:" Nak, bangun,." Saya membuka mata,ternyata bu Halimah. :”Sudah sampai bu? “ tanya saya dalam kondisi mengambang,
"Aduh belum nak, ini baru seperempat perjalanan…Kita harus turun,. karena jembatan rusak”
Sempoyongan saya turun ,mengikuti penumpang lainnya.Mencoba duduk dipingir jalan ,seperti halnya yang lain, Namun tak kuasa rasanya menahan diri untuk tidak berbaring. Saya berdiri dan merebahkan diri di atas sebatang kayu yang roboh.
Dengan beralaskan jaket lusuh ,saya mencoba tidur.Ada ketakutan yang luar biasa dalam diri saya. Pikiran saya kalut dan menerawang jauh, Seandainya saya meninggal di perjalanan…saya tidak pernah lagi bertemu dengan wanita yang paling saya cintai ,yakni istri saya Lina, Pikiran ini semakin membuat saya dicekam rasa takut yang luar biasa..Kemudian saya tidak mendengar suara apapun lagi,,,,,,
Saya tidak tahu apakah saya tertidur atau pingsan dan entah berapa lama….Baru tersentak ,ketika kembali suara bu Halimah terdengar,sambil menarik narik tangan saya… :” Nak,bangun,,,bis sudah mau berangkat..ntar kita ketinggalan….”
Makanan dari Surga
Tangan saya dituntun untuk naik ke saya masih merasa kedinginan dan mengigil. Mungkin kelamaan tertidur dialam terbuka,dalam kondisi demam. "Nak, tadi waktu berhenti,ibu sempat beli 2 potong ubi rebus dirumah penduduk ,,karena disekitar sini tidak ada warung.. Masih hangat,nih dimakan ya"
Tangan saya gemetar , menerima dengan perasaan galau,karena memang saya sangat lapar. Makan ubi rebus hangat hangat dalam kondisi perut lapar, ternyata nikmatnya luar biasa.bagaikan makanan dari surga.
Selesai makan,ubi ,tubuh saya agak mendingan, Tiba tiba saya ingat, mungkin bu Halimah tidak banyak bawa uang .dan tadi sudah dibelikan ubi untuk saya.Maka saya keluarkan selembar uang dari dompet dan menyerahkannya, “Maaf ya bu, ini sekedar pengganti beli ubi tadi”..
Kasih Tanpa Pamrih
Tapi wanita ini memandang wajah saya dan berkata perlahan:” Nak, jujur,ibu memang tidak banyak bawa uang. Tapi ibu ikhlas memberikannya ,Dalam hidup ini, tidak semua harus dihitung dengan uang nak”, kata bu Halimah
Mata saya berkaca kaca. Sangat terharu, Padahal keadaannya tidak lebih baik dari diri saya.
Dada saya sesak oleh berbagai perasaan : terharu ,kagum dan merasa diri saya amat kerdil.Karena saya telah menilai sebuah pemberian yang tulus dengan selembar uang.Tapi saya tidak bisa berpikir lebih jauh, rasa dingin yang merasuk hingga ketulang sumsum,mual ,pusing dan demam, seperti serentak hinggap pada saat yang sama.
Saya mencoba tidur lagi. Tapi saya sama sekali tidak bisa tertidur. Rasanya saya ingin terbang untuk kembali ke Medan ,agar bisa dekat dengan istri Saya bertambah gelisah dan panik.. "Nak,cobalah tidur,jangan kuatir, ada ibu disini" ..Serasa ingin saya memeluk Ibu Halimah ini, sepertinya kasih sayang ibu saya hadir didalam dirinya...
Saya tidak tahu berapa lama kondisi seperti ini, namun ahkirnya saya tidak lagi mendengar suara apapun. Saya tertidur atau pingsan,saya tidak tahu.Bersyukur,setelah perjalanan yang sangat meletihkan selama lebih dari 30 jam,karena kerusakan jembatan, kami sampai dengan selamat di Padang,
Kotbah Terbaik Seumur Hidup
Ini adalah kothbah terbaik dalam hidup , yang saya peroleh diperjalanan dari seorang wanita yang baru saja saya kenal,,bahwa : Perbedaan warna kulit, suku ,agama dan latar belakang kehidupan,tidak menjadi penghalang untuk bisa saling berbagi. Bahwa kasih yang tulus itu adalah kasih tanpa pamrih dan tidak dihalangi oleh sekat perbedaan suku dan agama........
(tulisan ini dipostingkan ,sebagai bentuk rasa hormat saya kepada semua “Kartini” yang memiliki rasa kasih sayang yang tulus terhadap sesamanya.)
Tjiptadinata Effendi / Hari Kartini, tahun 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H