Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mewaspadai Paradigma: " Tidak Suka Artikelnya, Penulisnya Dimusuhi"

10 April 2016   18:58 Diperbarui: 12 April 2016   09:23 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita Tidak Dapat Mendiktekan Orang

Setiap orang memiliki kebebasan untuk menulis. Kita tidak mungkin melarang atau menyuruh orang menulis, hanya masalah masalah yang kita senangi saja. Nah,andaikata suatu waktu sahabat kita menulis sesuatu yang tidak kita harapkan , tidak perlu penulisnya sampai ditegor,apalagi sampai di musuhi.

Paradigma Yang Sangat Berpotensial Merusak Generasi Muda Bangsa

Secara tanpa sadar kondisi ini bagaikan virus yang menakutkan, yang kini sedang berkembang dengan pesatnya diberbagai media sosial. Pelaku dan korbannnya sudah  mewabah keseluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya anak anak remaja yang melakukannya, tetapi sudah menjalar kesosok yang secara formal adalah tokoh intelektual . Bahkan resmi adalah pejabat tinggi dari Pemerintah Indonesia.

Bila hal ini dibiarkan berlarut larut, maka paradigma ini akan semakin merasuk kedalam jiwa generasai muda bangsa. Bahwa bila tidak setuju pada  tindakan seseorang,maka orang boleh saja memaki maki dan memusuhi sosok tersebut .Termasuk memusuhi setiap orang yang menulis artikel tentang sosok yang tidak disukai, dengan menghalalkan segala cara.Termasuk sara dan tebar kebencian.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya ,setidaknya untuk menyadarkan  ,bahwa bila tidak dapat memberikan komentar yang postif, lebih baik tidak memberikan komentar sama sekali. Dalam hal ini sangat tepat bila digunakan pribahasa lama:” Speak is silver,Silent is gold”. Lebih baik diam,daripada memberikan komentar yang berbau sara dan kebencian.

Wollongong, 10 April, 2016

Tjiptadinata Effend

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun