Sepotong Novel Kehidupan ( diangkat dari kisah hidup sesungguhnya)
“Sayang…anak kita sudah tiga hari demam.. “ suara Leni perlahan..
....dan ketika melanjutkan kalimatnya.. suaranya hilang ditelan guntur yang menggelegar di tengah hujan lebat malam itu.. Ia menunggu sesaat dan mengulangi kalimatnya yang tadi terputus… “Sudah saya berikan obat demam, tapi demamnya belum reda…”
Suaminya Andi terdiam.. untuk sesaat seakan kehilangan tenaga untuk menjawab. Namun dikuatkannya hatinya dan berkata perlahan, ”Kita harus bawa Iman ke dokter.. (menarik nafas panjang dan menghembuskannya…), tapi..tidak ada lagi uang tersisa…. “
Dipandangnya wajah pucat wanita yang telah melahirkan buah hati mereka.Gadis yang dulu adalah adik kelasnya semasa masih di sma..dan kini sudah menjadi istrinya,bahkan sudah melahirkan Iman buah hati mereka berdua.
Kini putra tercinta mereka terbaring sakit dan sering mengingau ,karena demam tinggi…
Ada rasa bersalah yang mendalam bergejolak didalam hatinya…. Wanita yang bernama Leni ini, dulu sudah dicalonkan oleh orang tuanya dengan seorang pria mapan. Pengusaha dan memiliki toko onderdil mobil. Tapi Leni telah memilih dirinya,yang hanya memiliki sepeda onthel. Tekad bulatnya sebelum menikah, untuk bekerja keras agar dapat membahagiakan Leni, ternyata hingga saat putra mereka lahir,cita cita itu masih jauh panggang dari api…
Cinta yang begitu besar dan mengebu gebu,hanya mempu membuatnya bekerja keras siang dan malam,namun tak memiliki kekuatan untuk menghadirkan kehidupan yang lebih baik bagi mereka bertiga.....
Kerongkongannya terasa tercekik… dan tak mampu menghibur dengan kata kata….Sementara hujan lebat disertai angin menderu deru,menerpa atap seng gubuk mereka. Cahaya remang remang dari lampu minyak yang tergantung didinding, memantulkan cahaya temaram…Membuat suasana hatinya semakin risau..
Perlahan Andi melangkah….memeluk istrinya erat erat…. Sekali lagi ,ia menghela nafas dan tanpa dapat ditahan air matanya jatuh menetes di rambut istrinya yang panjang terurai.. Mata mereka keduanya basah.. memandangi lapat lapat wajah putra mereka yang kurus dan pucat ,terbaring di balai balai kayu dan beralaskan tikar bekas.
Hanya cinta yang tulus yang mampu membuat mereka berdua masih mampu berdiri dan melanjutkan kehidupan.. walau sudah bertahun tahun didera berbagai penyakit…..
Malam semakin larut..
Andi melepaskan pelukannya ,karena menengok ember yang digunakan untuk menampung air yang jatuh dari atap yang bocor sudah melimpah. Diangkatnya ember berisi air hujan dan dibuangnya ke kamar mandi yang ada dibagian belakang gubuk mereka. Kembali dan meletakkan ember tersebut ketempat semula.
Tiba tiba Andi merasakan sakit yang luar biasa ditulang rusuknya dan tanpa sadar terbatuk.. dan darah segar keluar dari mulutnya.. Berusaha menutupi dari pandangan Leni, ia berlari ke belakang…Namun mata Leni sudah menangkap semua kejadian itu.. ikut berlari kebelakang, mengambil segelas air dan memeluk suaminya dengan penuh rasa kuatir.
Tadi siang, Andi terjatuh dari bus, ketika sedang membongkar muatan kopi. Karena belakangan ini, disamping menjadi penjual kelapa, Andi juga ikut bekerja bongkar muat barang yang datang dengan bus dari luar kota. Tak mampu ia menyembunyikan rasa sakit yang menderanya..
Andi duduk di dipan.
Nafasnya agak sesak, tak mampu ia membohongi wanita yang sangat dicintai dan mencintai dirinya… Namun apa yang harus dilakukannya..? Inikah yang dimaksudkan dengan ujian ilmu kehidupan? Kepalanya terlalu sakit untuk memikirkan filosofi hidup… Berdua mereka saling berpelukan ,sambil duduk di dipan kayu, satu satunya perabot yang ada dalam gubuk ini....
Andi melirik istrinya yang mengigil kedinginan… Memaksa diri berdiri dan mengambil jaket usang yang tergantung dibesi paku. Dikenakannya pada Leni dan berkata:” Pakailah jaket ini, agar jangan terlalu dingin sayang.."
Tiba tiba mata Andi terpana. Dari sela sela pintu, terlihat air mulai mengalir masuk.. Hal ini sudah sering terjadi, setiap kali hujan lebat, maka air pasti masuk kedalam gubuk mereka, karena persis dibawahnya ada selokan besar yang sudah lama tersumbat
“ Ya Tuhan..banjir lagi, “ hanya itu yang mampu diucapkannya. Berdua mereka menaikkan kedua kaki keatas dipan dan berdoa,semoga air jangan sampai naik mencapai dipan, yang sekaligus menjadi ranjang tidur bagi mereka berdua.... .Rasa sakit, lelah, kuatir, dan lapar bercampur aduk dalam diri mereka.. Sementara hujan turun semakin lebat diringi bunyi guntur yang memekakkan anak telinga....
(bersambung…)
(terima kasih kepada mbak Lilik dan Mbak Muslifah yang telah menyemangati saya untuk mencoba menulis kisah hidup kami dalam bentuk fiksi)
2 April.. 2016
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H