Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepotong Novel Kehidupan

2 April 2016   19:39 Diperbarui: 2 April 2016   20:14 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam semakin larut..

Andi melepaskan pelukannya ,karena menengok ember yang digunakan untuk menampung  air yang jatuh dari atap yang bocor sudah melimpah. Diangkatnya ember berisi air hujan dan dibuangnya ke kamar mandi yang ada dibagian belakang gubuk mereka. Kembali dan meletakkan ember tersebut ketempat semula.

Tiba tiba Andi merasakan sakit yang luar biasa ditulang rusuknya dan tanpa sadar terbatuk.. dan darah segar keluar dari mulutnya.. Berusaha menutupi dari pandangan Leni, ia berlari ke belakang…Namun mata Leni sudah menangkap semua kejadian itu.. ikut berlari kebelakang, mengambil segelas air dan memeluk suaminya dengan  penuh rasa kuatir.

Tadi siang, Andi terjatuh dari bus, ketika sedang membongkar muatan kopi. Karena belakangan ini, disamping menjadi penjual kelapa, Andi  juga ikut bekerja bongkar muat barang yang datang dengan bus dari luar kota. Tak mampu ia menyembunyikan rasa sakit yang menderanya..

Andi duduk di dipan.

Nafasnya agak sesak, tak mampu ia membohongi wanita yang sangat dicintai dan mencintai dirinya…  Namun apa yang harus dilakukannya..?  Inikah yang dimaksudkan dengan ujian ilmu kehidupan?  Kepalanya terlalu sakit untuk memikirkan filosofi hidup… Berdua mereka saling berpelukan ,sambil duduk di dipan kayu, satu satunya perabot yang ada dalam gubuk ini....

Andi melirik istrinya yang mengigil kedinginan… Memaksa diri berdiri dan mengambil jaket usang yang tergantung dibesi paku. Dikenakannya  pada Leni dan berkata:” Pakailah jaket ini, agar jangan terlalu dingin sayang.."

Tiba tiba mata Andi terpana. Dari sela sela pintu, terlihat air mulai mengalir masuk..  Hal ini sudah sering terjadi, setiap kali hujan lebat, maka air pasti masuk kedalam gubuk mereka, karena persis dibawahnya ada selokan besar yang sudah lama tersumbat

“ Ya Tuhan..banjir lagi, “ hanya itu yang mampu diucapkannya.  Berdua mereka menaikkan kedua kaki keatas dipan dan berdoa,semoga air jangan sampai naik mencapai dipan, yang sekaligus menjadi ranjang tidur bagi mereka berdua.... .Rasa sakit, lelah, kuatir, dan lapar bercampur aduk dalam diri mereka.. Sementara hujan  turun semakin lebat diringi bunyi guntur yang memekakkan anak telinga....

(bersambung…)

(terima kasih kepada mbak Lilik dan Mbak Muslifah yang telah menyemangati saya untuk mencoba menulis kisah hidup kami dalam bentuk fiksi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun