Kecerdasan Intelektual Yang Tidak Diikuti Akhlak Memadai Sangat Berbahaya
Pendidikan di bangku sekolah menghadirkan tingkat kecerdasan yang tentunya sangat bermanfaat untuk mengangkat derajat manusia sesuai dengan harkatnya. Namun semakin lama, tujuan awal orang belajar untuk menuntut ilmu semakin meluntur. Ilmu yang tadinya adalah untuk meningkatkan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang ada didalam dirinya sudah diabaikan. Karena sudah terobesi bahwa ilmu yang secara masif diukur dengan banyaknya gelar yang disandang menjadi tolok ukur untuk menduduki sebuah jabatan atau untuk mengejar sebuah prestige dalam membentuk personal branded sebagai seolah ilmuan atau berada dalam koridor kalangan intelektual.
Ada hal yang justru merupakan hal yang teramat penting, dilupakan atau diabaikan, yakni akhlak. Tulisan ini hanyalah opini seorang netizen atau katakanlah ”tinjauan perspektif tentang ketinggian ilmu dan akhlak yang tidak memadai “ dari seorang awam.
Kata ” seorang awam” ini perlu digaris bawahi untuk menghindari prasangka, bahwa penulis artikel ini mengatasnamakan kelompok atau komunitas awam. Tulisan ini semata ditulis secara pribadi dan tidak disponsori oleh siapapun serta tidak bertendensi mengarah, mengacu pada arus politik manapun.
Akhlak Menurut Pandangan Saya sebagai Orang Awam
Akhlak menurut pandangan saya sebagai orang awam adalah menumbuhkembangkan sifaf-sifat baik yang ada dalam diri seorang anak manusia, yakni: berbelas kasih terhadap sesama . Yang ditunjukkan lewat cara berpikir, sikap mental dan tutur kata serta prilaku dalam kehidupan sehari harian.
Seorang yang berakhlak tidak akan menebarkan kebencian terhadap sesama, siapapun adanya. Untuk mana tentu dibutuhkan terjaganya hati nurani yang memiliki kejujuran. Karena sesungguhnya ilmu kehidupan yang tertinggi bukanlah gelar profesor, melainkan ”ilmu kejujuran”
Orang tidak mungkin jujur terhadap orang lain, keluarga dan negaranya bila terhadap diri sendiri saja tidak jujur. Ketidakjujuran terhadap diri terungkap ketika orang mulai mengumbar kebencian dengan mengatasnamakan kelompok, bahkan tidak jarang tanpa rasa malu mengatasnamakan agama tertentu.
Jujur, saya bukan tipe orang yang sok agamis, bukan juga seorang tokoh, melainkan hanya seorang warga biasa yang bukan siapa-siapa.
Manusia Bukan Robot
Manusia bukan robot, karena itu adalah hal yang sangat wajar, bila tidak semua tindakan yang menurut pelakunya baik dianggap baik juga bagi orang lain. Jadi pro dan kontra adalah manusiawi. Dari sinilah orang belajar untuk melakukan introspeksi diri. Karena amat jarang orang dapat menemukan kesalahan yang diperbuatnya. Karena banyak orang ”berilmu” merasa dirinya adalah yang paling hebat, paling pintar dan paling saleh.
Mustahil kita dapat menyetujui semua hal yang dilakukan oleh orang lain dan adalah tugas kita sebagai sesama manunia untuk mengingatkan, agar orang sadar diri, Karena tidak seorangpun manusia yang sempurna di dunia ini. Namun mengoreksi,menyarankan,bahkan menegur ,juga ada tata krama dan nilai nilai santun yang menunjukkan bahwa orang yang menyarankan adalah orang yang patut dihargai pendapatnya. ,Tidak harus mengumbar kata-kata yang justru menunjukkan bahwa dalam kadar kesantunan , yang bersangkutan baru duduk dikelas TK besar.
Ada cara cara santun untuk menyampaikan rasa tidak setuju, sehingga tidak merendahkan martabat diri sendiri. Apalah artinya ketinggian ilmu dan kecerdasan intelektual, bila orang sudah kehilangan akhlak diri? Apalah gunanya menyandang gelar berlapis-lapis bila hanya untuk mencapai suatu tujuan menghalalkan segala cara?
Tulisan ini bukan untuk mendukung siapa-siapa. Karena seperti yang sudah dijelaskan diawal tulisan ini, penulis artikel ini hanyalah satu diantara sekian banyak orang awam yang tidak menyandang gelar berlapis-lapis. Namun bersyukur, sebagai orang awam dan bukan siapa siapa, seluruh jejak hidup penulis dapat ditelusuri ,bahwa tidak pernah terkandung kebencian terhadap siapapun. Karena filosofi yang selalu menjadi petunjuk arah bagi penulis adalah ”bila tidak dapat mengasihi, janganlah mengumbar kebencian.”
Ketinggian ilmu yang tidak didukung oleh akhlak memadai, tidak hanya berbahaya, tapi sekaligus menistai diri sendiri, keluarga, nusa dan bangsanya!Salam Indonesia Raya.
Wollongong, 01 April,2016
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H