Mustahil kita dapat menyetujui semua hal yang dilakukan oleh orang lain dan adalah tugas kita sebagai sesama manunia untuk mengingatkan, agar orang sadar diri, Karena tidak seorangpun manusia yang sempurna di dunia ini. Namun mengoreksi,menyarankan,bahkan menegur ,juga ada tata krama dan nilai nilai santun yang menunjukkan bahwa orang yang menyarankan adalah orang yang patut dihargai pendapatnya. ,Tidak harus mengumbar kata-kata yang justru menunjukkan bahwa dalam kadar kesantunan , yang bersangkutan baru duduk dikelas TK besar.
Ada cara cara santun untuk menyampaikan rasa tidak setuju, sehingga tidak merendahkan martabat diri sendiri. Apalah artinya ketinggian ilmu dan kecerdasan intelektual, bila orang sudah kehilangan akhlak diri? Apalah gunanya menyandang gelar berlapis-lapis bila hanya untuk mencapai suatu tujuan menghalalkan segala cara?
Tulisan ini bukan untuk mendukung siapa-siapa. Karena seperti yang sudah dijelaskan diawal tulisan ini, penulis artikel ini hanyalah satu diantara sekian banyak orang awam yang tidak menyandang gelar berlapis-lapis. Namun bersyukur, sebagai orang awam dan bukan siapa siapa, seluruh jejak hidup penulis dapat ditelusuri ,bahwa tidak pernah terkandung kebencian terhadap siapapun. Karena filosofi yang selalu menjadi petunjuk arah bagi penulis adalah ”bila tidak dapat mengasihi, janganlah mengumbar kebencian.”
Ketinggian ilmu yang tidak didukung oleh akhlak memadai, tidak hanya berbahaya, tapi sekaligus menistai diri sendiri, keluarga, nusa dan bangsanya!Salam Indonesia Raya.
Wollongong, 01 April,2016
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H