[caption caption="Tutup semua celah yang dapat mengancam keselamatan anak didik. Dokpri."]
[/caption]Teramat banyak kisah-kisah memilukan yang dapat dibaca di berbagai media, tentang anak-anak didik yang menjadi korban kekerasan. Walaupun ada begitu banyak penyebab terjadinya peristiwa peristiwa tragis tersebut, namun akarnya adalah satu, yakni terdapatnya banyak kelemahan dalam sistem keamanan di sekolah-sekolah.
Rumah sekolah menjadi semacam ”open house” setiap harinya, di mana entah dengan alasan apapun setiap orang dapat dengan bebas keluar masuk kepekarangan sekolah. Belum lagi begitu keluar dari pintu pagar sekolah sudah tampak beragam orang yang berjualan di sana.
Mungkin sekolah-sekolah di Indonesia dapat belajar dari Australia tentang bagaimana pihak sekolah menutup semua celah, termasuk sekecil apapun untuk menjaga keselamatan anak-anak didik mereka. Bahkan orang tuapun tidak diijinkan memasuki pekarangan, tanpa ijin dari pihak keamanan sekolah.
[caption caption="Tampak halaman sekolah yang steril, tak ada satupun yang jualan atau berlalu lalang. / Dokpri."]
Begitu berada di pintu pagar besi yang cukup tinggi, di depan rumah sekolah cucu kami sudah terpampang sebuah papan peringatan dengan huruf yang mencolok.
Security Notice
The school grounds are inclosed land. If you are on the grounds without school visitor approval you are trespassing, trespassers will be prosecuted
Departement of Education
Yang isinya adalah peringatan adanya larangan bagi siapapun untuk menginjakkan kaki di pekarangan sekolah, tanpa bukti ijin dari pihak sekolah.
Bahkan orang tua juga tidak diijinkan masuk, karena pihak sekolah tidak ingin kecolongan, ada orang yang mengaku orang tua siswa padahal datang dengan tujuan lain.
Aturan yang Diterapkan:
- Tidak satupun yang diijinkan jualan di dalam, maupun di luar pagar sekolah,
- Kantin dikelola oleh para orang tua murid, secara bergantian,
- Penjaga sekolah hanya bekerja setelah sekolah usai,
- Guru dilarang tinggal berduaan dalam kelas,
- Bila murid perlu dihukum, harus di ruang kepala sekolah.
[caption caption="Ketika jam pelajaran, di luar ruang belajar kosong. karena memang tidak diijinkan siapapun berlalu lalang. / Dokpri."]
Pernah sekali waktu, karena mengalami ban kendaraan kempes maka kami sangat terlambat menjemput cucu kami. Seharusnya jam 3 sore kami sudah harus berada di sana, tapi pada waktu itu baru pada pukul 15.30 kami tiba di halaman sekolah. Di sana sudah ditunggu oleh cucu kami yang ditemani oleh guru piket. Kami minta maaf, karena sudah membuatnya menunggu begitu lama. Namun jawabannya, ”It's okay..no worry.“
[caption caption="Pintu gerbang masuk ek sekolah / Dokpri."]
Kalau orang tua karena alasan kerja tidak dapat menjemput harus mendaftarkan nama walinya.
Pada waktu di awal tinggal di Australia, pernah kami menjemput cucu kami, tapi tidak diijinkan oleh pihak sekolah karena nama kami tidak terdaftar di sana. Kami baru boleh membawa cucu kami setelah putri kami menelpon pihak sekolah bahwa kami adalah orang tuanya. Apalagi tampang kami berdua adalah tampang Asia, sedangkan cucu kami bertampang bule.
Menengok begitu banyak aturan yang diterapkan di sini, semuanya adalah dalam upaya pemerintah dan pihak pengelola sekolah untuk menutup sekecil apapun celah yang dapat membahayakan anak-anak didik.
Mungkin pihak pengelola rumah sekolah di Indonesia, dapat menjadikan artikel ini sebuah masukan untuk lebih meningkatkan penjagaan keselamatan bagi anak-anak didik. Jangan sampai menunggu korban berjatuhan baru membuat aturan.
Wollongong, 24 Maret, 2016
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H