Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Biarkan Rasa Kecewa Membunuh Kita

11 Maret 2016   11:22 Diperbarui: 11 Maret 2016   20:26 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tidak mungkin berharap tidak akan menemukan kekecewaan dalam perjalanan hidup ini. Yang harus dilakukan adalah mempersiapkan mental kita. Pahami dengan baik bahwa ketika kita menolong orang, jangan pernah berharap, bahwa suatu waktu ketika kita butuhkan pertolongan, ia akan datang dan membantu kita. Kalau kelak hal itu terjadi, maka hal tersebut patut disyukuri sebagai sebuah karunia hidup.

Ada banyak orang yang berbaik baik ketika membutuhkan uluran tangan kita, tapi ketika hidupnya berubah membaik, maka kita akan dilupakan.

Menyayangi anak sanak keluarga dan menganggapnya sebagai anak sendiri? Tentu sangat baik. Tak ada salahnya. Bukankah hidup di dunia ini, untuk saling mengasihi? Namun, sekali lagi, jangan pernah menyimpan harapan, bahwa suatu waktu kelak kalau anak yang kita sayangi ini sukses, ia akan datang dan ”membalas budi baik” kita. Kalaulah hal ini kita tanamkan dalam diri, maka kita akan panen, kekecewaan demi kekecewaan.

Seandainya kelak “anak” ini sukses dan mencari kita, sekali lagi hal ini anggaplah sebuah karunia hidup yang patut disyukuri.

Sebagai catatan Singkat:

Sebagaimana yang sudah pernah saya posting-kan, bahwa saya sudah alami berkali-kali: sahabat baik yang menusuk saya dari belakang. Anak terlantar yang kami karyakan dan jadikan orang kepercayaan kemudian kabur membawa uang perusahaan. Tukang becak yang kami berikan  modal agar bisa ubah nasib, ternyata uang tersebut juga disalahgunakan.

Catatan ini bukan untuk memupuk agar mendapatkan penilaian sebagai ”orang baik” tetapi semata untuk mendukung artikel ini. Agar kita senantiasa menempatkan kekecewaan demi kekecewaan sebagai sarana latih diri untuk semakin mengentalkan sikap mental kita menghadapi gelombang kehidupan yang terkadang sangat buas dan tak mengenal belas kasih.

Tidak jarang, orang yang kita kenal sejak belasan tahun dan sudah kita anggap keluarga sendiri, tetapi ternyata mampu melukai perasaan kita teramat sangat. Oleh karena itu sangatlah penting memahami, bahwa kekecewaan itu adalah bagian dari perjalanan hidup anak manusia. Dan kalau jangan lupa, apa pun agama yang diimani jangan jauh dari doa. Karena jauh dari doa, berarti mendekatkan diri kepada dosa.

Semua orang yang mengharapkan yang terbaik dalam hidupnya, namun bisa saja setiap saat terjadi hal-hal yang membuat kita kecewa. Seandainya tiba giliran kita, sikapilah dengan tabah. Jangan sembarangan curhat kepada setiap orang, karena akan menjadi bumerang yang akan semakin melukai hati kita. Carilah aktivitas yang positif. Meratapi keadaan tidak akan mengubah apa pun selain membuat diri semakin sengsara. Maka satu-satunya jalan adalah curhat kepada orang yang paling kita sayangi dalam hidup ini, yakni pasangan hidup kita sendiri

Hal ini sangat penting untuk menghindari agar jangan sampai rasa kekecewaan membunuh kita.

Wollongong, 11 Maret, 2016

Tjiptadinata Effendi

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun