Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Biarkan Rasa Kecewa Membunuh Kita

11 Maret 2016   11:22 Diperbarui: 11 Maret 2016   20:26 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan Biarkan Kekecewaaan Membunuh Kita

Siapakah di dunia ini yang tidak pernah merasakan sakitnya rasa kekecewaan? Semua orang waras pasti pernah merasakannya. Penyebabnya dapat berasal dari berbagai hal. Mulai dari hal hal sepele hingga masalah yang menyangkut kehidupan pribadi kita.

Mengapa Orang Bisa Kecewa?

Karena apa  yang terjadi, ternyata bukan hanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi terlebih justru  yang terjadi adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan keinginan hati atau harapan yang ada dalam lubuk hati kita yang terdalam.

Kekecewaan bisa terjadi terhadap:

  • Diri sendiri, karena merasa tidak mampu memperbaiki nasib keluarga
  • Terhadap orang lain, karena dianggap tidak menghargai kerja keras dan usaha kita
  • Terhadap orang yang sudah dianggap keluarga sendiri, namun asas timbal balik tidak terjadi
  • Berkali-kali menolong orang, tapi justru di saat butuh pertolongan, ternyata tidak ada yang menolong
  • Orang yang tadinya sangat meyakinkan kita, ternyata hanya membohongi
  • Orang yang disayangi, ternyata mengkhianati

Kekecewaan yang Berlarut Dapat Akibatkan Orang Bunuh Diri

Akibat kekecewaan yang berlarut-larut, dapat menyebabkan orang menjadi stress dan depresi. Yang  secara langsung mengimbas pada kesehatan fisik. Dimulai dari pikiran yang kusut, hati yang bergalau dan jiwa yang gelisah. Susah tidur dan selalu bermimpi buruk. Menjadi labil. Emosional dan gampang meledak ledak.

Akibatnya dapat memojokkan orang untuk bunuh diri. Karena merasa sakit hati yang mendalam dan merasa tidak ada lagi orang di dunia ini yang dapat dipercayai. Karena orang-orang yang selama ini disayangi dan sudah dianggap sebagai keluarga sendiri, justru telah menghianati dirinya.

Banyak contoh yang terjadi di sekeliling kita. Salah satu kerabat kami, karena sangat kecewa menengok kelakuan anak bungsu yang paling disayanginya, nekad minum racun serangga. Tidak langsung tewas, tapi menderita berbulan-bulan karena terjadi kerusakan pada jaringan otot dalam tubuh, akhirnya dalam kondisi nestapa meninggal dunia.

Satu lagi. Kongsi dagang dengan sahabat baik. Bikin rumah makan. Ia punya modal dan keahlian memasak, sedangkan sahabatnya ikut andil berupa fasilitas rumah. Yang dijadikan rumah makan. Sukses luar biasa. Tapi di puncak kesuksesannya,”sahabat baiknya” cari gara-gara dan pecah kongsi. Dan ia tidak diijinkan lagi menempati rumah makan yang dibangun dengan susah payah. Stress dan depresi, serta tidak sampai 2 bulan kemudian meninggal dunia dalam usia 43 tahun.

Memahami bahwa Kekecewaaan Adalah Bagian dari Perjalanan Hidup

Kita tidak mungkin berharap tidak akan menemukan kekecewaan dalam perjalanan hidup ini. Yang harus dilakukan adalah mempersiapkan mental kita. Pahami dengan baik bahwa ketika kita menolong orang, jangan pernah berharap, bahwa suatu waktu ketika kita butuhkan pertolongan, ia akan datang dan membantu kita. Kalau kelak hal itu terjadi, maka hal tersebut patut disyukuri sebagai sebuah karunia hidup.

Ada banyak orang yang berbaik baik ketika membutuhkan uluran tangan kita, tapi ketika hidupnya berubah membaik, maka kita akan dilupakan.

Menyayangi anak sanak keluarga dan menganggapnya sebagai anak sendiri? Tentu sangat baik. Tak ada salahnya. Bukankah hidup di dunia ini, untuk saling mengasihi? Namun, sekali lagi, jangan pernah menyimpan harapan, bahwa suatu waktu kelak kalau anak yang kita sayangi ini sukses, ia akan datang dan ”membalas budi baik” kita. Kalaulah hal ini kita tanamkan dalam diri, maka kita akan panen, kekecewaan demi kekecewaan.

Seandainya kelak “anak” ini sukses dan mencari kita, sekali lagi hal ini anggaplah sebuah karunia hidup yang patut disyukuri.

Sebagai catatan Singkat:

Sebagaimana yang sudah pernah saya posting-kan, bahwa saya sudah alami berkali-kali: sahabat baik yang menusuk saya dari belakang. Anak terlantar yang kami karyakan dan jadikan orang kepercayaan kemudian kabur membawa uang perusahaan. Tukang becak yang kami berikan  modal agar bisa ubah nasib, ternyata uang tersebut juga disalahgunakan.

Catatan ini bukan untuk memupuk agar mendapatkan penilaian sebagai ”orang baik” tetapi semata untuk mendukung artikel ini. Agar kita senantiasa menempatkan kekecewaan demi kekecewaan sebagai sarana latih diri untuk semakin mengentalkan sikap mental kita menghadapi gelombang kehidupan yang terkadang sangat buas dan tak mengenal belas kasih.

Tidak jarang, orang yang kita kenal sejak belasan tahun dan sudah kita anggap keluarga sendiri, tetapi ternyata mampu melukai perasaan kita teramat sangat. Oleh karena itu sangatlah penting memahami, bahwa kekecewaan itu adalah bagian dari perjalanan hidup anak manusia. Dan kalau jangan lupa, apa pun agama yang diimani jangan jauh dari doa. Karena jauh dari doa, berarti mendekatkan diri kepada dosa.

Semua orang yang mengharapkan yang terbaik dalam hidupnya, namun bisa saja setiap saat terjadi hal-hal yang membuat kita kecewa. Seandainya tiba giliran kita, sikapilah dengan tabah. Jangan sembarangan curhat kepada setiap orang, karena akan menjadi bumerang yang akan semakin melukai hati kita. Carilah aktivitas yang positif. Meratapi keadaan tidak akan mengubah apa pun selain membuat diri semakin sengsara. Maka satu-satunya jalan adalah curhat kepada orang yang paling kita sayangi dalam hidup ini, yakni pasangan hidup kita sendiri

Hal ini sangat penting untuk menghindari agar jangan sampai rasa kekecewaan membunuh kita.

Wollongong, 11 Maret, 2016

Tjiptadinata Effendi

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun