Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bermodalkan Sabun dan Kain Lap Serta Polish, Mampu Hidup Mandiri di Negeri Orang

13 Februari 2016   18:40 Diperbarui: 14 Februari 2016   12:20 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amri, seorang pemuda asal Sumatera Utara, yang kini sedang melanjutkan study disalah satu Universitas terkemuka di kota Wollongong. Untuk bertemu dengan sesama orang Indonesia dikota kecil seperti ini, tidak harus menunggu setahun sekali, yakni dalam acara 17 Agustusan ataupun dalam acara nonton bareng film-film nasional. Karena sangat mudah mengenal sesama orang Indonesia, baik ketika jalan di Mall, maupun sedang berbelanja di Supermarket.

Satu kata bahasa Indonesia atau dari body language seseorang, sudah dapat dikenal apakah berasal dari Indonesia atau tidak. Bahkan dapat dibedakan dengan orang Malaysia, walaupun merupakan satu rumpun bangsa.

Amri, kami temui sewaktu berbelanja di :”Reject Shop”, yakni toko murah ala Australia. Rata rata harga barang antara 2 dolar hingga 5 dolar. Nah, Amri yang mengaku berasal dari kota Pematang Siantar, sudah dua tahun berada di kota Wollongong, untuk menyelesaikan study dibidang perawat. Ia bercita-cita ingin bekerja disini, untuk ditabung dan kelak dapat dijadikan modal kerja ditanah air.

Namun, manusia boleh merencanakan, tapi belum tentu semua impian bisa terwujud secepat seperti yang diharapkan. Baru dua tahun kuliah disini, tiba-tiba dapat kabar dari ayahnya, bahwa perushaan ayahnya dibidang kontraktor, mengalami masalah. Dan secara tegas ayahnya mengatakan, tidak mampu lagi membiayai kuliahnya. Jadi pilihan bagi Amri adalah :” Bekerja dan mandiri atau pulang kampung”

Foto: di rantau, orang Indonesia ulet dan mau kerja keras/ tjiptadinata effendi

Cuci Mobil Door to Door

Pada awalnya Amri sempat sangat kecewa dan stress, karena cita citanya akan terputus ditengah jalan. Namun ia bertekad untuk kerja keras dan menetap di sini. Sahabat baiknya dari China, mengajaknya kerja cuci mobil dor to dor. Karena pada hari kerja, semua orang sibuk, maka mereka sangat senang bila ada orang yang mau datang kerumah mereka dan mencuci kendaraan mereka, sementara pemiliknya dapat beristirahat atau mengerjakan hal lainnya.

Amri langsung mengiyakan dan mulai bekerja sama dengan sahabatnya, mendatangi rumah kerumah yang sudah membuat perjanjian. Untuk setiap mobil yang dicuci dan di polish sehingga mengkilap, mereka mendapatkan bayaran 40 – 60 dolar, tergantung besar kecil kendaraannya. Modal mereka adalah kotak peralatan yang isinya : sabun cair, spon, kain lap beberapa lembar dan Polish satu kaleng.

Pada awalnya, mereka hanya bekerja di hari Sabtu dan Minggu, karena hari biasa mereka kuliah. Namun belakangan, karena semakin banyaknya permintaan untuk cuci mobil dirumah masing masing, maka jam kerja mereka ditingkatkan pada setiap hari jam 5.00 pagi hingga jam 8.00 dan kemudian malam hari dari jam 7.00 hingga selesai.

Hasilnya Dapat Untuk Hidup Mandiri

Selama bekerja cuci mobil door to door ini selama 6 bulan, Amri sudah mampu hidup mandiri, bahkan sesekali mengirimkan uang untuk keluarganya. Namun ketika diminta untuk berfoto bareng, Amri mengelak dan mengatakan, ia tidak ingin mempermalukan ayahnya, yang dulu adalah pengusaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun