Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Hidup Tidak Sesuai dengan Skenario

1 Februari 2016   17:26 Diperbarui: 1 Februari 2016   19:09 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Hidup Tidak Sesuai dengan Skenario, Apa yang Harus Dilakukan?

Skenario atau dibahasa Indonesia kan menjadi skenario adalah rencana yang disusun, baik secara orang perorangan ,maupun secara berkelompok. Yang merupakan rancangan untuk menciptakan sebuah perubahan dalam hidup. Dalam rancangan lahirlah pertanyaan, apa yang dapat diraih dan apa resikonya sekiranya mengalami hambatan. Bahkan yang terburuk adalah andaikata terjadi kegagalan.

Skenario bukan merupakan semata menjadi milik insan perfilman, melainkan milik setiap insan di dunia ini. Setiap orang memiliki skenario dalam hidupnya. Dengan menyadari sepenuhnya,bahwa dalam sebuah skenario atau rancangan, senantiasa memiliki resiko ganda, yakni berhasil atau gagal. Dalam hal ini sebuah skenario tidaklah identik dengan sebuah gambaran tentang apa yang akan terjadi pada masa depan.

Sekiranya hidup terjadi sesuai dengan skenario, tentu saja itulah yang menjadi harapan semua orang, Tinggal menyukuri dan menikmati hidup ,serta menjalankan hidup, sesuai dengan peran kita. Namun hidup tidak seperti memainkan film yang bila actionnya keliru, maka bisa diulangi berkali-kali. Dalam kehidupan nyata, sekali gagal berati ada harga yang harus dibayar dan tidak dapat secara serta merta diulangi kembali actionnya.

Tapi Seandainya Terjadi Kegagalan Apa yang Harus Dilakukan?

Tidak mungkin secara serta merta kita dapat mengantisipasinya, bila tidak sejak sedini mungkin mempersiapkan diri. Mungkin ada kalimat yang sesuai dan serasi dalam hal ini adalah:”Hope for the best, but ready for the worst”

Mengharapkan yang terbaik, yakni semuanya akan berjalan sesuai skenario. Namun sekaligus menyadari bahwa ada sisi lain, dimana kita harus mempersiapkan diri. Ibarat sekeping mata uang, selalu ada dua sisi, maka begitulah juga perjalanan hidup kita.

Inilah Kesalahan yang Pernah Saya Lakukan

Begitu menikah, kami meninggalkan kota Padang dan merantau ke Medan. Tujuan adalah ingin menjadi keluarga yang mandiri dan tidak mau menjadi beban orang tua. Jalan yang akan ditempuh adalah saya akan menjadi pedagang antar kota Medan–Padang. Serasanya semua perhitungan sudah matang. Dan merasa yakin seyakin yakinnya bahwa usaha ini pasti akan berhasil.

Maka seluruh uang tabungan kami gunakan sebagai modal kerja. Penuh dengan semangat dan rela meninggalkan istri untuk bolak-balik naik bis dari Medan ke Padang dan kemudian berbalik dari membeli barang di Padang untuk dijual di kota Medan. Setiap minggu saya memaksakan diri untuk bekerja keras, bahkan sakit dan demam tinggi, tidak mampu menghalangi tekad saya untuk tetap berdagang.

Namun ternyata, niat baik, hitungan yang matang, kerja keras, tanpa mengenal kata menyerah, tidak cukup untuk menjadikan skenario kami menjadi kenyataan. Karena nihil pengalaman, maka dalam waktu kurang dari enam bulan seluruh modal ludes, merugi.

Pukulan Teramat Berat

Tentu saja hal ini merupakan pukulan yang teramat berat bagi kami berdua, terutama saya yang bertindak sebagai perancang skenario dan sekaligus menjadi pemainnya.

Serasa saya tidak percaya bahwa dalam waktu yang begitu singkat, semua uang habis merugi, bahkan masih menyisakan utang dalam jumlah cukup besar pada tante kami, tempat kami menumpang tinggal.

Hal yang saya lupakan adalah bahwa rencana dan kepastian diri,belum tentu akan menjadi kenyataan. Skenario adalah rancangan diatas kertas,ketika berhadapan dengan kehidupan yang keras, skenario itu hanyalah selembar kertas pembungkus kacang.

Jatuh Sakit Parah

Dalam usia yang relatif masih muda, yakni 23 tahun, ternyata saya tidak siap mental untuk hadapi kegagalan ini. Langsung stres dan terpuruk sakit dan batuk darah karena stres. Saya menghukum diri saya, karena merasa akibat kesalahan saya, wanita yang sangat saya cintai harus ikut menderita. Hampir sebulan saya terbaring sakit.

Saya bersyukur, istri saya mengingatkan bahwa kami berdua bisa bekerja untuk membayar utang, sehingga tidak membebani tante kami dengan menanggung kami berdua.

Dukungan moril dan kasih sayang istri saya,menyadarkan dan membangunkan saya dari mimpi buruk. Maka berkat bantuan teman kami Agnes, kami dapat pekerjaan di desa Petumbak. Timbang Deli, 34 Km dari Kota Medan.

Inilah batu sandungan pertama yang saya rasakan pada awal pernikahan kami dan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi diri saya.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi orang banyak,bahwa keyakinan diri,yang mengebu gebu, perhitungan yang serba matang dan scenario hidup yang hebat, hanyalah rancangan diatas kertas, sedangkan hidup tidak dapat di matematika kan.

Semoga kesalahan yang pernah saya lakukan, jangan sampai terulang bagi orang lain. Bahwa terlalu yakin diri, justru menjerumuskan kita, sehingga lupa bahwa hidup tidak dapat dipatokkan berdasarkan teori, karena hidup bersifat dinamika yang bergerak dan berubah dari waktu ke waktu, sedangkan ilmu hitung adalah angka-angka mati yang tidak mampu berhadapan dengan ilmu kehdupan.

Mount Saint Thomas, 1 Februari, 2016

Tjiptadinata Effendi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun