Seorang ibu yang baik adalah juga seorang wanita yang baik.
Hari ini tanggal 22 Desember 2015 , bertepatan dengan 35 tahun berpulangnya ibu kami tercinta, di rumah kami. Jl Kali Kecil IIIÂ Pulau Karam, Kota Padang.
Kendati sudah menjadi ayah dan kakek dari 10 orang cucu, saya tidak akan pernah melupakan pengorbanan yang begitu besar dari ibu kami. Ibarat lilin yang menerangi kami anak anaknya sementara diri sendiri meleleh dan akhirnya padam.
Saya adalah anak ke 9 dari total 11 orang bersaudara. Dua orang adik saya sudah sejak kecil mendahului dan yang tersisa hidup pada masa itu adalah kami yang berjumlah 9 orang, terdiri dari 7 laki laki dan 2 perempuan. Kini dari semuanya yang masih tersisa hanyalah saya dan kakak perempuan saya, yang kehilangan dua putranya bersama MH 370
Pada masa itu……..
Dirumah kami yang berlantaikan tanah, beratap rumbia dan berdinding bambu, hanya ada perabot yang terdiri dari batang kelapa yang dipotong dan dijadikan tempat duduk. Sedangkan di dapur yang hanya terbuat dari tembok bata yang disusun, sekedar tempat meletakkan periuk nasi. Teko air yang sudah penyok sana sini dimakan usia, serta lampu minyak yang memantulkan cahaya termaram.
Ayah kami adalah pekerja keras, menjadi sopir truk antar kota yang hanya pulang sekali seminggu, untuk kemudian pergi lagi. Kondisi ini membuat kami anak-anaknya, terutama saya dan adik  merasa lebih dekat dengan ibu kami daripada ayah, karena kami sangat jarang ketemu ayah.
Selama bertahun tahun, ibu tidak pernah duduk makan bersama kami. Setiap kali saya bertanya, ibu selalu menjawab, belum lapar, nanti ibu akan menyusul makan.
Suatu hari saya menegok ibu makan kerak yang sudah direndam dengan air sehingga mengembang seperti setengah bubur. Diberikan sedikit garam dan sepotong cabe. Ketika saya bertanya, ibu mengatakan bahwa kerak itu lebih enak dari pada nasi. Mungkin karena masih kanak kanak, maka saya tidak bertanya terlebih jauh.
Tapi suatu waktu saya teringat untuk mencoba bagaimana rasa kerak yang menurut ibu, lebih enak daripada nasi. Secara diam diam ke dapur, meredam kerak, seperti yang sering saya lihat ibu lakukan, kemudian memberi sedikit bumbu garam dan cabe.
Baru sesendok mencoba, ternyata kerak itu sangat tidak keruan rasanya, keras, juga ada rasa gosong. Saat itu saya seperti baru tersadarkan bahwa selama bertahun-tahun ibu makan kerak, bukanlah karena kerak itu enak rasanya melainkan karena nasi tidak cukup untuk semuanya.