Mohon tunggu...
TJIN ZIW SHARRON 121221022
TJIN ZIW SHARRON 121221022 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi Universitas Dian Nusantara Fakultas ilmu Bisnis & ekonomi, Program studi Akuntansi Dosen Pengampu : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Rekonsiliasi Fiskal PPh Badan

22 Juli 2024   05:06 Diperbarui: 22 Juli 2024   05:14 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tjin ziw sharron - Taxable income

PPh badan adalah Pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diperoleh badan usaha, baik itu perusahaan, koperasi, BUMN, BUMD, yayasan, organisasi, atau bentuk bentuk usaha lainnya yang memiliki penghasilan. Dasar hukum PPh badan di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah, di antaranya:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah beberapa kali, dengan perubahan terakhir melalui: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang telah dicabut dengan PP No. 55/2022 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran Bruto tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan pelaksanaan lainnya yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Jenis-Jenis PPh Badan

1. PPh badan final

A. UMKM (PP no. 23 Tahun 2018)

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha (Orang pribadi dan badan, termasuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, dan bentuk usaha tetap lainnya)  yang  memiliki peredaran bruto tertentu, yaitu maksimal Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Tarif pajak yang dikenakan adalah sebesar 0,5% dari total omzet bruto.

PPh final UMKM Ditujukan untuk membantu usaha kecil dan menengah dengan cara menyederhanakan kewajiban perpajakan mereka melalui tarif yang lebih rendah dan mekanisme penghitungan yang lebih mudah.

B. Badan usaha tertentu (PPh pasal 4 ayat 2)

PPh Final Pasal 4 Ayat 2 dikenakan pada penghasilan tertentu yang ditetapkan sebagai objek PPh final. Ketentuan ini berlaku untuk berbagai jenis penghasilan tertentu yang dianggap lebih efisien untuk dipajaki dengan mekanisme final.

Ketentuan PPh Final Pasal 4 Ayat 2:

Penghasilan yang Dikenakan:

Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.

Penghasilan dari usaha jasa konstruksi.

Penghasilan dari transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Penghasilan dari transaksi derivatif.

Penghasilan dari bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

Penghasilan tertentu lainnya sesuai ketentuan peraturan perpajakan.

Tarif yang dikenakan bervariasi tergantung pada jenis penghasilan. Misalnya:

Persewaan tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 10%.

Jasa konstruksi dikenakan tarif berbeda-beda tergantung pada kualifikasi usaha dan jenis pekerjaan.


Koreksi Fiskal

Setiap badan usaha memiliki aturan pencatatan akuntansi yang berbeda-beda dala mencatat laporan keuangan penghasilannya. Oleh karena perbedaan tersebut dapat mempengaruhi jumlah pajka terhutang. Agar terhindar dari masalah ini, dalam perpajakan munculah koreksi fiskal.

Koreksi fiskal adalah penyesuaian yang dilakukan terhadap laporan keuangan komersial perusahaan untuk tujuan perpajakan. Koreksi ini dilakukan untuk menghitung penghasilan kena pajak yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Koreksi fiskal diperlukan karena ada perbedaan antara prinsip akuntansi komersial dan peraturan perpajakan.

Berdasarkan hasil perhitungan koreksi fiskal terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

  • Koreksi Fiskal Positif: Koreksi yang menambah penghasilan kena pajak. Contoh: Beban yang tidak diakui secara fiskal, seperti pengeluaran yang bersifat pribadi, beban yang tidak ada kaitannya dengan usaha, dan beban yang tidak didukung bukti yang memadai.
  • Koreksi Fiskal Negatif: Koreksi yang mengurangi penghasilan kena pajak. Contoh: Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak atau penghasilan yang dikenakan pajak final.

Dalam Perhitungan Rekonsiliasi Fiskal, terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi Rekonsiliasi fiskal

1. Pendapatan

Pada Pehitungan Koreksi fiskal terdapat 2 jenis Pendapatan

A. Pendapatan yang menjadi objek (Taxable income)

Taxable income adalah penghasilan yang dikenakan pajak oleh otoritas pajak. Penghasilan ini termasuk semua jenis pendapatan yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dalam bentuk uang tunai maupun barang, yang tidak dikecualikan dari objek pajak menurut ketentuan perpajakan yang berlaku.

B.Pendapatan bukan objek pajak (Non-Taxable Income)

Non-taxable income adalah penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak dan tidak dikenakan pajak penghasilan.

Tjin Ziw Sharron - non Taxable income
Tjin Ziw Sharron - non Taxable income

2. Beban (Expense)

Beban adalah akun yang akan mempengaruhi jumlah penghasilan bersih sebelum kena pajak. Dalam rekonsiliasi fiskal, beban dibagi menjadi 2 macam :

A. Deductable Expenses (Beban yang Dapat Dikurangkan)

Deductible expenses adalah biaya atau beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak. Dalam ketentuan fiskal, deductable expense adalah biaya yang terkait dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Biaya-biaya ini diatur dalam UU PPh Pasal 6

Tjin ziw sharron - Deductable Ep
Tjin ziw sharron - Deductable Ep

Penghasilan yang pajaknya dikenakan PPh bersifat final: 

* Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lain 

* Berupa hadiah undian * Penghasilan dari transaksi saham 

* Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan 

B. Non-Deductable Expense

Sementara di dalam perusahaan, terdapat biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan (non-deductible expense). Biaya ini diatur dalam Pasal 9 UU PPh

Tjin Ziw Sharron - Non Deductable exp
Tjin Ziw Sharron - Non Deductable exp

Biaya-biaya yang termasuk ke dalam non-deductible expense ini akan menimbulkan koreksi fiskal positif, dan biaya-biaya yang termasuk ke dalam deductible expense akan menimbulkan koreksi fiskal negatif.

perhitungan rekonsiliasi Fiskal/dokpri
perhitungan rekonsiliasi Fiskal/dokpri

Contoh Soal

Berikut data terkait laporan keuangan komersial PT. SVT untuk tahun pajak 2023

Pendapatan:

Penjualan: Rp 5.000.000.000

Bunga deposito: Rp 100.000.000

Dividen yang diterima dari anak perusahaan dalam negeri: Rp 50.000.000

Beban:

Gaji karyawan: Rp 1.000.000.000

Biaya representasi: Rp 200.000.000

Sumbangan ke yayasan amal yang tidak memiliki izin pemerintah: Rp 50.000.000

Penyusutan berdasarkan akuntansi komersial: Rp 500.000.000

Beban bunga pinjaman bank: Rp 150.000.000

Denda keterlambatan pembayaran pajak: Rp 20.000.000

Informasi Tambahan:

Penyusutan berdasarkan ketentuan perpajakan: Rp 400.000.000

Jawab :

1. Menghitung penghasilan bruto komersial

Penghasilan bruto komersial adalah total pendapatan yang diperoleh perusahaan

= Rp 5.000.000.000 + Rp 100.000.000 + Rp 50.000.000 = Rp 5.150.000.000

2. Beban Fiskal Yang diakui

*  Gaji karyawan: Rp 1.000.000.000 (diakui secara fiskal)

*  Beban bunga pinjaman bank: Rp 150.000.000 (diakui secara fiskal)

*  Penyusutan fiskal: Rp 400.000.000

Total = 1.550.000.000

3. Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal dilakukan untuk beban yang tidak diakui dan penghasilan yang tidak kena pajak:

  • Biaya representasi: Tidak diakui sebesar Rp 200.000.000 (koreksi fiskal positif).
  • Sumbangan ke yayasan amal: Tidak diakui sebesar Rp 50.000.000 (koreksi fiskal positif).
  • Denda keterlambatan pembayaran pajak: Tidak diakui sebesar Rp 20.000.000 (koreksi fiskal positif).
  • Penyusutan: Perbedaan penyusutan berdasarkan akuntansi dan perpajakan:
    • Penyusutan komersial: Rp 500.000.000
    • Penyusutan fiskal: Rp 400.000.000
    • Koreksi fiskal positif: Rp 500.000.000 - Rp 400.000.000 = Rp 100.000.000
  • Dividen dari anak perusahaan dalam negeri: Penghasilan yang tidak kena pajak sebesar Rp 50.000.000 (koreksi fiskal negatif).

Total koreksi fiskal positif = Rp 200.000.000 + Rp 50.000.000 + Rp 20.000.000 + Rp 100.000.000 = Rp 370.000.000

Total koreksi fiskal negatif = Rp 50.000.000

4. Penghasilan Neto Fiskal

Rekonsiliasi fiskal/dokpri
Rekonsiliasi fiskal/dokpri

Sumber : https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-badan-jenis-tarif-hitung-dan-lapor-pajak/

https://www.online-pajak.com/seputar-pph-final/pph-badan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun