Bulan Suro merupakan awal tahun pada penanggalan Jawa yang merupakan campuran tradisi Hindu (tarikh Saka) dan Islam (Hijriah).
Walaupun bilangan tahunnya masih meneruskan tradisi Hindu (Windu) tapi perhitungan harinya sudah mengikuti perhitungan perputaran bulan (Lunar) seperti pada kalender tahun Hijriah.
Nama-nama bulan dalam kalender Jawa mengikuti penamaan yang ditetapkan Sultan Agung sebagai Raja Mataram yang aktif menyiarkan Islam.
Ketika sebagian umat Islam merayakan masuknya tahun baru Hijriah pada bulan Muharam, tradisi Islam di Jawa menyambutnya dengan peringatan Suro dalam suasan mistis dan sakral. Bagi mereka bulan Suro merupakan bulan penyucian diri, keprihatinan, mengharapkan keselamatan dari bala/bencana dan serta menghidari perayaan sukacita.
Kata Suro sendiri sebenarnya diambil dari kata Asyuro yang berarti 10 dalam bahasa Arab dan mengacu pada tanggal 10 bulan Muharam. Sultan Agung memaknai bulan Suro pada malapetaka yang membawa musibah pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah dengan dibunuhnya cucu tercinta Nabi Muhammad saw oleh umat yang mengaku sebagai pengikutnya.
Sebenarnya kejadian ini sudah disampaikan kepada Nabi saw sejak kelahiran al Husein as cucu baginda Nabi saw tercinta, Malaikat Jibril membawakan tanah karbala yang akan berubah menjadi darah ketika al Husein terbunuh.
Al-Quran mengisyaratkan kejadian ini ketika Nabi Ibrahim as akan menyembelih putranya Nabi Ismail as, kemudia Allah SWT mengantikannya dengan sembelihan yang Agung yaitu putra Nabi Muhammad saw (Qs. 37:107).
Malapetala ini juga sudah di isyaratkan pada kitab Injil Yeremia 46:10 "Hari itu ialah hari Tuhan ALLAH semesta alam, hari pembalasan untuk melakukan pembalasan kepada para lawanNya. Pedang akan makan sampai kenyang, dan akan puas minum darah mereka. Sebab Tuhan ALLAH semesta alam mengadakan korban penyembelihan di tanah utara, dekat sungai Efrat (Irak)."
Mendengar malapetaka yang menimpa keluarga Nabi Muhammad saw, Nabi Zakaria berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniakan seorang anak agar dia merasakan kedukaan Nabi Muhammad saw, kemudian Allah SWT mengaruniakannya Nabi Yahya as yang kemudian disembelih oleh umatnya.
Al Quran memberikan isyarat suci peristiwa Karbala pada awal surat Maryam (19:1) dengan huruf-huruf Kaf-Ha-Ya-Ain-Sad. Sebagaimana sedikit ahli tafsir yang menyebutkan Kaaf Haa Yaa Ayn Shaad tersebut bermakna Karbala Husein Terbunuh Oleh Yazid dengan Kehausan dalam Kesabaran dan Perjuangan.
Ketika terkepung dipadang Karbala al Husein as tetap kukuh bertahan dan berkorban demi terjaganya ajaran suci kakeknya.
Semua para Nabi as yang diturunkan Allah SWT, berkesempatan berziarah ke Karbala dan merasakan duka keluarga Muhammad saw. Ketika menjelang waktu melahirkanya, Bunda Maryam berjalan jauh kearah Timur berziarah membawa Nabi Isa as dalam kandungannya. Kemudian ia bersadarkan kepada pohon kurma yang memberi buahnya dan sungai furat yang mengalir dibawah untuk minumnya. Ditempat inilah Nabi Isa as dilahirkan, Karbala.
Tradisi Suro yang diajarkan Sultan Agung sejak 6 abad yang lalu masih terpelihara rapi sampai sekarang, hanya sebagian dari kita mulai tercerabut dari kearifan lokal (local wisdom) dan menafikan ajaran yang ditanamkan para leluhur.
"Reinventing the will", Dengan peringatan Suro, semoga kita dapat menemukan kembali kearifan lokal, kejawen, ajaran Mataram kuno pada kesucian ajaran kakeknya al Husein as.
Labaikka Ya Husein
Labaikka Ya Husein
Labaikka Ya Husein
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H