Sedangkan sampah organik basah seperti sampah dapur atau sisa makanan diolah menggunakan larva/belatung lalat hitam (Black Soldier Fly / Hermetia illucens). Teknologi ini dikembangkan oleh Puspa Agro di Sidoarjo yang bekerja sama dengan lembaga FORWARD-EAWAG dari Swiss. Larva BSF dapat menguraikan sampah organik hingga 80 persen dalam waktu 1-2 bulan. Selain itu larva ini memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai pakan ikan dan hewan ternak.
Sampah anorganik diangkut dari tong sampah rumah-rumah menggunakan gerobak. Berhubung pemilahan sampah di RT kelurahan Jambangan masih sebatas organik dan anorganik, maka seluruh sampah anorganik warga dicampur jadi satu kantong kresek. Oleh karena itu proses pemilahan harus dilakukan agar sampah dapat dijual atau dimanfaatkan kembali.
Sebelum dipilah, sampah-sampah ditimbang terlebih dahulu untuk menghitung berat sampah yang masuk ke bak penampungan. Bak penampungan ini akan membawa sampah ke conveyor belt untuk dipilah. Pemilahan dilakukan secara manual oleh sekitar 7-10 karyawan yang memisahkan sampah yang diletakkan di conveyor belt berdasarkan jenis-jenisnya.
Selain kedua unit di atas, saya juga melihat prototype unit pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang baru dikembangkan. Prototype ini merupakan hasil kerja sama  dengan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, dan menggunakan bahan bakar aluminium foil dan ranting kayu (sebagai starter) untuk menyalakan listrik PDU Jambangan.
Minimalisasi limbah ini tentu saja memberikan keuntungan tidak hanya dalam pengendalian pencemaran lingkungan, penghematan sumber daya dan kesehatan masyarakat, tapi juga pada sisi ekonomi. Pemerintah kota Surabaya dapat menghemat biaya yang sangat besar untuk pengangkutan dan pengelolaan sampah di TPA, dan dapat memanfaatkan pupuk hasil pengomposan sampah organik. Bagi masyarakat, usaha dan inisiatif lokal seperti bank sampah dan kerajinan daur ulang dapat memberikan keuntungan tambahan.
Sebagai praktik nyata kota ekologis, hal ini tidak akan terwujud tanpa sinergi antara program Pemerintah Kota Surabaya yang konsisten dan komprehensif, serta partisipasi aktif masyarakat yang sadar lingkungannya. Saya harap Jakarta dan kota lainnya juga dapat menerapkan prinsip kota ekologis yang serupa, atau lebih baik dari kota Surabaya. Sampai jumpa lagi kota #panutanku Surabaya! You will be missed. :)
Tasia Rosalina Tedjo Purnomo - ENV2015