Mohon tunggu...
HARDIANTO CANDRA
HARDIANTO CANDRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM 55521120007 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo. M.Si.Ak

NIM 55521120007 Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo. M.Si.AK Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Peprajakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diskursus Teori Johari terhadap Konteks Kepatuhan Pelaporan Perpajakan

28 September 2023   14:29 Diperbarui: 28 September 2023   14:47 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adapun ketentuan batas waktu penyampaian SPT, antara lain:

  • SPT tahunan PPh Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak
  • SPT tahuanan PPh badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak
  • PPh pasal 4 ayat 2 yang dipotong; PPh pasal 4 ayat 2 yang dibayarkan sendiri; SPT masa PPh pasal 21/26; SPT masa PPh pasal 23; SPT masa PPh pasal 15 yang dipotong; PPh pasal 15 yang dibayar sendiri; PPh pasal 25 yang dibayar, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya/setelah akhir masa pajak.
  • SPT masa PPh 22 bendaharawan, paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya
  • PPh masa PPh 22 impor, laporan mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya
  • PPh masa PPh 22 pemungut lainnya, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
  • SPT masa PPN dan PPNBM, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Dengan catatan apabila tanggal jatuh tempo berakhirnya penyampaian SPT jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPT dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yang dimaksud adalah hari sabtu, hari minggu, hari libur nasional, dan hari yang sengaja diliburkan untuk menyelenggarakan pemilu atau cuti Bersama secara nasional.

Dalam pasal 7 UU KUP dijelaskan bahwa apabila penyampaian SPT disampaikan melebihi batas waktu yang ditentukan maka adakan dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Adapun sanksi administrasi bila tidak menyampaikan SPT pada waktu yang telah di tentukan, antara lain:

  • SPT masa PPN akan dikenakan denda sebesar Rp 500.000,-
  • PT masa lainnya dan SPT tahunan PPh Orang Pribadi dikenakan denda sebesar Rp 100.000,-
  • SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,-.

Dalam pengisian SPT kita pun perlu mengetahui mana yang termasuk Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak. Mengacu pada UU PPh No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 4 ayat  1 Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

  • Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
  • Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
  • Laba usaha;
  • Keuntungan karena penjualan atau karena Pengalihan harta termasuk:
  • Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
  • keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
  • keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  • keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak pihak yang bersangkutan; dan
  • keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
  • penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
  • bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
  • dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
  • royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
  • sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  • penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
  • keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
  • keuntungan selisih kurs mata uang asing;
  • selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
  • premi asuransi;
  • iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  • tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
  • penghasilan dari usaha berbasis syariah;
  • imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
  • surplus Bank Indonesia.

Adapun diatur dalam pasal 4 ayat 2, penghasilan yang dikategorikan sebagai penghasilan yang dikenai pajak bersifat final seperti berikut :

  • penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  • penghasilan berupa hadiah undian;
  • penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada Perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
  • penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
  • penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Namun, dalam pasal 4 ayat 3 disebutkan ada beberapa pengecualian yang dinyatakan sebagai bukan objek pajak penghasilan, di antaranya:

  • 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau Lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh Lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
  • 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  • warisan;
  • harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
  • penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
  • pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  • dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
  • dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
  • bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
  • iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
  • penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  • bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  • dihapus;
  • penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
  • merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
  • sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  • beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
  • sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan Kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
  • bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Itulah beberapa pengecualian yang tidak dijadikan objek pajak penghasilan. Sebagai warga negara yang baik, ada kalanya kita mengetahui hal-hal di atas.

Bagaimana kaitan antara konsep Johari dengan kontek pelaporan perpajakan? Jendela Johari, juga dikenal sebagai model komunikasi Johari atau model umpan balik-pengungkapan, adalah alat psikologi yang dikembangkan oleh psikolog Joseph Luft dan Harry Ingham pada tahun 1955. Model ini dirancang untuk membantu individu memahami dan meningkatkan komunikasi interpersonal dan hubungan mereka. Jendela Johari digambarkan sebagai kisi empat kuadran, dengan masing-masing kuadran mewakili aspek yang berbeda dari diri seseorang. Ke 4 kisi itu adalah Open Area, Blind Area, Hidden Area, dan Unknow Area. Kita dapat mengaitkan konsep Jendela Johari dengan pajak dalam konteks komunikasi dan transparansi dalam kepatuhan perpajakan.

pribadi 1
pribadi 1

Kuadran Terbuka (Open Area) dalam Jendela Johari mencerminkan informasi yang diketahui oleh individu atau perusahaan dan juga diketahui oleh orang lain. Dalam hal pajak, Kepatuhan dalam pengungkapan pajak melibatkan pelaporan yang akurat dan tepat waktu. ini berarti semua informasi yang wajib diungkapkan kepada otoritas pajak, termasuk pendapatan, aset, liabilitas, dan transaksi pajak lainnya, harus berada dalam Kuadran Terbuka. Mencakup :

  • Pengungkapan semua sumber pendapatan yang diterima oleh individu atau perusahaan, termasuk pendapatan dari pekerjaan, investasi, bisnis, atau sumber lainnya.
  • Pelaporan Aset dan Liabilitas yang dimiliki individu atau perusahaan harus diungkapkan dengan jelas kepada otoritas pajak. Ini mencakup properti, investasi, utang, dan lainnya.
  • Pengungkapan Transaksi Pajak, seperti pembelian, penjualan, atau investasi, yang memiliki dampak pajak harus diungkapkan secara akurat.
  • Jika individu atau perusahaan menggunakan strategi pajak yang sah untuk mengurangi kewajiban pajak mereka, informasi tentang strategi tersebut harus diungkapkan kepada otoritas pajak sesuai dengan hukum yang berlaku.
  • Jika otoritas pajak memberikan umpan balik atau pertanyaan tentang pelaporan pajak, individu atau perusahaan harus merespons dengan jujur dan memberikan informasi yang diperlukan.

Kuadran Tertutup (Blind Area) dalam model Jendela Johari mencerminkan informasi tentang diri seseorang atau perusahaan yang mungkin tidak diketahui oleh diri sendiri, tetapi diketahui oleh otoritas pajak atau pihak ketiga yang memiliki akses ke informasi keuangan atau transaksi pajak. Hal ini dapat menjadi masalah serius jika otoritas pajak menemukan ketidaksesuaian dalam pelaporan pajak atau jika informasi yang ditemukan oleh pihak ketiga tidak sejalan dengan pelaporan pajak yang diajukan. Kepatuhan dalam menerima dan merespons umpan balik ini dapat membantu memperbaiki kesalahan yang terdeteksi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun