Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepasang Matahari dan Sebuah Telaga di Kening Perempuan Itu

18 Januari 2021   01:48 Diperbarui: 18 Januari 2021   01:50 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

barangkali setiap pejalan mengalami rasa perih yang sama

saat diberangus sunyi yang gelap

menyadari bahwa malam adalah kerajaan kelelawar

: jagat asaing yang begitu seram!

hingga pada sebuah langkah yang jauh

saat kata-kata tak lagi mampu jadi peta,

seorang perempuan dengan kerudung rambutnya yang wangi

berdiri di seberang jalan sibuk membelai sayap kupu-kupu

dan matanya tak pernah ragu mengubah curah-curah gerimis

menjadi permainan cahaya warna-warni.

aduhai, pesona itu!

sihir yang memukau seorang penyair menemukan kembali roh kata-kata,

senyummnya mengubah penyair itu menjadi seorang pecinta

lantas membuatnya menggores langit dengan beribu-ribu frase dan larik-larik

puisi yang tak lagi murung kelabu

 

sekejap itu juga, seorang penyair itu tak lagi karib dengan kata-kata

tak lagi jadi petualang dari dunia yang murung

namun telah menemukan satu keajaiban lagi, bernama: harapan dan riang

berkawan dengan satu keajaiban lain yang lama digenggamny, disebutnya: kepedihan.

 

kini; harapan, riang, dan kepedihan jadi keajaiban sempurna!

perempuan itu dengan kerudungnya yang wangi

yang tangannya membelai sayap kupu-kupu

yang mampu mengubah curah-curah gerimis jadi cahaya warna-warni

 : segenap pesona yang memaksa seorang penyair membentangkan kedua tangannya

   memulai percakapan-percakapan baru tentang pagi, sakramen setia, dan mahabah cinta!

jiwa petualang memang barangkali tak kenal lelah

namun ia perlu sepetak tanah untuk menanam biografinya

dan penyair itu telah menemukannya di kening perempuan berkerudung wangi itu!

 

tak puas-puasnya penyair itu menatapnya

bersabar menunggui cinta tumbuh dewasa

kekuatan pesona yang membuatnya hanyut

ke kedalaman telaga di kening perempuan itu

kemudian, saat semua harapan berbiak dengan sempurna

maka senja tak lagi berarti juga malam tak lagi jadi mimpi menakutkan

sebab penyair itu telah menemukan sepasang matahari dan sebuah telaga

di kening perempuan dengan kerudung rambutnya yang wangi

matahari yang bilah sinar-sinarnya menjadi ribuan kunag-kunang di negeri tanpa cahaya

telaga di keningnya adalah mata air abadi tempat anak-anak dan segenap bunga-bunga

melepas dahaga dan membasuh lelahnya.

(matahari dan telaga di keningmu, perempuanku, menjadikan penyair ini menata kembali biografinya,

 meninggalkan dunianya yang murung untuk mendekap dan mengecup rambut dan keningmu berulang-ulang. Berulang-ulang!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun