barangkali setiap pejalan mengalami rasa perih yang sama
saat diberangus sunyi yang gelap
menyadari bahwa malam adalah kerajaan kelelawar
: jagat asaing yang begitu seram!
hingga pada sebuah langkah yang jauh
saat kata-kata tak lagi mampu jadi peta,
seorang perempuan dengan kerudung rambutnya yang wangi
berdiri di seberang jalan sibuk membelai sayap kupu-kupu
dan matanya tak pernah ragu mengubah curah-curah gerimis
menjadi permainan cahaya warna-warni.
aduhai, pesona itu!
sihir yang memukau seorang penyair menemukan kembali roh kata-kata,
senyummnya mengubah penyair itu menjadi seorang pecinta
lantas membuatnya menggores langit dengan beribu-ribu frase dan larik-larik
puisi yang tak lagi murung kelabu
Â
sekejap itu juga, seorang penyair itu tak lagi karib dengan kata-kata
tak lagi jadi petualang dari dunia yang murung
namun telah menemukan satu keajaiban lagi, bernama: harapan dan riang
berkawan dengan satu keajaiban lain yang lama digenggamny, disebutnya: kepedihan.
Â
kini; harapan, riang, dan kepedihan jadi keajaiban sempurna!
perempuan itu dengan kerudungnya yang wangi
yang tangannya membelai sayap kupu-kupu
yang mampu mengubah curah-curah gerimis jadi cahaya warna-warni
 : segenap pesona yang memaksa seorang penyair membentangkan kedua tangannya
  memulai percakapan-percakapan baru tentang pagi, sakramen setia, dan mahabah cinta!
jiwa petualang memang barangkali tak kenal lelah
namun ia perlu sepetak tanah untuk menanam biografinya
dan penyair itu telah menemukannya di kening perempuan berkerudung wangi itu!
Â
tak puas-puasnya penyair itu menatapnya
bersabar menunggui cinta tumbuh dewasa
kekuatan pesona yang membuatnya hanyut
ke kedalaman telaga di kening perempuan itu
kemudian, saat semua harapan berbiak dengan sempurna
maka senja tak lagi berarti juga malam tak lagi jadi mimpi menakutkan
sebab penyair itu telah menemukan sepasang matahari dan sebuah telaga
di kening perempuan dengan kerudung rambutnya yang wangi
matahari yang bilah sinar-sinarnya menjadi ribuan kunag-kunang di negeri tanpa cahaya
telaga di keningnya adalah mata air abadi tempat anak-anak dan segenap bunga-bunga
melepas dahaga dan membasuh lelahnya.
(matahari dan telaga di keningmu, perempuanku, menjadikan penyair ini menata kembali biografinya,
 meninggalkan dunianya yang murung untuk mendekap dan mengecup rambut dan keningmu berulang-ulang. Berulang-ulang!)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H