Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tahun Baru Di Mata Penyair

3 Januari 2021   23:13 Diperbarui: 3 Januari 2021   23:47 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sampai di dasar hatimukahduka Adam yang kuyup?

(1988, taman Sari)

 Warih wisasana dalam puisi Terompet Tahun Baru menghikmati pergantian tahun sebagai sesuatu yang menggembirakan sekaligus kedukaan. Tahun baru menjadikan dirinya kembali seperti kanak-kanak yang optimis memandang dunia dengan segala harapan; .../terompet akhir tahun/tiup, tiuplah lembut/dengan napas kasihmu// di jalan/di taman-taman/walau tak punya sayap/bayangkan anak-anak terbang terbang riang/seperti akhir tahun lalu/mereka terjun ke kolam/jadi ikan/mengejar bulan/yang sendiri sembunyi/di lenggang ganggang...../

Acep Zam-zam Noer melihat pergantian tahun sebagai bayangan hitam yang menakutkan. Pergantian tahun baginya justru sepi yang menakutkan:.../ditulisnya dengan gentar/waktu yang sehitam dedak kopi di gelasmu itu/adalah sepi//tahun tahun merayap pelan/dari hutan yang terbakar jauh di selatan/kau tahu, detik masih akan terus berbunyi/pada weker/menit dan jam akan beranjak pergi/sedang itu kenangan berjumpalitan/seperti burung asing/pada segaris ranting/asap akan terus mengepul/dari tumpukan arang hitam dan sisa api/kau tahu, waktu yang sehitam dedak kopi itu/adalah sepi yang menyelami kisah cintanya sendiri//sepi yang terus berdetak pada arloji.pada jam besar/yang gemetar di dinding lengang hati//.

  Puisi memang  sebuah persetubuhan antara realitas dan ekspresi jiwamu. Penghayatan terhadap pengalaman realitas bisa menghadirkan ekspresi emosi yang bisa dibagi pada pembacanya. Pun pembaca setelahnya akan mendapatkan pengalaman rasa dan jiwa yang baru.Waktu sebagai realitas yang bersemuka dengan penyair memang sanggup menghasilkan petualang jiwamu yang personal yang bisa dibagi pada khalayak pembacanya. Melalui puisi akan banyak melahirkan berbagai rasa dalam menghukumi waktu. Setidaknya berbagi bagaimana melakukan solulokuiuntuk memaknai perjalanan hidup!

*) Penulis adalah sastrawan, esais, dan guru yang tinggal di Ngawi. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu penerima anugerah buku puisi terbaik versi HPI di tahun 2016. Buku puisi terbarunya "Kitab Ibu dan Kisah-Kisah Hujan" (2019) menjadi salah satu buku puisi terpuji  versi HPI tahun 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun