Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan Pemimpin

14 Oktober 2020   22:44 Diperbarui: 14 Oktober 2020   22:53 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tahun 674 Masehi yang merupakan sumber tertua sejarah Nusantara yang dicatat oleh orang Cina, ada kerajaan Holing (yang dimaksud adalah Kalingga) di Jawa Tengah yang mempunyai raja perempuan yang bergelar ratu Hsi-Mo (Sima). 

Berita cina itu menyebutkan bahwa ratu Sima tersebut merupakan raja yang tegas dan adil dalam menegakkan peraturan perundang-undang. Salah satu perundang-undangan itu adalah dilarang keras menyentuh benda atau harta yang bukan miliknya. Kabar itu menarik perhatian raja Ta-Shih dan hendak mengujinya. 

Diam-diam dia meletakkan pundi-pundi beisi keping uang emas di tengah-tengah jalan pusat kerajaan Kalingga. Selama tiga tahun pundi-pundi tidak ada yang menyentuhnya, bahkan setiap orang yang lewat jalan itu menghindarinya. Hingga di suatu hari putra mahkota menginjak dan menendang pundi-pundi itu. 

Ratu Sima amatlah marah dan menjatuhkan hukuman mati untuk putra mahkota. Para menteri memintakan pengampunan dengan alibi karena tindakan bukan kesengajaan. 

Ratu mengurangi hukumannya dengan mengubah hukuman mati menjadi hukuman potong kaki. Sekali lagi para menteri mengajukan permohonan pengampunan. Akhirnya, ratu Sima memerintahkan agar jari-jari kaki putra mahkota dipotong sebagai peringatan bagi siapapun yang berani menyentuh benda atau barang yang bukan haknya.

Kerajaan Majapahit di Jawa Timur pada tahun 1328-1350 pernah dipimpin oleh seorang perempuan selama duapuluh dua tahun. Raja perempuan itu adalah Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani yang berhasil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Majapahit yang kokoh. 

Raja perempuan ini kemudian digantikan oleh putranya bernama Hayam Wuruk yang kelak berhasil menyatukan Nusantara. Sejarah juga mencatat bahwa di masa akhir Majapahit sebelum Brawijaya V, ada lagi raja perempuan yaitu Suhita yang memerintah 1429-1445.

Di Aceh, sejarah mencatat bahwa ada banyak pahlawan perempuan yang benar-benar bertempur di medan pertempuran. Yang paling melegenda adalah sosok Cut Nyak Dien yang selama bertahun-tahun memimpin perang Sabil bergerilya di hutan-huta Meleoboh.

Bahkan sampai matanya nyaris buta dan sakit-sakitan sehingga salah seorang pengikutnya yang tidak tega terpaksa berkhianat agar Cut Nyak Dien bisa ditangkap Belanda. 

Di samping Cut Nyak Dien masih banyak lagi perempuan pahlawan di Acep antara lain, Pocut Meurah Intan, Cut Nyak Meutia, dan Pocot Baren.

Dalam bidang pemerintahan, kerajaan Samodra Pasai mencatat adanya Ratu Malikah Nur yang memerintah kerajaan Samodra Pasai pada sekitar 1380 M. Ada lagi raja perempuan yang memerintah Pasai di tahun1428 M yaitu Ratu Nahrasiyah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun