Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Berbasis Pengarusutamaan Gender

27 September 2020   13:24 Diperbarui: 27 September 2020   13:38 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan mewakili separuh dari penggerak dinamika kemajuan dan peradaban. Oleh karena itu isu tentang kesetaraan gender (gender equality) selalu menjadi perbincangan utama di pelbagai negara. Apalagi sejak 2015, PBB mencanangkan kampanye global bertajuk He for She yang merupakan bentuk komitmen para pemimpin negara untuk mewujudkan representasi perempuan dalam konstelasi pembangunan dan pemajuan peradaban manusia. 

Kampanye global ini bertujuan melibatkan seluruh orang dewasa dan remaja untuk menghapus sekat-sekat sosial dan kultural yang berpotensi menghambat pengembangan diri dan peran perempuan. Kampanye ini pun menjadi sebuah upaya strategis untuk membangun persepsi positif terhadap program-program kesetaraan gender sehingga dapat terlibat secara aktif dalam penyuksesan program-program pembangunan.

Setiap pemangku pemerintahan di seluruh belahan dunia, pun dengan Indonesia, turut berperan aktif dalam mengampanyekan kesetaraan gender dalam berbagai sektor pembangunan. 

Setiap negara berupaya keras membangun komunikasi, informasi, advokasi, akomodasi, dan edukasi untuk menumbuhkembangkan kesadaran dan komitmen dalam memberikan rasa aman dan pelibatan aktif kaum perempuan. Dengan upaya tersebut diharapkan setiap perempuan akan memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat seluruh bidang pembangunan.  

Melanjutkan kampanye global tersebut, PBB kemudian mencanangkan Tujuan Pembangunan Millenium atau Millennium Devolepment Goal/MDGs yang menitikberatkan pada pencapaian pendidikan dasar dan kesetaraan gender. Berangkat dari inilah, Indonesia juga mempunyai target untuk mendongkrak Indeks Perkembangan Pendidikan untuk Semua (Education for All Development Index (EDI) dan Indeks Kesenjangan Gender (Gender Gap Index (GGI).

UNESCO dan World Economic Forum melaporkan  bahwa untuk Indeks Perkembangan Pendidikan untuk Semua (Education for All Development Index (EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-57 dari 115 negara. 

Adapun Indeks Kesenjangan Gender (Gender Gap Index (GGI) di Indonesia menempati urutan ke-88 dari 142 negara dengan indeks 0.682. Kedua dokumen tersebut menunjukkan pada kedua nilai indeks tersebut masih jauh di bawah beberapa negara ASEAN lain. Hal itu berarti, kesenjangan gender dalam berbagai sektor di Indonesia masih belum mencapai yang diharapkan.

Agar kaum perempuan dapat memperoleh akses, partisipasi, kontrol, kompetensi dan manfaat dari seluruh pembangunan maka perlu digagas dan diimplementasikan pendidikan berbasis pengarusutamaan gender. Pendidikan berbasis pengarusutamaan gender bisa menjadi pintu gerbang bahkan jalan tol tercapainya kesetaraan gender. Melalui pendidikanlah nilai-nilai kesetaraan gender bisa disosialisasikan melalui integralisasi dengan mata pelajaran-mata pelajaran di berbagai tingkat pendidikan, mulai SD hingga perguruan tinggi.

Pendidikan berbasis pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) adalah pendidikan yang berbasis strategi kebijakan pembangunan untuk mempromosikan keadilan dan kesetaraan gender bagi perempuan dan laki-laki dengan memperhatikan kebutuhan, pengalaman, dan apresiasi masing-masing. Pendidikan berbasis pengarusutamaan gender bisa menjadi strategi eliminasi bentuk diskriminasi dalam pendidikan.

Dalam realitanya, praktik diskriminasi pendidkan tak hanya disebabkan faktor kemiskinan. Masalah bias gender ternyata juga menjadi salah satu faktor penyebab diskriminasi dalam pendidikan. Bias gender  merupakan kebijakan, program, keadaan atau kondisi yang merugikan salah satu pihak karena jenis kelaminnya, ketidakadilan baik dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat.

Pendidikan berbasis pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) akan menanamkan segala nilai  yang berkaitan dengan inklusif gender (gender inclusive) yaitu segala hal yang berkaitan dengan kebijakan, program atau kondisi yang berkaitan dengan isu gender. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun