Pembebasan menurut pandangan feminisme postmoder ini adalah adanya pengakuan bahwa perempuan dan laki-laki berbeda dan sebenarnya perempuan tidak menginginkan haknya untuk selalu sama dengan kaum laki-laki karena yang diinginkannya adalah hak untuk bebas mengonstruksi dirinya sendiri. Perempuan berhak mempertanyakan dan mengonstruksikan identitas dirinya sebagai manusia yang bebas.
Aliran feminisme berikutnya adalah feminisme multikultural dan global yang lahir untuk menjawab kritik terhadap feminisme yang dianggap bias, dalam arti tidak mencerminkan keseluruhan realitas perempuan. Bias yang dimaksud karena tidak menjangkau seluruh kaum perempuan, seperti bias ras, bias kelas menengah, bias pendidikan bahkan bias orientasi seksualitas.Â
Femiisme kultural global melihat bahwa dalam negara yang sama, perempuan tidak dikonstrusikan secara sama. Ada berbagai macam konteks dan blue print yang melatarbelakangi pengkondisian situasi kaum perempuan.Â
Menurut mereka, feminisme selayaknya mengakui keberagaman situasi tersebut dengan tidak menempatkan satu standar bagi seluruh fenomena perempuan. Berbagai keberagaman aspek yang berbeda dalam wilayah satu dengan yang lain, seperti sistem seks, gender, ras, latar belakang pendidikan, praktik penafsiran agama, budaya harus menjadi bahan kajian untuk memosisikan perempuan.
Cabang feminisme berikutnya adalah feminisme kulit hitam (black feminism). Aliran ini muncul dan berkembang dengan merujuk pada perjuangan perempuan kulit hitam. Berkembang dalam tradisi para aktivis "kiri" yang mengadopsi feminisme sosialis. Keberadaan perempuan kulit hitam yang menjadi minoritas di negara Barat dianggap tidak tersentuh bahkan diskriminasikan oleh feminis arus utama.Â
Berjejak dari kondisi itu aliran feminisme kulit hitam muncul dengan agenda perjuangan dan pemberdayaan perempuan kulit hitam. Seorang tokohnya, Gemma Tang Naim menulis Black Women, Sexism and Racism: Black or Antiracist Feminim? Yang menganalisis dengan kritis bahwa penindasan terhadap perempuan kulit hitam tidak semata berkait dengan gender, tetapi juga karena ras dan kelas. Dengan kata lain rasisme memiliki pengaruh besar terhadap pemarjinalan perempuan.
Aliran feminisme yang terakhir adalah feminisme Islam. Feminisme Islam mengritisi aliran feminisme arus besar cenderung mengarah ke sekulerisme. Bagi feminisme Islam, konsep-konsep hak asasi manusia utamanya berkait dengan kaum perempuan yang tidak berlandaskan pada spiritual dan transendental menrupakan hal yang tragis. Tokoh feminisme Islam yaitu Fatimma Merniss dan Issa J Boullata (1989) menegaskan bahwa perempuan Islam harus mengembagkan program-program feminisme dengan menggunakan kerangka acuan yang Islami.
Gender atau ideologi gender (genderisme) merupakan kelanjutan dari gerakan feminisme. Istilah gender kali pertama dikenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendifinisian yang berasal dari ciri fisik biologis. Ann Oakley (1972) menjelaskan gender sebagai konstruksi sosial atau atribut yang dikenakan manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia.
Lebih lanjut dalam bukunya Sex, Gender and Society (1972), Oakley memaparkan bahwa gender berarti perbedaan bukan biologis dan bukan kodrati. Perbedaan biologis dan kodrati seperti jenis kelamin adalah kodrat sehingga permanen, sedang gender bersifat tidak kodrati. Gender merupakan behavioral differences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan  yang dikonstruksi secara sosial kultural, yaitu perbedaan yang bukan ditentukan oleh Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural.
Pendapat Oakley ini diadopsi oleh Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Indonesia (2001) dengan mendefinisikan gender sebagai peran-peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan keduanya (laki-laki dan perempuan).Â
Konsep dan definisi gender lainnya dijelaskan oleh  Mansour Faqih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial sebagai sebuah sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial kultural. Misalnya, anggapan perempuan selalu lemah lebut, cantik, emosional sedang laki-laki dianggap kuat, gagah, dan rasional. Ciri dan kesifatan tersebut tidak mutlak atau kodrati namun dapat dipertukarkan.