Mohon tunggu...
Tjahjono Widarmanto
Tjahjono Widarmanto Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan praktisi pendidikan

Lahir di Ngawi, 18 April 1969. Pendidikan terakhir S2 di bidang Bahasa dan Sastra Indonesia. Menulis dalam genre puisi, cerpen, artikel/esai/opini. Beberapa bukunya telah terbit. Buku puisinya "Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak" menjadi salah satu buku terbaik tk. nasional versi Hari Puisi Indonesia tahun 2016. Tinggal di Ngawi dan bisa dihubungi melalui email: cahyont@yahoo.co.id, WA 085643653271. No.Rek BCA Cabang Ngawi 7790121109, a.n.Tjahjono Widarmanto

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Soekarno dan Kesadaran Gender

19 September 2020   08:10 Diperbarui: 19 September 2020   08:14 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

- "Kapankah matahari akan bersinar bagi Sarinah itoe?"...

..."Wahai wanita Indonesia....Boerdjoenglah, bangkitlah sehebat-hebatnja,

Sebab sebagai tadipoen telah koekatakan, 

tiada orang lain dapat menolong wanita,

Melainkan wanita sendiri!"...

(Soekarno, dalam Sarinah)

Setiap bulan Desember masyarakat Indonesia merayakan Hari Ibu. Sebuah penghikmatan dan penghormatan terhadap peran seorang perempuan, seorang wanita. Namun, tak banyak yang tahu bahwa sebenarnya peringatan Hari Ibu merupakan sebuah episode penting bagi perkembangan pergerakan perjuangan Indonesia.

Selama ini peringatan Hari Ibu didangkalkan hanya sebagai sekedar sebuah peringatan untuk menghargai peran wanita dalam lingkup domestiknya, hanya sebagai seorang istri dan ibu dalam kehidupan berumah tangga. Sehingga tidak heran bentuk peringatan Hari Ibu hanya menyentuh hal-hal yang tidak esensial misalnya, pemberian kado istimewa, bunga, aneka lomba untuk para ibu, aneka lomba pekerjaan wanita (dikotomi pekerjaan ini pun sangat gegar gender!) untuk para bapak, sampai pembebasan para ibu dari beban kegiatan dosmetiknya setiap hari.

Sejatinya peringatan Hari Ibu berawal dari munculnya para pejuang wanita dari 12 kota di Jawa dan Sumatra yang mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta. Para pejuang perempuan; para pejuang wanita itu berkumpul utuk menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum mereka. Mereka memperbincangkan, mendiskusikan dan membuat garis perjuangan tentang persatuan perempuan Nusantara, pelibatannya dalam perjuangan kemerdekaan dan keterlibatannya dalam berbagai aspek pembangunan bangsa.

Salah satu hasil dari kongres tersebut adalah dibentuknya Kongres Perempuan Indonesia yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Adapun penetapan bulan Desember, tepatnya 22 Desember sebagai Hari Ibu baru diputuskan pada Kongres Perempuan Indonesia ke-3 di tahun 1938 dan dikukuhkan oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No.136 tahun 1959.

Soekarno sebagai fouding fathers, negarawan dan seorang intelektual tak hanya berbicara tentang narasi-narasi besar tentang negara, politik, ideologi dan kebangsaan belaka, namun juga mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang peran, posisi dan kedudukan perempuan. Paradigma dan pemikiran Soekarno tentang perempuan bisa dilacak dalam bukunya Sarinah yang terbit kali pertama pada tahun 1947.

Sayang sekali, buku mengenai gerakan perempuan ini jarang sekali dikaji secara mendalam dan komprehensif, baik sebagai sebuah tori pergerakan maupun sebagai tindakan politik. Apalagi, selama ini acapkali yang diperbincangkan dan digembar-gemborkan hanyalah perilaku Soekarno yang poligamis daripada ide-ide majunya mengenai persoalan perempuan, sehingga pemikiran-pemikran Soekarno terlipat dan terkubur dalam kotak pandora. Lebih-lebih lagi rezim orde baru lebih dari 30 tahun sengaja memberangus segala konsep pemikran Soekarno.

Gagasan Soekarno tentang perempuan yang dituangkannya dalam Sarinah bukan pemikiran yang tba-tiba muncul begitu saja, namun merupakan proses berpikir dalam kurun waktu lama. Gagasan perempuan dalam Sarinah mempunyai runutan berpikir  dengan artikel Soekarno yang ditulisnya di tahun 1928 mengenai keadaan perempuan di Hindia Belanda yang terbelakang berikut gagasannya mengenai perjuangan perempuan sebelum dan sesudah kemerdekaan.

Sarinah merupakan sebuah buku yang mengandung pemikiran yang visioner di zamannya. Setidaknya ada tiga tesis pemikiran Soekarno tentang perempuan. Tesis pertama, tentang posisi perempuan sebagai ibu, sebagai bagian dari keluarga sekaligus perannya dalam masyarakat.

Tesis kedua, perwujudan kemerdekaan nasional tak mungkin dicapai tanpa adanya keterlibatan perempuan di dalamnya. Adapun tesis ketiga bahwa dalam penyusunan negara dan masyarakat mustahil tak menyertakan keterlibatan kaum perempuan. Pemikiran-pemikiran ini di zaman itu merupakan sebuah pemikiran yang visioner karena dalam realitanya problem persoalan wanita belum pernah dipelajari secara mendalam oleh pergerakan nasional.

Pemikiran-pemikiran Soekarno yang dituangkan dalam Sarinah ini boleh dkatakan sebagai sebuah pandngan yang visioner sekaligus ironi karena terbit kali pertama di tahun 1947. Visioner karena saat itu hanya 10 porsen dari 70 juta penduduk Idonesia yang baru melek aksara. Dari sepuluh porsen itu kaum perempuan yang melek aksara hanya 1% saja, bahkan kurang sehingga nyaris tidak menjangkau sasaaran yang dituju Soekarno. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa pandangan-pandangan dalam Sarinah adalah pandangan-pandangan yang diperuntukkan untuk masa depan, itu berarti visioner.

Dalam Sarinah, Soekarno menunjukkan posisi seharusnya para perempuan Indonesia dalam keluarga dan kancah sosial. Soekarno berpendirian bahwa perempuan Indonesia harus maju dan pintar sehingga berdiri sejajar dengan kaum lelaki tanpa melesat dari kodrat mereka sebagai  perempuan dan ibu. Hal ini dikemukakan dengan bahasa yang amat puitis,

"...poelang dari pekerjaan masjarakat beloem letih, masih segar badan! Langit tampak tjemerlang, boenga-boenga tampak indah. Ia dapat berkasih-kasihan dengan soeami dan anak-anaknja, memoetar radio dengan mereka, pergi ke gambar hidoep dengan mereka. Ia dapat mendidik anak-anaknja dengan penuh kebebasan, membahagiakan mereka, menjoesoen karangan boenga bersama mereka disaksikan soeaminja. Ia dapat minoem dari mata air tjinta dan keiboean bebas dan loeloesa. Kodrat, kodratnja istri dan kodrat iboe, berkembang lagi seharoem-haroemnja...ah, keadaan bahagia..."(Sarinah).

Sebelum ada gerakan kesetaraan gender di Indonesia Soekarno telah menggagasnya. Ia mendobrak dan menghancurkan benteng kekolotan. Soekarno jengkel kepada kaum lelaki yang hanya memperbolehkan aktivitas isterinya sebatas berada di antara suami, anak dan periuk nasi. Bagi Soekarno perjuangan kaum perempuan setara dengan kaum laki-laki terletak di tangan kaum perempuan sendiri,

" ... Dan, kamoe, komoe wanita Indonesia, akhirnja nasibmoe adalah di tangan kamoe sendiri. Saja memberi pernjataan kepada kamoe, lelaki itoe memberi kejakinan kepada mereka tentang hargamoe dalam perjoengan tetapi kamoe sendiri. Kamoe sendiri..." (Sarinah).

Bagi Soekarno perwujudan kemerdekaan nasional tak mungkin dicapai tanpa adanya keterlibatan perempuan di dalamnya. Dengan gambalang diutarakannya; . .."Sebab kita tidak bisa menjusun negara dan tidak dapat menjusun masjarakat djika (antara lain-lain soal) kita tidak mengerti soal-wanita...." (Sarinah). 

Peran penting dan keterlibatan kaum perempuan tak hanya berhenti pada saat perjuangan kemerdekaan. Di saat penyusunan negara dan masyarakat mustahil tak menyertakan keterlibatan kaum perempuan secara akitf, ditulisnya dengan menggelora,

...."Wanita Indonesia, kewajibanmoe telah terang! Sekarang, ikoetlah serta moetlak dalam oesaha menjelamatkan Repoeblik, dan nanti jika Repoeblik telah selamat, ikoetlah serta moetlak dalam oesaha menjusun negara nasional....Jangan ketinggalan poela nanti dalam oesaha menjoesoen masjarakat keadilan sosial. Di dalam masjarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosiallah engkaoe nanti menjadi wanita yang merdeka..." (Sarinah).

Walau diungkapkan dalam ekspresi bombastis dan propagandais, Soekarno menyusun sebuah teori tentang gerakan perempuan melalui pendekatan sejarah dan pemikiran tentang revolusi yang tumbuh di Eropa sebagai antitesis terhadap penindasan kapitalisme, teokrasi dan borjuisme. Dengan berjejak pada teori Lewis, H., Morgan, dan Bachofen, Soekarno memahami evolusi keterbelakangan perempuan bukan karena kodrat alam melaikan terbentuk dalam sejarah perkembangan cara produksi masyarakat (Rahayu, 2013).

Soekarno juga mengisyaratkan bahwa gerakan perempuan berkembang dalam tahapan sejarah dimulai dari paguyuban atau kelompok perempuan yag berpikir menjadi pendamping sempurna suami kemudian berkembang pada gerakan feminisme yang mengarah pada persamaan hak dan paada akhirnya menuju pergerakan sosial di mana kaum laki-laki dan perempuan setara, merdeka dan sejahtera.

Cara pandang Soekarno ini agaknya memiliki kemiripan dan relevan dengan gerakan feminis yang diawali pada abad 18-20 yng dimulai dengan Gelombang Pertama yaitu lahirnya gerakan feminisme yang dipengaruhi pemikiran modernisme, yang kemudian diikuti Gelombang Kedua di tahun 1960-1970-an yang memasukan problem perempuan ke dalam ranah ilmu pengetahuan termasuk dirumuskan musuh penindas perempuan adalah sistem patriarki yang menjelma dalam kapitalisme, dan pada akhirnya diikuti Gelombang Ketiga yaitu penggugatan terhadap dominasi ras yang basis analisisnya isu-isu perlawanan dan gerakan multikultural.

Sesungguhnyalah, Soekarno telah turut andil meletakkan sebuah asumsi bahwa perempuan harus dibebaskan dari perbedaan fisiknya dengan lelaki. Harus disadari bahwa perbedaannya itu hayalah untuk memenuhi kodrat manusia untuk berketurunan dan "perbedaan" itu bukan alasan untuk meligitimasi diskriminasi terhadap perempuan****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun