Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - SEO Specialist

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Diduga Palsukan Tanda Tangan BPD, Kepala Desa Lewuombanua Dilapor ke Polres Nias

16 Januari 2025   13:28 Diperbarui: 16 Januari 2025   13:28 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diduga Palsukan Tanda Tangan BPD, Kepala Desa Lewuombanua Dilapor ke Polres Nias | suarautama.id

Halo Lokal - Seandainya Anda menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dengan sepenuh hati berusaha memastikan segala proses di desa berjalan sesuai aturan. Lalu, suatu hari, Anda mendengar kabar bahwa salah satu keputusan penting terkait pengelolaan aset desa, seperti pembelian laptop dan printer, ternyata tidak melalui persetujuan BPD, bahkan ada indikasi tanda tangan yang dipalsukan. Rasanya pasti kecewa, bukan? Inilah yang terjadi di Desa Lewuombanua, Kecamatan Somolo-Molo, Kabupaten Nias, yang baru-baru ini menjadi sorotan publik.

Dalam sebuah pemerintahan desa, ada prosedur yang harus diikuti untuk memastikan segala keputusan dan tindakan yang melibatkan aset desa dilakukan secara transparan, adil, dan sah menurut hukum. Salah satu hal yang penting dalam tata kelola pemerintahan desa adalah pengelolaan aset desa. Aset ini bisa berupa uang, barang, atau segala bentuk kekayaan yang dimiliki desa. Namun, baru-baru ini muncul sebuah kasus yang mengundang perhatian masyarakat, di mana dugaan pemalsuan tanda tangan oleh Kepala Desa Lewuombanua, Fa'atulo Waruwu, menjadi bahan perbincangan.

Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Kepala Desa Lewuombanua terkait pengelolaan aset desa mengundang sorotan dan laporan ke Polres Nias. - Tiyarman Gulo

Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan

Pada tanggal 8 Januari 2025, Sabarudi Gulo alias Ama Jeki, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Lewuombanua, melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan kepada Polres Nias. Kasus ini berawal dari pembelian aset desa berupa laptop dan printer pada 30 Maret 2024 yang dilaporkan tidak melalui persetujuan atau pembahasan terlebih dahulu di dalam rapat BPD. Yang lebih mencurigakan, ada berita acara yang memuat tanda tangan anggota BPD yang diduga palsu.

Proses yang Terabaikan, Tidak Ada Rapat BPD!

Sabarudi Gulo mengungkapkan bahwa keputusan pembelian aset desa tersebut tidak pernah dibahas dalam rapat resmi BPD. "Kami, anggota BPD, tidak pernah diajak rapat untuk membahas hal ini. Tiba-tiba saja ada berita acara yang memuat tanda tangan kami," ujar Sabarudi. Tentu saja, ini menjadi masalah besar. Bagaimana bisa sebuah keputusan yang melibatkan anggaran desa sebesar itu diambil tanpa melibatkan pihak yang seharusnya berperan, yaitu BPD?

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 55 ayat (1), setiap keputusan yang diambil oleh Kepala Desa terkait pengelolaan aset desa harus melibatkan BPD. Hal ini bertujuan untuk menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam pengelolaan anggaran desa. Tanpa adanya rapat BPD yang sah, keputusan semacam ini bisa dianggap melanggar aturan yang berlaku.

Transparansi dalam Pengelolaan Aset Desa

Agri Helpin Zebua, Ketua DPW LSM KCBI Kepulauan Nias, mengingatkan bahwa tindakan Kepala Desa Lewuombanua tersebut jika terbukti benar telah melanggar sejumlah aturan perundang-undangan yang mengatur tata kelola pemerintahan desa. "Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 55, setiap keputusan yang melibatkan pengelolaan aset desa harus melibatkan musyawarah BPD yang sah," ujar Agri.

Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU Desa juga menyebutkan hal serupa, di mana pengelolaan aset desa harus melibatkan persetujuan dari BPD. Hal ini bertujuan agar setiap penggunaan anggaran desa dapat dipertanggungjawabkan dan tidak disalahgunakan. Pembelian aset yang dilakukan tanpa prosedur yang benar tentunya mengundang tanda tanya besar. Mengingat banyaknya anggaran yang terlibat, yaitu sebesar Rp 25.180.000, maka potensi kerugian yang bisa terjadi sangatlah besar.

Apa Sanksinya?

Jika dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut terbukti benar, Kepala Desa Lewuombanua bisa dijerat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 263 tentang pemalsuan tanda tangan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja memalsukan surat untuk dipergunakan sebagai surat yang asli dapat dikenakan sanksi pidana. Jadi, selain melanggar aturan pengelolaan aset desa, Kepala Desa juga bisa menghadapi sanksi pidana jika terbukti memalsukan tanda tangan BPD.

Selain itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, disebutkan bahwa setiap penggunaan anggaran desa harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Tindakan Kepala Desa yang mengabaikan prosedur ini bisa berpotensi merugikan masyarakat desa dan mengarah pada penyalahgunaan wewenang.

Langkah LSM KCBI

DPW LSM KCBI Kepulauan Nias sangat menyoroti kasus ini dan meminta agar Polres Nias segera menindaklanjuti laporan dengan transparan dan adil. "Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera memproses laporan ini dan memberikan sanksi yang tegas kepada pihak yang terbukti melanggar hukum," ungkap Agri Helpin Zebua.

LSM KCBI juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan anggaran desa. Proses pemerintahan desa harus dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa tetap terjaga.

Masyarakat Desa Berhak Mendapatkan Keputusan yang Adil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun