Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Full Time Blogger - SEO Specialist

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Indonesia dan Tantangan Pekerjaan Hijau

13 November 2024   15:45 Diperbarui: 13 November 2024   15:47 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia dan Tantangan Pekerjaan Hijau | dok. setneg.go.id

Worklife - Pernahkah kamu mendengar istilah green talent atau "tenaga kerja hijau"? Bisa jadi, kamu sudah familiar dengan tren pekerjaan yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan ini, tetapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan green talent dan mengapa topik ini sangat penting, apalagi menjelang 2050?

Dalam laporan terbaru yang dikeluarkan oleh LinkedIn, dijelaskan bahwa permintaan terhadap green talent tumbuh dua kali lebih cepat dibandingkan dengan pasokan tenaga kerja yang terampil di bidang ini. Artinya, ada banyak lowongan pekerjaan di sektor ekonomi hijau yang tak terisi, dan jika tren ini berlanjut, setengah dari pekerjaan di sektor ini bisa kekurangan tenaga kerja terampil pada 2050. Wah, itu angka yang cukup besar, bukan?

Nah, apa sih yang sebenarnya menyebabkan fenomena ini, dan mengapa kita perlu peduli? Mari kita gali lebih dalam!

"Kekurangan tenaga kerja hijau bisa mengancam pencapaian tujuan iklim pada 2050, dengan permintaan green talent meningkat pesat namun pasokan terbatas. "

Apa Itu Green Talent?

Sederhananya, green talent adalah mereka yang memiliki keterampilan atau keahlian di bidang yang berkaitan dengan lingkungan dan keberlanjutan. Ini termasuk pekerjaan di sektor energi terbarukan, pengelolaan limbah, pengurangan jejak karbon, hingga desain bangunan ramah lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, green jobs---pekerjaan yang berfokus pada pelestarian lingkungan---menjadi semakin penting di banyak sektor.

Contoh-contoh pekerjaan ini meliputi insinyur energi terbarukan, ahli dalam pengelolaan air, perancang bangunan berkelanjutan, hingga spesialis dalam pengurangan dampak lingkungan untuk perusahaan besar. Keberadaan pekerjaan semacam ini menjadi kunci dalam mencapai tujuan-tujuan iklim global, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga kelestarian alam.

Namun, meski permintaan untuk pekerjaan seperti ini semakin tinggi, kenyataannya, jumlah pekerja yang memenuhi syarat untuk mengisi posisi tersebut masih sangat terbatas.

Krisis Green Talent Menjelang 2050

Laporan LinkedIn yang baru-baru ini dirilis memperkirakan bahwa pada tahun 2050, hampir setengah dari pekerjaan yang ada di sektor ekonomi hijau---sektor yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan---akan kekurangan tenaga kerja terampil. Ini merupakan masalah besar, terutama jika kita ingin mencapai tujuan global terkait perubahan iklim yang telah disepakati dalam berbagai forum internasional.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Salah satu penyebab utama adalah ketidakseimbangan antara laju permintaan dan pasokan tenaga kerja dengan keterampilan ramah lingkungan. Berdasarkan data, permintaan untuk green talent meningkat 11,6 persen antara 2023 dan 2024, sementara pasokan tenaga kerja yang memiliki keterampilan tersebut hanya meningkat 5,6 persen.

Artinya, meskipun semakin banyak perusahaan dan organisasi yang membutuhkan tenaga kerja terampil di bidang keberlanjutan, jumlah pekerja yang memiliki keahlian tersebut tidak bertambah cukup cepat untuk mengimbangi permintaan.

Peran Sektor-sektor Utama dalam Ekonomi Hijau

Berdasarkan laporan tersebut, beberapa sektor penting menjadi pemain utama dalam kebutuhan akan green talent. Sektor energi terbarukan, misalnya, mengalami ekspansi pesat, dengan permintaan untuk pekerja yang memiliki keahlian di bidang ini meningkat tajam. Sektor utilitas (seperti listrik dan air) bahkan memimpin dengan 23,1 persen lowongan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan keberlanjutan.

Sektor konstruksi, yang selama ini dikenal sebagai penyumbang emisi global terbesar, juga menunjukkan peningkatan signifikan dalam permintaan akan tenaga kerja dengan keterampilan ramah lingkungan. Mereka tengah berusaha keras untuk berinvestasi dalam proyek-proyek hijau dan mengurangi jejak karbon dari kegiatan mereka. Sektor ini saja berkontribusi 37 persen dari emisi global.

Sektor manufaktur juga ikut merasakan dampaknya. Banyak perusahaan yang kini berupaya mendekarbonisasi produk dan rantai pasokan mereka, yang tentu saja membutuhkan pekerja dengan keahlian terkait keberlanjutan.

Yang menarik adalah sektor teknologi, informasi, dan media, yang mengalami lonjakan permintaan terbesar---hingga 60 persen---dalam hal lowongan pekerjaan yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, perusahaan teknologi besar semakin banyak yang mengembangkan produk dan solusi yang berorientasi pada keberlanjutan. Mereka membutuhkan tenaga ahli yang tidak hanya paham teknologi, tetapi juga mengerti bagaimana teknologi tersebut bisa membantu menyelesaikan masalah lingkungan.

Kesulitan dalam Mengisi Pekerjaan Hijau: Ketimpangan Gender dan Generasi

Sayangnya, meskipun ada minat yang besar dari masyarakat terhadap pekerjaan ramah lingkungan, kenyataannya perempuan dan generasi muda, khususnya Gen Z, cenderung kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk mengisi posisi-posisi tersebut.

Fakta menarik dari laporan ini adalah hanya satu dari sepuluh perempuan yang memiliki keterampilan ramah lingkungan, sementara hampir satu dari lima laki-laki lebih cenderung memiliki keterampilan tersebut. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan gender yang perlu diperbaiki agar peluang bagi perempuan dalam sektor pekerjaan hijau bisa lebih besar.

Sementara itu, meskipun Generasi Z menunjukkan minat yang besar terhadap pekerjaan ramah lingkungan---dengan 61 persen dari mereka mengaku ingin bekerja di sektor ini dalam lima tahun ke depan---realitanya, hanya satu dari sepuluh orang di Gen Z yang akan siap dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja di bidang ini. Ini tentu menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan dan pelatihan kerja untuk menyiapkan generasi muda agar bisa memenuhi kebutuhan tenaga kerja hijau di masa depan.

Mengapa Kita Harus Peduli?

Laporan ini menunjukkan dengan jelas bahwa kita berada di persimpangan jalan yang penting. Jika tidak ada upaya serius untuk mempercepat pelatihan dan pengembangan keterampilan di bidang keberlanjutan, tujuan iklim global yang telah disepakati---termasuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai net zero---dapat terancam gagal.

Jika setengah dari pekerjaan ekonomi hijau pada 2050 tidak terisi, bukan hanya akan berdampak pada industri dan ekonomi global, tetapi juga bisa menghambat upaya-upaya pelestarian lingkungan yang sangat kita butuhkan di tengah krisis iklim ini. Bagaimana kita bisa mencapainya jika tidak ada tenaga kerja terampil yang bisa menggerakkan perubahan tersebut?

Oleh karena itu, penting bagi kita semua---baik pemerintah, perusahaan, maupun individu---untuk berperan serta dalam mendukung perkembangan green talent. Perusahaan perlu memperluas program pelatihan keterampilan berkelanjutan, pemerintah bisa lebih mengutamakan pendidikan dan kebijakan yang mendukung pekerjaan hijau, dan masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya berkontribusi pada ekonomi hijau.

Solusi untuk Mengisi Kekosongan Green Talent

Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi krisis ini. Yang pertama adalah peningkatan akses pendidikan dan pelatihan bagi generasi muda, terutama dalam bidang keberlanjutan dan teknologi ramah lingkungan. Program pelatihan ini tidak hanya terbatas pada perguruan tinggi, tetapi juga bisa dilakukan melalui kursus atau pelatihan singkat yang langsung mengarah pada keahlian yang dibutuhkan di pasar kerja.

Kedua, pemerintah dan perusahaan perlu bekerja sama untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pekerjaan hijau, termasuk insentif bagi perusahaan yang memprioritaskan keberlanjutan dalam operasi mereka. Ini bisa mencakup berbagai kebijakan, dari subsidi energi terbarukan hingga investasi dalam inovasi hijau.

Ketiga, penting untuk memperhatikan keseimbangan gender dalam pengembangan green talent. Perempuan harus diberi lebih banyak kesempatan untuk mengakses pelatihan di bidang-bidang ini, mengingat potensi mereka yang besar dalam menciptakan perubahan positif di sektor keberlanjutan.

Menghadapi Tantangan Bersama

Menghadapi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan, tantangan terbesar kita bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal keterampilan. Jika kita tidak siap dengan tenaga kerja yang terampil dan cukup jumlahnya, kita bisa kehilangan momentum dalam upaya mencapai tujuan iklim global.

Jadi, apakah kamu siap untuk menjadi bagian dari solusi? Dunia sedang membutuhkan lebih banyak green talent, dan mungkin saja, kamu adalah salah satu orang yang bisa mengisi posisi tersebut di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun