Worklife - Pernahkah kamu mendengar istilah green talent atau "tenaga kerja hijau"? Bisa jadi, kamu sudah familiar dengan tren pekerjaan yang berfokus pada keberlanjutan lingkungan ini, tetapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan green talent dan mengapa topik ini sangat penting, apalagi menjelang 2050?
Dalam laporan terbaru yang dikeluarkan oleh LinkedIn, dijelaskan bahwa permintaan terhadap green talent tumbuh dua kali lebih cepat dibandingkan dengan pasokan tenaga kerja yang terampil di bidang ini. Artinya, ada banyak lowongan pekerjaan di sektor ekonomi hijau yang tak terisi, dan jika tren ini berlanjut, setengah dari pekerjaan di sektor ini bisa kekurangan tenaga kerja terampil pada 2050. Wah, itu angka yang cukup besar, bukan?
Nah, apa sih yang sebenarnya menyebabkan fenomena ini, dan mengapa kita perlu peduli? Mari kita gali lebih dalam!
"Kekurangan tenaga kerja hijau bisa mengancam pencapaian tujuan iklim pada 2050, dengan permintaan green talent meningkat pesat namun pasokan terbatas. "
Apa Itu Green Talent?
Sederhananya, green talent adalah mereka yang memiliki keterampilan atau keahlian di bidang yang berkaitan dengan lingkungan dan keberlanjutan. Ini termasuk pekerjaan di sektor energi terbarukan, pengelolaan limbah, pengurangan jejak karbon, hingga desain bangunan ramah lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, green jobs---pekerjaan yang berfokus pada pelestarian lingkungan---menjadi semakin penting di banyak sektor.
Contoh-contoh pekerjaan ini meliputi insinyur energi terbarukan, ahli dalam pengelolaan air, perancang bangunan berkelanjutan, hingga spesialis dalam pengurangan dampak lingkungan untuk perusahaan besar. Keberadaan pekerjaan semacam ini menjadi kunci dalam mencapai tujuan-tujuan iklim global, seperti mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjaga kelestarian alam.
Namun, meski permintaan untuk pekerjaan seperti ini semakin tinggi, kenyataannya, jumlah pekerja yang memenuhi syarat untuk mengisi posisi tersebut masih sangat terbatas.
Krisis Green Talent Menjelang 2050
Laporan LinkedIn yang baru-baru ini dirilis memperkirakan bahwa pada tahun 2050, hampir setengah dari pekerjaan yang ada di sektor ekonomi hijau---sektor yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan---akan kekurangan tenaga kerja terampil. Ini merupakan masalah besar, terutama jika kita ingin mencapai tujuan global terkait perubahan iklim yang telah disepakati dalam berbagai forum internasional.
Kenapa hal ini bisa terjadi? Salah satu penyebab utama adalah ketidakseimbangan antara laju permintaan dan pasokan tenaga kerja dengan keterampilan ramah lingkungan. Berdasarkan data, permintaan untuk green talent meningkat 11,6 persen antara 2023 dan 2024, sementara pasokan tenaga kerja yang memiliki keterampilan tersebut hanya meningkat 5,6 persen.
Artinya, meskipun semakin banyak perusahaan dan organisasi yang membutuhkan tenaga kerja terampil di bidang keberlanjutan, jumlah pekerja yang memiliki keahlian tersebut tidak bertambah cukup cepat untuk mengimbangi permintaan.
Peran Sektor-sektor Utama dalam Ekonomi Hijau
Berdasarkan laporan tersebut, beberapa sektor penting menjadi pemain utama dalam kebutuhan akan green talent. Sektor energi terbarukan, misalnya, mengalami ekspansi pesat, dengan permintaan untuk pekerja yang memiliki keahlian di bidang ini meningkat tajam. Sektor utilitas (seperti listrik dan air) bahkan memimpin dengan 23,1 persen lowongan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan keberlanjutan.