Mohon tunggu...
Tiyara27
Tiyara27 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Magister Program Studi Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga

Mahasiswi Prodi Bahasa dan Sastra, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Hobi: membaca buku fiksi dan non-fiksi, terutama yang mengangkat isu mental, pendidikan, perempuan, sosial dan budaya. Selain itu, nonton drama Korea yang bergenre thriller dan menulis sajak-sajak.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nafar: Profesi Membangunkan Sahur Asal Maroko Terancam Punah

12 Juni 2024   10:05 Diperbarui: 12 Juni 2024   10:33 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramadhan merupakan bulan suci yang kehadirannya dinanti-nantikan oleh umat Islam di seluruh dunia. kehadirannya sangat dinantikan, karena bulan ini amat mulia dan istimewa, setiap amal ibadah yang dilakukan di bulan ini akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Tidak hanya itu, Selama bulan Ramadan kita akan menjumpai banyak tradisi dari berbagai negara di dunia. Mulai dari ngabuburit dan berburu takjil di Indonesia, buka bersama, Fanous atau menyalakan lentera di Mesir, padusan di Jawa, Chand Raat di Pakistan, dan lain sebaginya.

Salah satu tradisi menarik yang juga hanya ada pada bulan ramadan adalah "Nafar". Nafar merupakan tradisi membangunkan sahur asal Maroko. Nafar disebut juga dengan musaharati, yaitu orang-orang yang berjalan mengelilingi kampung atau komplek sambil membawa alat musik untuk membangunkan sahur. 

Nafar mirip dengan tradisi membangunkan sahur di Turki. Namun, terdapat perbedaan pada alat musik yang digunakan. Di Turki, mereka membangunkan sahur dengan memukul drum. Sedangkan di Maroko, para Nafar menggunakan alat musik tiup yang disebut dengan gandora. 

Tidak seperti tradisi membangunkan sahur di Indonesia, di Maroko Nafar menjadi sebuah profesi. Nafar ini dipilih langsung oleh warga sekitar. Seorang Nafar melakukan profesinya dengan  menggunakan alat musik dan pakaian khusus. Nafar bekerja dengan mengenakan pakaian tradisional Maroko yang terdiri dari Jalabiya, sejenis jubah atau gamis, dan tarboush kopiah asal Maroko. 

Selain itu, mereka juga mengenakan sandal kulit yang disebut dengan bulgah, serta dilengkapi dengan kaus kaki putih. Nafar berkeliling komplek sambil meniupkan gandora, sejenis alat musik tradisional Maroko.  Gandora ini mirip dengan terompet, tapi memiliki ukuran yang lebih panjang. Tidak hanya meniupkan gandora, terkadang Nafar memanggil nama salah satu keluarga untuk bangun makan sahur.

Nafar sudah ada sejak beberapa abad yang lalu. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa Nafar muncul seiring penyebaran agama Islam di Maroko. Nafar diduga sebagai hasil akulturasi dengan beberapa budaya lainnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa tradisi membangunkan sahur yang mirip dengan nafar. Seperti tradisi membangunkan sahur yang ada di Mesir, Suriah dan Turki.

Pada era pra-modern, Nafar sangat dibutuhkan oleh orang-orang Maroko. Saat itu mereka belum memiliki alarm atau pengingat modern seperti sekarang. Sehingga mereka membutuhkan para nafar untuk membangunkan mereka sahur, dengan cara-cara tradisional.  

Di Maroko, nafar merupakan pekerjaan yang mulia. Karena membangunkan orang untuk makan sahur yang siang harinya akan berpuasa. Nafar merupakan sebuah warisan budaya. 

Namun, seiring perkembangan zaman, profesi Nafar mulai tersisihkan dan terancam punah. Profesi Nafar sudah tidak terlalu dibutuhkan, karena tergantikan dengan teknologi yang sudah ada. Bahkan sebagian lingkungan kelas atas tidak menerima kehadiran Nafar, karena mereka telah memiliki handphone dan jam weker yang mereka gunakan untuk membangunkan sahur. 

Mereka merasa tertanggu dengan kehadiran Nafar. kehadiran Nafar dianggap menggangu waktu istirahat mereka karena suara gandora yang cukup keras dan bising. Kendati demikian, di kota tua atau daerah perdesaan, masyarakat masih membutuhkan Nafar untuk membangunkan mereka sahur. 

Dilangsir dari akun Instagram @aljazeeramubasher, Jasen El Fezouati Seorang penduduk Kota Tua mengatakan, para pemuda yang bekerja dalam profesi "Nafar" dan terus bekerja di dalamnya adalah bukti hubungan kita untuk memberi mereka arti penting agar profesi ini tidak punah.

Dilangsir dari sumber yang sama, Naufal Boukhris yang berprofesi sebagai seorang nafar juga bertekad untuk tetap melestarikan warisan budaya negaranya. Naufal mengatakan, bahwa ia mewarisi pekerjaan nafar sejak ia masih menjadi buruh di sudut kota, ia ingin melanjutkan pekerjaan tersebut di bulan Ramadan dan mewariskannya kepada generasi mendatang. Naufal bertekad untuk tetap melestarikan Nafar di bulan Ramadan, karena melalui pekerjaan tersebut ia akan mendapat pahala yang besar dari Allah dan juga manusia.

Meskipun nafar masih ada di Maroko sekarang, tetapi tidak seperti pada masa sebelum modern. Nafar yang ada sekarang kebanyakan hanya sebagai bentuk tradisi dan warisan budaya. Karena profesi nafar sudah tidak lagi terlalu dibutuhkan dan telah tergantikan dengan teknologi yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun