Mohon tunggu...
Tiya Nurfitri Ningsih
Tiya Nurfitri Ningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa in UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2000002026

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seberapa Penting Edukasi Seks untuk Anak Berkebutuhan Khusus?

17 Juli 2022   23:50 Diperbarui: 18 Juli 2022   11:57 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maraknya pelecehan seksual terhadap anak membuat tingkat kekhawatiran orang tua meningkat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melaporkan kasus pelecehan seksual pada anak tercatat ada 797 korban dari Januari hingga Maret 2022 (Kompas.com). Dari banyaknya kasus tersebut beberapa merupakan anak berkebutuhan khusus. Yang di mana anak berkebutuhan khusus ialah salah satu kelompok yang rentan menjadi korban kejahatan.

Mengapa anak berkebutuhan khusus rentan menjadi korban kejahatan? Karena mereka memiliki keterbatasan mental, emosi atau fisik sehingga mudah dimanipulasi. Oleh sebab itu, selayaknya anak-anak normal pada umumnya, pendidikan seksual sebaiknya diberikan sejak dini pula pada anak berkebutuhan khusus atau disabilitas.

Masih tabunya pengenalan pendidikan seksual untuk anak, terutama pada anak disabilitas dikarenakan banyak yang mengira bahwa mereka tidak memiliki perkembangan seksualitas. Mereka hanya dianggap memiliki sifat kekanak-kanakan serta sangat tergantung pada orang lain. Padahal secara fisiologis dan psikis mengalami  perkembangan seksual yang normal seperti anak pada umumnya. Maka dari itu, edukasi seksual sangat penting untuk anak berkebutuhan khusus.

Pengetahuan tentang seks idealnya diberikan sejak usia dini pada anak baik melalui pendidikan formal maupun informal, baik pada anak normal maupun mereka yang berkebutuhan khusus (FRawley, 2019). Orang tua merupakan madrasah pertama yang dapat memberikan pendidikan seksual pada anak. Tepatnya ketika anak mulai bertanya tentang perbedaan jenis kelamin. Pendidikan seksual diberikan dengan tujuan anak memahami tentang tubuh, mengetahui tentang otoritas diri atas tubuhnya serta menghormati hak dan tubuh orang lain. Anak juga diharapkan mampu memahami cara menjaga anggota tubuhnya, dari segi kesehatan, keamanan dan keselamatan, serta cara menghindari kejahatan seksual.

Kejahatan seksual pada anak juga sering disebut child sex abuse, di mana ketika anak merasa tidak nyaman ketika dijadikan alat untuk kepuasan seksual orang dewasa atau remaja, baik berupa fisik maupun lewat ucapan.  Mengingat bahwa child sex abuse tidak memandang anak normal maupun berkebutuhan khusus, bisa terjadi dimanapun dan oleh siapapun. Mengungkapkan bahwa korban pelecehan seksual dapat berasal dari berbagai tingkat sosial, ekonomi, dan usia, baik perempuan maupun laki-laki (Bolen, Cecen & Hasirci, 2013).

Meskipun lebih banyak anak perempuan daripada anak laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual, keamanan dan keselamatan tetap harus diperoleh setiap anak. Pendidikan seksual yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus bisa melalui media pembelajaran audio visual, modusesksi, dan metode sosiodrama atau main peran.  Ketiga cara ini sudah dibuktikan dengan penelitian yang menunjukkan peningkatan pengetahuan dan keterampilan anak tentang pendidikan seksual.

Pendidikan seksual melalui media pembelajaran audio visual untuk anak berkebutuhan khusus diteliti pada tahun 2022. Pembelajaran untuk akan maksimal ketika informasi yang diberikan melalui gambar atau foto dengan bahasa yang sederhana dan disertai teks tertulis maupun bahasa isyarat sehingga lebih mudah dipahami oleh anak berkebutuhan khusus. Pembelajaran ini berfokus pada kata kunci dengan kategori pengalaman tentang pelecehan seksual dengan area tubuh sensitif, foto dan kata tidak senonoh, tidak nyaman dan menghindar dengan cara lari, berteriak, dan melaporkan kepada orang tua. Salah satu tema pembelajaran yang bisa dikembangkan adalah "Kesehatan dan Keselamatanku".

Tema kesehatan dan keselamatanku juga bisa digunakan pada pendidikan seksual melalui moduseksi. Moduseksi adalah modul pembelajaran seksual edukasi untuk anak berkebutuhan khusus dalam bentuk materi, gambar, video dan assessment dengan bahasa yang mudah serta contoh yang konkret. 

Model pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang gender, pelecehan seksual, dan sebagai bentuk pencegahan agar anak tidak mengalami masalah yang sama ketika anak harus menghadapi gangguan seperti pelecehan seksual. Disamping untuk menambah pengetahuan anak, moduseksi juga dapat membantu guru di sekolah serta orang tua lebih mudah dalam mengajarkan seksual edukasi dengan ketentuan dan batasan usia serta kekhususan batasan yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Kebutuhan setiap anak berbeda beda, apalagi untuk anak berkebutuhan khusus yang sudah beranjak remaja. Pada masa remaja seperti yang kita ketahui bersama, akan ada perubahan secara fisik dan kematangan pada hormon. Masa ini sebut periode pubertas pada tahap remaja awal. Dorongan seksual akan muncul disetiap individu pada masa ini, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus.

Sehubungan dengan adanya periode pubertas yang dialami remaja berkebutuhan khusus sering kali menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah masalah sosial. Masalah sosial yang sering terjadi adalah anak menyentuh organ vital atau alat kelamin, mengangkat rok, memainkan alat kelamin untuk mencapai kepuasan di tempat umum, membuka baju atau celana di tempat umum, menyentuh orang lain secara sembarangan, bahkan memeluk orang lain secara mendadak. 

Karena kurangnya kontrol diri seperti itu menyebabkan anak mudah dijadikan korban pelecehan seksual. Upaya pencegahan pelecehan seksual untuk remaja berkebutuhan khusus dapat diberikan melalui pendidikan seksual secara terus menerus, baik dari guru apalagi orang tua.

Salah satu cara untuk memberikan pendidikan seksual dapat melalui metode sosiodrama atau main peran. Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan permasalahan sosial yang menyangkut hubungan antara manusia. Metode ini dilakukan dalam pembelajaran visual, di mana pembelajaran dikembangkan melalui imajinasi, pemahaman dan penghayatan anak dengan masalah-masalah sosial yang ada disekitarnya. Diharapkan dari metode ini anak memperoleh kemampuan pemecahan masalah, komunikatif, kerja sama, dan dapat menginterpresentasikan suatu kejadian melalui main peran.

Itulah beberapa metode yang bisa digunakan untuk pendidikan seksual pada anak berkebutuhan khusus. Lalu peran guru seperti apa yang dapat mengantisipasi terjadinya pelecehan seksual terhadap anak berkebutuhan khusus? Menurut KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Yang mana tindakan tersebut memiliki tanggung jawab terhadap hal-hal yang harus dilakukan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya pada jabatan tertentu.

Guru merupakan jabatan yang diamanahi untuk mendidik dan mengajar. Seperti yang tercantum pada UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di pasal 1 ayat 1 berisi bahwa guru adalah pendidik profesional yang tugas utamanya yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik di lembaga formal baik sekolah dasar, sekolah menengah dan juga pendidikan usia dini. Pendidikan dapat ditempuh setiap warga negara tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus yang mengacu pada Undang-Undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1. Disamping UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 juga berkaitan dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus, yang disebutkan bahwa: "pendidikan khusus merupakan pendidikan karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial (Effendi, 2006: 1).

Keterbatasan yang disebutkan pada UU Sistem Pendidikan Nasional tersebut membuat peran guru untuk anak berkebutuhan khusus harus lebih daripada guru yang mengajar pada sekolah biasa. Dimana setiap anak memiliki kelainan yang berbeda-beda dan cara penangan yang berbeda pula. Peran guru bagi anak kebetuhan khusus meliputi informator, organisator, motivator, inisiator dan fasilitator serta upaya guru dalam membimbing peserta didiknya agar dapat mencapai kemandirian dan bisa melindungi dirinya.

Menurut Warati, kemandirian adalah suatu sikap, sifat ataupun kondisi yang mampu untuk melakukan sesuatu yang biasa dilakukan tanpa memerlukan bantuan orang lain. Jika anak telah mampu mengatasi masalah atau kesulitan dalam kehidupan sehari-harinya maka anak dianggap telah mandiri. Yang dimana kemandirianlah yang menjadi kunci utama bagi anak berkebutuhan khusus dalam mengatasi masalah atau kesulitannya.

Program pendidikan seksual yang dapat dilakukan oleh guru pada anak berkebutuhan khusus tidak hanya untuk mengantisipasi pelecehan seksual saja, namun lebih dari itu untuk mencapai kemandirian anak. Program ini disebut dengan program pengembangan diri, antara lain :

  • Keterampilan merawat diri, dimana anak akan diajarkan cara menjaga kebersihan badan hingga ke alat vital.
  • Keterampilan menjaga keselamatan dan kesehatan, dimana anak akan diajarkan cara menjaga kesehatan tubuh dan diberikan  pengetahuan mengenai mana tindakan kejahatan dan cara menghindarinya.
  • Keterampilan berkomunikasi, dimana anak akan diajarkan cara berkomunikasi dengan baik dan benar baik secara verbal (bahasa isyarat) maupun non verbal.
  • Keterampilan bersosialisasi, dimana anak akan diajarkan cara bersosialisasi yang baik dan benar serta diberikan pengetahuan tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika bersosialisasi.
  • Keterampilan kerja, dimana anak akan diajarkan keterampilan-keterampilan kerja yang bertujuan agar setelah lulus peserta didik memiliki kemampuan atau keterampilan untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (Kustawan dan Lisnanawati, 2014: 8).
  • Keterampilan waktu luang, dimana anak akan diajarkan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya yang diisi dengan kegiatan kreatif dan bermanfaat.
  • Keterampilan kemandirian, dimana anak diajarkan untuk mampu melakukan kegiatan tersebut dengan mandiri.

Tujuh program tersebut diharapkan dapat membantu guru dalam mengoptimalkan kemampuan anak untuk mencegah pelecehan seksual pada anak berkebutuhan khusus. Semoga artikel ini dapat membuka wawasan dan pengetahuan tentang seputar pendidikan seksual untuk anak berkebutuhan khusus.

Referensi :

                Sekertariat GTK. 2018. "Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen", GTK KEMENDIKBUDRISTEK 2022 (kemdikbud.go.id), diakses pada 17 Juli 2022 pukul 19.00.

                Yanuarti dkk. 2019. Peningkatan Pengetahuan Anak Berkebutuhan Khusus tentang Pendidikan Seks Usia Pubertas melalui Metode Sosiodrama di Bekasi Selatan, dari STIKES Abdi Nusantara.

                Massuhartono & Putri, S.Q. 2020. Peran Guru dalam Mengantisipasi Terjadinya Pelecehan Seksual Terhadap Tunagrahita Ringan, dari Universitas Islam Negri STS Jambi.

                Suntari dkk. 2022. Media Edukasi untuk Meningkatkan Pengetahuan Anak Tuna Rungu tentang Perlindungan Keselamatan dan Keamanan Seksual, dari Poltekkes Kemenkes Denpasar.

                Machmudah dkk. 2021. Pengembangan Moduseksi untuk Anak Retardasi Mental sebagai Upaya Preventif Pelecehan Seksual, dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun