Mohon tunggu...
Tiya Nurfitri Ningsih
Tiya Nurfitri Ningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa in UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2000002026

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seberapa Penting Edukasi Seks untuk Anak Berkebutuhan Khusus?

17 Juli 2022   23:50 Diperbarui: 18 Juli 2022   11:57 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena kurangnya kontrol diri seperti itu menyebabkan anak mudah dijadikan korban pelecehan seksual. Upaya pencegahan pelecehan seksual untuk remaja berkebutuhan khusus dapat diberikan melalui pendidikan seksual secara terus menerus, baik dari guru apalagi orang tua.

Salah satu cara untuk memberikan pendidikan seksual dapat melalui metode sosiodrama atau main peran. Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan permasalahan sosial yang menyangkut hubungan antara manusia. Metode ini dilakukan dalam pembelajaran visual, di mana pembelajaran dikembangkan melalui imajinasi, pemahaman dan penghayatan anak dengan masalah-masalah sosial yang ada disekitarnya. Diharapkan dari metode ini anak memperoleh kemampuan pemecahan masalah, komunikatif, kerja sama, dan dapat menginterpresentasikan suatu kejadian melalui main peran.

Itulah beberapa metode yang bisa digunakan untuk pendidikan seksual pada anak berkebutuhan khusus. Lalu peran guru seperti apa yang dapat mengantisipasi terjadinya pelecehan seksual terhadap anak berkebutuhan khusus? Menurut KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Yang mana tindakan tersebut memiliki tanggung jawab terhadap hal-hal yang harus dilakukan oleh seseorang sesuai dengan tugas dan fungsinya pada jabatan tertentu.

Guru merupakan jabatan yang diamanahi untuk mendidik dan mengajar. Seperti yang tercantum pada UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di pasal 1 ayat 1 berisi bahwa guru adalah pendidik profesional yang tugas utamanya yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik di lembaga formal baik sekolah dasar, sekolah menengah dan juga pendidikan usia dini. Pendidikan dapat ditempuh setiap warga negara tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus yang mengacu pada Undang-Undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1. Disamping UUD 1945, UU Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 juga berkaitan dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus, yang disebutkan bahwa: "pendidikan khusus merupakan pendidikan karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial (Effendi, 2006: 1).

Keterbatasan yang disebutkan pada UU Sistem Pendidikan Nasional tersebut membuat peran guru untuk anak berkebutuhan khusus harus lebih daripada guru yang mengajar pada sekolah biasa. Dimana setiap anak memiliki kelainan yang berbeda-beda dan cara penangan yang berbeda pula. Peran guru bagi anak kebetuhan khusus meliputi informator, organisator, motivator, inisiator dan fasilitator serta upaya guru dalam membimbing peserta didiknya agar dapat mencapai kemandirian dan bisa melindungi dirinya.

Menurut Warati, kemandirian adalah suatu sikap, sifat ataupun kondisi yang mampu untuk melakukan sesuatu yang biasa dilakukan tanpa memerlukan bantuan orang lain. Jika anak telah mampu mengatasi masalah atau kesulitan dalam kehidupan sehari-harinya maka anak dianggap telah mandiri. Yang dimana kemandirianlah yang menjadi kunci utama bagi anak berkebutuhan khusus dalam mengatasi masalah atau kesulitannya.

Program pendidikan seksual yang dapat dilakukan oleh guru pada anak berkebutuhan khusus tidak hanya untuk mengantisipasi pelecehan seksual saja, namun lebih dari itu untuk mencapai kemandirian anak. Program ini disebut dengan program pengembangan diri, antara lain :

  • Keterampilan merawat diri, dimana anak akan diajarkan cara menjaga kebersihan badan hingga ke alat vital.
  • Keterampilan menjaga keselamatan dan kesehatan, dimana anak akan diajarkan cara menjaga kesehatan tubuh dan diberikan  pengetahuan mengenai mana tindakan kejahatan dan cara menghindarinya.
  • Keterampilan berkomunikasi, dimana anak akan diajarkan cara berkomunikasi dengan baik dan benar baik secara verbal (bahasa isyarat) maupun non verbal.
  • Keterampilan bersosialisasi, dimana anak akan diajarkan cara bersosialisasi yang baik dan benar serta diberikan pengetahuan tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika bersosialisasi.
  • Keterampilan kerja, dimana anak akan diajarkan keterampilan-keterampilan kerja yang bertujuan agar setelah lulus peserta didik memiliki kemampuan atau keterampilan untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (Kustawan dan Lisnanawati, 2014: 8).
  • Keterampilan waktu luang, dimana anak akan diajarkan untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya yang diisi dengan kegiatan kreatif dan bermanfaat.
  • Keterampilan kemandirian, dimana anak diajarkan untuk mampu melakukan kegiatan tersebut dengan mandiri.

Tujuh program tersebut diharapkan dapat membantu guru dalam mengoptimalkan kemampuan anak untuk mencegah pelecehan seksual pada anak berkebutuhan khusus. Semoga artikel ini dapat membuka wawasan dan pengetahuan tentang seputar pendidikan seksual untuk anak berkebutuhan khusus.

Referensi :

                Sekertariat GTK. 2018. "Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen", GTK KEMENDIKBUDRISTEK 2022 (kemdikbud.go.id), diakses pada 17 Juli 2022 pukul 19.00.

                Yanuarti dkk. 2019. Peningkatan Pengetahuan Anak Berkebutuhan Khusus tentang Pendidikan Seks Usia Pubertas melalui Metode Sosiodrama di Bekasi Selatan, dari STIKES Abdi Nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun