Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bapak Yosep Andriyana: Berbagi Bubur Setiap Pagi sebagai Jalan Menuju Berkah Rizki

29 Juli 2021   10:53 Diperbarui: 29 Juli 2021   11:17 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap hari, Pak Yosep mampu menjual sebanyak 1kg bubur atau berkisar 30 hingga 35 porsi. Pada saat jualannya ramai, beliau pernah menjual sampai 2,5kg dalam sehari. Namun, dalam masa PPKM ini beliau kembali pada takaran 1kg bubur saja. Biasanya, Pak Yosep berjualan di dekat Halte Pasar Sambi dari mulai pukul setengah enam pagi sampai dengan pukul sembilan.


Alhamdulillahnya, kalau jualan sendiri begini bisa atur waktu sebebasnya. Tidak perlu kejar setoran, jadi mau banyak atau sedikitkah porsi yang dijual pun bisa semau kita. Selain itu bisa dicicil seperti menggoreng dan membungkus kerupuknya, tinggal malamnya saja meracik bubur,


ungkap Pak Yosep.

Satu hal menyentuh hati, setiap pagi sebelum berangkat berjualan Pak Yosep selalu menyisihkan beberapa porsi buburnya untuk diantarkan ke rumah-rumah tetangga secara bergiliran. Hal ini dilakukan oleh beliau sebagai jalan sedekah yang diharap bisa menjaga usahanya agar senantiasa diberikan kelapangan oleh Sang Kuasa.

Setiap pagi, meskipun satu atau dua porsi (bubur dibagikan). Harapan saya sederhana. Ketika berbagi, saya selalu minta doa. Kita tidak tahu di antara kita siapa doanya yang paling didengar. Barangkali saya beri mereka seporsi bubur, mereka beri saya doa. Lalu ada doa baik di antara mereka yang diijabah oleh Allah kemudian akan menjadi satu keberkahan untuk dagangan saya.


Pertemuanku dengan Pak Yosep kali ini tak hanya membuka mata mengenai kegigihan berusaha akan tetapi juga membuatku kembali teringat bahwa sesungguhnya nikmat dalam bekerja bukan ditakar dari banyak sedikitnya  harta yang mampu kita kumpulkan di dunia akan tetapi dari seberapa besar keberkahan yang dikandungnya. Rizki yang berkah bukan sebatas memenuhkan dan mencukupkan, rizki itu hadir membawa seikat ketenangan. Dalam mencari, kita sering kali melupakan Sang Pemberi. Dalam berusaha, sering kali kita lupa kepada siapakah sesungguhnya Sang Pemunya. Kini kurasa, sudah saatnya kubersihkan cermin dan mulai berkaca.

Catatan pribadiku terisi lagi dengan satu koleksi warna pena baru. Pelajaran lain pun menunggu. Rasanya, jadi bersemangat menemukan cerita-cerita berikutnya. Terima kasih telah singgah, semoga tulisanku kali ini membawa kebaikan yang indah. Sampai jumpa lagi, (TF).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun