Mohon tunggu...
Tivana Fachrian
Tivana Fachrian Mohon Tunggu... Seniman - Coupleblogger

We wilt have poetry in our life. And adventure. And love. Love above all!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fanatisme dan Narcissistic Personality Disorder: Terorisme dalam Tinjauan Psikologi

29 Maret 2021   23:22 Diperbarui: 29 Maret 2021   23:47 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Terorisme | Sumber: depositphotos.com

 

Gejala-gejala tersebut sering kali ditampakkan oleh para pelaku terorisme. Orang-orang dengan fanatisme agama atau keyakinan secara berlebihan ini biasanya telah menerima doktrin-doktrin mengenai ajaran "agama" yang dianutnya; padahal, ajaran yang mereka terima tidak sesuai dengan kebenaran syariat dan bahkan bertentangan.

Belajar melalui pengakuan sang mantan narapidana kasus terorisme Yudi Zulfachri, dia mengungkapkan pola-pola doktrin yang diajarkan dalam terorisme. Pertama, para pelaku terorisme biasanya dijejali dengan "doktrin tauhid", dipinta untuk melakukan pembuktian dan ditekankan bahwa syahadat-syahadat mereka belum tentu diterima. Dengan doktrin ini, tentu saja orang-orang yang tengah mencari Tuhan akan bertanya-tanya bagaimana caranya mereka bisa mendapatkan jalan terbaik menuju Tuhannya.

Selanjutnya, Yudi menjelaskan bahwa dalam keadaan tersebut, disisipkanlah doktrin-doktrin berikutnya yang mengajarkan bahwa kebencian serta permusuhan merupakan syarat dari keimanan. Contoh hasil dari doktrin ini adalah aksi teror di tiga gereja di Surabaya, Rusunawa di Sidoarjo dan Mapolda Riau. Masyarakat yang terdoktrin biasanya akan cenderung kehilangan akal sehat. Dapat dilihat dari dilibatkannya anak-anak dalam aksi teror 3 gereja Surabaya.

Berangkat dari fanatisme terhadap kepercayaan yang telah didoktrinasi tersebut, muncullah narsistik dalam diri teroris. Secara klinis, narsisme dalam tingkat ekstrim merupakan sebuah gangguan mental yang termasuk dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), dalam psikologi dikenal dengan sebutan Narcissistic Personality Disorder yakni pola berkepanjangan akan perasaan megah, kebutuhan untuk dikagumi serta kurangnya rasa empati, (American Psychiatric Association, 2013).

Sebagai gejala, seseorang dengan Narcissistic Personality Disorder akan melebih-lebihkan kemampuan diri mereka di atas kemampuan sebenarnya, mereka beranggapan diri mereka layak serta memiliki dorongan untuk melakukan tindakan yang berbeda dari orang-orang serta merasa layak mendapat perlakuan istimewa, mereka juga cenderung memiliki perasaan menginginkan pujian, menggunakan atau memanfaatkan orang lain, sedikit empati, serta rentan mengalami depresi akibat kesukaran mereka menepati ekspektasi mereka terhadap diri sendiri, (Barlow dan Durand, 2012).

Sedangkan diungkapkan oleh Nevid, dkk. (2005), individu dengan kepribadian narsistik cenderung terpaku pada fantasi akan keberhasilan serta kekuasaan, cinta yang ideal, atau pengakuan atas kecerdasan atau daya tarik mereka.

Dari ciri tersebut, apabila dihubungkan antar ketiganya; (1) tindakan terorisme sebagai akibat dari terpeliharanya fanatisme dan (2) diperkuat dengan kesaksian Yudi Zulfachri yang menyatakan pola-pola doktrin yang diajarkan dalam terorisme, dapat kita tarik benang kepada perihal ketiga bahwa (3) kepribadian narsistik merupakan karakter kepribadian yang lekat dengan pelaku terorisme. 

Penjelasannya, sebagai akibat atas tertanamnya fanatisme kemudian mulai dimasukkannya doktrin yang menjanjikan "surga jalur kilat" serta tuntutan pembuktian kepada kecintaan mereka terhadap agama, seseorang menjadi narsistik dengan terdorong untuk membuktikan kehebatan serta kelayakan dirinya, kehilangan empati serta nilai-nilai kemanusiaan sebab segalanya telah tergantikan dengan pemikiran bahwa mereka yang tak berada di jalannya merupakan musuh yang halal dituntaskan, juga dibayangi oleh fantasi akan keberhasilan yang dijanjikan berupa surga dan kekekalan.

Dengan pemaparan ini, diharapkan mampu terjawab berbagai pertanyaan yang mungkin terlintas di benak kita mengenai apa yang sebenarnya berlaku dalam angan pelaku terorisme tersebut. 

Akhir dari tulisan ini, terorisme merupakan tindakan yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Bahkan, dalam agama pun tertulis bahwa kekerasan bukan merupakan bagian dari ajaran. Dalam kitab Quran telah dijelaskan bahwa Tuhan tidak mengajarkan manusia membunuh orang kecuali ketika dalam keadaan terdesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun