Mohon tunggu...
Tiuruli Sitorus
Tiuruli Sitorus Mohon Tunggu... Mahasiswa -

1996

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Pernikahan Lintas Agama

20 Oktober 2013   08:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:17 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di sisi lain, ketika pernikahan menjadi pilihan bagi sebuah pasangan, maka merekalah yang juga berhak untuk bertanggung jawab terhadap segala hal yang akan dihadapi selanjutnya. Hendaknya, sebelum melakukan pernikahan, para pasangan mengintropeksi diri satu sama lain untuk mencegah kekecewaan yang mungkin saja muncul di kemudian hari. Pernikahan sebaiknya juga dilaksanakan dengan persiapan yang matang, bukan hanya terbawa oleh emosi sesaat. Pasangan perkawinan lintas agama dapat bertahan lama dalam berumah tangga jika keduanya saling memegang komitmen. Mereka harus saling menghargai, bertanggung jawab, jujur dan tulus.

Sama seperti pernikahan, agama atau kepercayaan pun tidak dapat dipaksakan. Para orang tua dari pernikahan lintas agama juga diharapkan tidak memaksa sang anak mengikuti agama yang ia anut. Terlebih lagi, jangan sampai kedua orangtua saling menjelek-jelekkan agama satu dengan yang lain. Mereka harus mencoba menyediakan pengalaman positif dari semua agama yang dianut untuk anak-anak mereka. Ini memang terlihat lebih mudah diucapkan dari pada direalisasikan di dunia, tetapi usaha ini dapat dimulai dengan membangun rasa bangga terhadap agama dan kebudayaan dengan merayakan kedua agama yang dianut oleh orang tua. Orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya dan memberikan pemahaman yang tepat kepada sang anak. Pemahaman yang tepat akan membekali sang anak dalam menghadapi masyarakat luas nantinya. Ia akan tumbuh menjadi orang yang sangat menghargai perbedaan, tidak fanatik, tidak ekstremis apalagi anarkis. Sebagai realisasi dari kewajiban tersebut, orang tua harus memberi kebebasan kepada sang anak untuk memilih agama yang akan mereka tekuni. Setelah sang anak memilih, orang tua berkewajiban untuk mendukung dan tetap mengarahkan anaknya.

Ada satu fakta menarik dari penelitian kecil yang penulis lakukan di sekolah. Kebanyakan dari siswa-siswi yang berasal dari pernikahan lintas agama, mengikuti agama sang ibu. Beberapa siswa mengaku bahwa dari kecil sang ibu telah menanamkan agama yang dianutnya sekarang. Banyak ibu yang punya keinginan untuk menyampaikan agamanya kepada anaknya sendiri. Hal ini juga sangat masuk akal mengingat ibu punya waktu yang lebih banyak dengan sang anak dan secara emosional begitu dekat dengan anak. Mereka punya pengaruh yang sangat kuat. Penulis percaya bahwa perempuan harus menunjukkan pilihan kepada anak baik agamanya maupun agama sang suami. Walaupun demikian, kedua orang tua tetap punya peran yang sama dan cukup besar dalam perekembangan sang anak. Maka, mereka harus menjadi partner yang kuat sehingga harmonisasi dalam keluarga akan tercapai.

Sebaiknya, masyarakat luas juga tidak mendiskriminasi atau memandang sebelah mata pasangan pernikahan lintas agama. Ingat, segala hal itu memiliki keindahan, tetapi tidak semua orang dapat melihatnya. Maka, kita harus mengubah cara pandang kita tentang kasus ini. Pasangan lintas agama juga bagian dari masyarakat yang butuh dukungan untuk berkembang. Dengan menghargai mereka yang melakukan pernikahan lintas agama, masyarakat telah belajar untuk menjadi lebih toleran dan lebih menghargai perbedaan yang ada dalam masyarakat.

Keuntungan dari Perkawinan Lintas Agama

Hal yang sama belum tentu baik dan yang berbeda belum tentu buruk. Pernikahan lintas agama memang tidak dapat dipungkiri eksistensinya di tengah masyarakat Indonesia, tetapi ada beberapa keuntungan atau manfaat dari pernikahan lintas agama, diantaranya:

1) Toleransi

Ahchmad Nurcholis, seorang penulis beberapa buku tentang pernikahan lintas agama menyatakan bahwa perakwinan lintas agama harus menjadi contoh modul, inkubator, dan implementasi dari toleransi itu sendiri (Akbar, 2012). Dua orang yang punya keinginan untuk menikah dengan pasangan yang beda agama biasanya mempunyai kesadaran dan pemahaman bahwa setiap agama itu baik. Maka dari itu, mereka tidak akan memaksa pasangannya untuk pindah agama atau memaksa pasangannya untuk berdoa seperti caranya berdoa. Sebaliknya, mereka akan belajar satu sama lain dan memperkaya pengetahuan mereka tentang agama lain. Jika mereka mengerti agama lain dengan baik, maka keinginan mereka untuk hidup harmonisasi tidak akan pupus hanya karena perbedaan.

Terlebih lagi, pemahaman ini dapat dibagikan dan diajarkan kepada anak mereka. Sebagai hasilnya, mereka akan mampu untuk hidup dengan orang yang berbeda agama atau pun kepercayaan. Ini saat yang tepat untuk mengajarkan mereka tentang perbedaan. Perbedaan membantu mereka memahami tentang toleransi. Anak dari perkawinan lintas agama akan belajar tentang toleransi dari pengalamannya sendiri. Ia dapat menyaksikan bagaimana agama yang berbeda bisa menjadi sebuah harmoni yang disebut sebagai keluarga. Ikatan keluarga akan menghapuskan steorotyping yang ada selama ini. Bahkan pemahaman yang didapat anak akan bertahan jauh lebih lama, karena berasal dari pengalamannya sendiri.  Mereka tidak sekedar menggunakan otak untuk mengingat, melainkan seluruh jiwa dan raganya. Akhirnya, anak yang berasal dari perkawinan lintas agama akan hidup dengan orang yang berbeda agama secara damai dan harmoni.

2) Memperkaya pengetahuan

Apakah ada aturan yang mengatakan bahwa seseorang tidak harus membaca Kitab Suci iman yang tidak mereka ikuti? Tentu saja tidak, pasangan pernikahan lintas agama memiliki kesempatan untuk belajar tentang agama lain, yang memungkinkan mereka untuk memahami iman pasangan mereka dan menghormati itu. Pengetahuan yang diperoleh adalah sesuatu yang tidak pernah sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun