Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sejak resmi didirikan apada tahun 2023 kini telah memasuki usia ke-20 tahun. Institusi yang  merupakan lembaga tertinggi negara ini telah memainkan peranan penting dalam  sistem ketatanegaraan Indonesia, menajalankan konstitusi serta melindungi hak dan kepentingan setisp warga.  Artikel ini akan menggambarkan secara singkat perjalan Mahkamah Konstitusi selama 20 tahun terakhir, serta memberikan gambaran  tentang peran Mahkamah Konstitusi untuk Indonesia.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) adalah  adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Mahkamah konstitusi memiliki misi yang terbagi dua yaitu mewujudkan diri sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang modern dan terpercaya, serta membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi.
- Sejarah Mahkamah KonstitusiÂ
Ide pembentukan Mahkamah konstitusi di indonesia telah berlangsung cukup puncaknya terjadi pada tahun 2001 ketika ide pembentukan MK diadopsi dalam perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR. Pada perubahan ketiga UUD 1945, dirumuskanlah Pasal 24C yang memuat ketentuan tentang MK. sebagai bentuk tindak lanjut atas amanat konstitusi tersebut maka pemerintah bersama DPR melakukan pembahasan mengenai  Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah memakan waktu yang cukup lama pada  akhirnya rancangan undang-undang tersebut disepakati bersama oleh pemerintah bersama DPR dan disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada 13 Agustus 2003. Undang-Undang tentang MK ini ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan dimuat dalam Lembaran Negara, kemudian diberi nomor menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316). Tanggal 13 Agustus 2003 inilah yang kemudian disepakati para hakim konstitusi menjadi hari lahir MK Republik Indonesia.
- Wewenang Mahkamah Konstitusi
1. Menguji UU terhadap UUD 1945
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 MK memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian konstitusi undang-undang. Pengujian terhadap UU dilaksanakan melalui landasan UUD 1945. Pengujian dilakukan dengan 2 cara yaitu materil atau formil. Pengujian materil berkenaan dengan pengujian atas UU, sehingga jelas bagian mana dari UU yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945. Yang diuji dapat terdiri dari 1 bab, 1 pasal, 1 kalimat ataupun 1 kata dalam UU yang bersangkutan. kemudian pengujian formil adalah pengujian berkenaan dengan proses pembentukan UU tersebut menjadi UU apakah telah mengikuti prosedur yang berlaku dan tidak bertentangan dengan UUD 1945Â
2. Memutuskan Sengketa Pendapat
 Memutus sengketa pendapat dalam hal kewenangan lembaga konstitusi negara adalah adanya perbedaan pendapat atau pemikiran yang disertai persengketaan  lainnya terhadap kewenangan setiap lembaga negara itu. sengketa pendapat antara satu lembaga dengan lembaga negara lain dapat terjadi  mengingat bahwa lembaga-lembaga negara tersebut menganut prinsip check and balances, yang berarti sederajat tetapi saling mengendalikan satu dengan yang lainnya. Seagai konsekuensi dari hubungan tersebut memungkinkan terjadinya perselisihan. Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini, akan menjadi hakim yang akan mengadili dengan seadil-adilnya. Dan kewenangan ini juga telah diatur dalam Pasal 61 -67 UU No. 24 Tahun 2003.
3. Memutuskan Pembubaran Partai Politik
UUD 1945 Pasal 28 aayat (3)  menjamin kebebasan manfaat organisasi dalam masyarakat dan bernegara untuk berserikat  dan kebebasan untuk berpartai. Oleh sebab itu, setiap orang sesuai dengan ketentuan UU bebas mendirikan dan ikut serta dalam kegiatan parpol. Dengan demikian, sebuah prinsip dari kemerdekaan untuk berserikat yang telah dikokohkan dalam UUD 1945 tidak dapat dilanggar oleh para penguasa politik. Dengan cara ini, MK (Mahkamah Konstitusi) harus adil untuk mengatasi bahaya akibat jika tidak ada keadilan dalam masyarakat yang dimana partai politik biasanya mengusung aspirasi dari masyarakat, MK juga harus dapat pula menghindari timbulnya gejala dimana penguasa politik yang memenangkan pemilihan umum menghanguskan partai politik yang kalah pemilihan umum dalam rangka persaingan yang tidak sehat dan tidak fairplay menjelang pemilihan umum tahap berikutnya.
4. Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilu