Mohon tunggu...
Titus Roidanto
Titus Roidanto Mohon Tunggu... Dosen - Ngaji Kitab Suci, Ngaji Diri

BERAGAMA HARUS BERAKAL SEHAT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rabu Abu, Puasa, dan Pantang, Mengerti Apa yang Aku Imani

11 April 2021   08:56 Diperbarui: 11 April 2021   09:06 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam nubuatnya tentang penawanan Yerusalem ke Babel, Daniel (sekitar 550 SM) menulis, "Lalu aku mengarahkan mukaku kepada Tuhan Allah untuk berdoa dan bermohon, sambil berpuasa dan mengenakan kain kabung serta abu." (Dan 9:3). Dalam abad kelima SM, sesudah Yunus menyerukan agar orang berbalik kepada Tuhan dan bertobat, kota Niniwe memaklumkan puasa dan mengenakan kain kabung, dan raja menyelubungi diri dengan kain kabung lalu duduk di atas abu (Yun 3:5-6). 

Gereja Perdana mewariskan penggunaan abu untuk alasan simbolik yang sama. Dalam bukunya "De Poenitentia", Tertulianus (sekitar 160-220) menulis bahwa pendosa yang bertobat haruslah "hidup tanpa bersenang-senang dengan mengenakan kain kabung dan abu." Eusebius (260-340) menceritakan dalam bukunya "Sejarah Gereja" bagaimana seorang murtad bernama Natalis datang kepada Paus Zephyrinus dengan mengenakan kain kabung dan abu untuk memohon pengampunan. Dalam abad kedelapan, mereka yang menghadapi ajal dibaringkan di tanah di atas kain kabung dan diperciki abu. Imam akan memberkati orang yang menjelang ajal tersebut dengan air suci, sambil mengatakan "Ingat engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu." Akhirnya, abu dipergunakan untuk menandai permulaan Masa Prapaskah, yaitu masa persiapan selama 40 hari menyambut Paskah. 

Ritual perayaan "Rabu Abu" ditemukan dalam edisi awal Sacramentarium Gregorianum diterbitkan sekitar abad kedelapan. Setidak-tidaknya sejak abad pertengahan, Gereja telah mempergunakan abu untuk menandai permulaan masa tobat Prapaskah, kita ingat akan ketidakabadian kita dan menyesali dosa-dosa kita. Tidak terasa, sebentar lagi umat Kristiani akan kembali merayakan hari raya Rabu Abu yang merupakan awal dari masa berpuasa dan berpantang selama 40 hari bagi umat Kristiani utamanya umat Nasrani, tentu harus dipandang sebagai masa untuk memperbaiki, merenung, dan meresapi atas perjalanan hidup selama ini dan menjalani serta memikul salib kehidupan bersama-sama dengan Yesus. 

Pada masa puasa dan pantang ini, umat Kristiani tidak hanya dituntut untuk berpuasa dan berpantang, namun juga menjadi lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Adalah memprihatinkan jika kita hanya menjadi baik pada masa puasa dan pantang, dan kembali berbuat tercela atau jatuh ke dalam pencobaan seusai ritual suci tersebut. Memikul beban salib Kristus sendiri tidak hanya wajib dilakukan pada masa puasa dan pantang, akan tetapi juga harus dilakukan sepanjang hidup kita sebagai umat Kristiani. Sebagai umat Kristiani kita dituntut untuk selalu berevolusi menjadi lebih baik lagi dari hari-hari kemarin, baik pada masa puasa dan berpantang, namun juga pada saat sesudahnya. Diakui, tidak mudah bagi kita semua untuk berevolusi menjadi lebih baik lagi, jangankan untuk menjadi lebih baik, sekedar berpantang dan berpuasa saja bagi sebagian orang sudah sangat berat. Padahal kita tidak dituntut untuk melakukan ritual puasa penuh 40 hari seperti yang dilakukan oleh beberapa orang atau kumpulan tertentu pada umat Kristiani. Namun kita tetap harus mau tidak mau untuk berusaha menjadi lebih baik dan jauh lebih baik lagi. 

Kalau tidak janji baptis yang selalu diucapkan pada malam Paskah menjadi suatu kesia-siaan belaka. Tuhan meski tidak marah saat kita jatuh ke dalam pencobaan, namun Dia mengharapkan agar kita bisa bangkit kembali dan berusaha untuk memperbaiki diri serta tidak putus asa terhadap cobaan hidup yang terus mendera. Karena keputusasaan adalah awal dari kejatuhan iman, dan kejatuhan iman akan menyeret seseorang jatuh ke dalam jurang dosa yang tidak bertepi. Harus dipahami bahwa hidup itu adalah perjuangan. Dan di dalam berjuang mengarungi kehidupan ini, kita harus menghadapi berbagai pencobaan yang tidak kecil dan tidak sedikit. Oleh karena itu, kita sebagai umat Kristiani, dituntut untuk selalu berusaha, berjuang dan beriman meski berbagai cobaan hidup datang mendera. 

Dengan berjuang di dalam kuasa nama Nya, niscaya tidak ada masalah yang tidak dapat dihadapi. Karena Tuhan tidak pernah memberikan cobaan kepada umat Nya yang lebih berat dari yang umat Nya mampu hadapi. Hari ini, umat Kristiani seluruh dunia memulai retret agung. Retret agung itu lebih dikenal dengan nama masa Prapaskah, yaitu masa persiapan untuk menyambut Misteri Paskah. Masa persiapan itu berjalan selama 40 hari. Di mulai dari hari Rabu Abu sampai dengan Jumat Agung. Selama masa retret agung itu, umat Kristiani  diajak untuk bermati raga melakukan olah rohani dengan aksi pantang dan puasa serta aksi puasa pembangunan sebagai bentuk nyatanya. Pertama, olah rohani dalam bentuk aksi pantang dan puasa. Dalam hukum Gereja disebutkan demikian: "Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Pengajaran iman  hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus." Menurut hukum ini, hari Jumat menjadi hari pantang. Selama masa Prapaskah, hari pantang dan puasa adalah Rabu Abu dan Jumat Agung. 

Rabu Abu menjadi awal masa pantang dan puasa dalam masa Prapaskah. Pada Pada hari Rabu Abu, umat Kristiani datang ke Gereja dan diberi tanda salib dari abu sebagai simbol upacara ini pada dahinya. Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel pada jaman dahulu di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan. Aturan pantang dan puasa dalam Gereja juga demikian ringan. Dalam pantang, umat Kristiani  diajak untuk melawan segala bentuk kesenangan diri. Misalnya seseorang yang sangat menikmati rokok, selama masa Prapaskah ia diajak untuk berpantang rokok. Setiap orang yang berumur di atas 14 tahun memiliki kewajiban untuk melakukan pantang. Sedangkan aturan puasa adalah makan kenyang sekali selama sehari. 

Setiap orang yang berumur antara 18-60 tahun memiliki kewajiban untuk melakukan puasa. Jika kita melihat aturan mengenai pantang dan puasa, amat mudah kan? Kelihatannya sangat mudah, tetapi jika kita berani bertekun atasnya akan terasa betapa tidak mudah melakukan itu. Hakekat pantang dan puasa dalam Gereja bukan terletak pada menahan lapar atau haus. Hakekat pantang dan puasa adalah melawan diri sendiri. Dengan demikian, persoalannya bukan soal ritual pantang dan puasanya melainkan terletak pada bagaimana kita menghayati makna pantang dan puasa itu. Jika kita hanya menghayati pantang dan puasa sebatas ritual, maka kita akan semkian ingin melakukan hal-hal yang akan menjauhkan kita dari keselamatan. Pantang dan puasa akan semakin bermakna jika kita mampu memaknai pantang dan puasa sebagai sebuah sarana penyelamatan. Penilaian kita atas pantang dan puasa itulah yang akan mempengaruhi perbuatan kita selama masa retret agung ini. 

Pantang dan puasa dari segala jenis daging tidaklah berarti banyak ketika kita membiarkan telinga kita mendengarkan hal-hal yang tidak benar. Ketika kita berpantang dan berpuasa, berpantang dan berpuasalah dengan telinga juga. Berpantang dan berpuasalah dengan mulutmu, dengan tangan dan kakimu, dan dengan seluruh tubuhmu. Apalah artinya tidak makan dan minum jika kita membiarkan mulut kita mengeluarkan kata-kata kotor, makian, gosip, dan menyebarkan kebohongan. Apa artinya kita tidak makan daging atau makanan yang serba enak, tetapi kita menggigit dan memangsa sesama kita? Apa artinya kita tidak makan daging atau makanan yang serba enak, tetapi kita menggigit dan memangsa sesama kita? 

Kedua, Aksi Puasa Pembangunan. Selain melakukan aksi pantang dan puasa, kita juga diajak sampai kepada gerakan nyata. Gerakan itu disebut sebagai Aksi Puasa Pembangunan (APP). APP ini menyangkut dua aspek, yaitu aspek ke dalam dan keluar. Aspek ke dalam ditandai dengan usaha untuk semakin memperdalam iman dengan aneka bentuk pertemuan dan sarasehan. 

Sedangkan aspek keluar merupakan tindakan nyata sebagai bentuk pertobatan. Pada bagian sebelumnya saya menyinggung bahwa aturan pantang dan puasa itu demikian mudah. Tetapi amat sulit untuk dilakukan. Saya akan memberikan contoh di sini. Ketika saya pantang merokok, maka selama masa Prapaskah uang untuk beli rokok itu akan saya masukkan dalam kotak APP. Andaikan sehari saya menghabiskan satu bungkus rokok, maka berapa yang akan saya masukkan ke dalam kotak APP? Jika saya melakukannya setiap Jumat, berarti saya memasukkan uang sebesar 10.000 x 7 (Jumat) = 70.000,- Jika saya melakukannya selama masa Prapaskah, berarti saya akan memasukkan uang sebesar 10.000 x 40 (hari) = 400.000. Contoh lain dalam hal puasa. Aturan puasa adalah makan kenyang sekali. Dalam sehari kita makan tiga kali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun