Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Budak Cinta di Rumah

3 November 2020   11:47 Diperbarui: 3 November 2020   11:55 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sebuah artikel diceritakan, bahwa Bill Gates, sosok super kaya dunia selalu membantu istrinya mencuci piring selepas makan malam.  Hal itu dikisahkan oleh sang istri dalam salah satu wawancara dengan sebuah majalah.  Terlepas sang istri berbohong atau tidak, itu bukan urusan sidang pembaca, yang penting pesan moralnya sampai ke khalayak, bahwa pria sejati wajib membantu wanita pujaannya.

Masih dari sosok kaum super kaya, pendiri facebook, Mark Zuckerberg, yang konon mahasiswa drop out namun sukses dalam karir, juga kerap kali membantu sang istri menyediakan makan di dapur.  

Entah itu hanya untuk konsumsi media social, entah sesuai kenyataan, hanya mereka yang paham.  Namun satu hal yang perlu dicatat, keberanian mereka mengunggah melakukan pekerjaan-pekerjaan "sederhana" patut menjadi panutan di tengah enggannya kaum muda, lagi kaya, melakukan pekerjaan-pekerjaan remeh temeh dalam kehidupan sehari-hari.

Seorang pria tua, yang memiliki kesibukan lumayan tinggi di luar rumah, memiliki istri yang berkarir di luar rumah serta memiliki dua orang anak gadis, setiap hari masih mencuci piring bekas makan sekeluarga, setiap selesai makan malam bersama.  

Seminggu sekali masih menyapu dan mengepel serta mencuci pakaian-pakaian yang riskan untuk dicuci di gerai laundry.  Tak jarang juga mencuci perabotan memasak sang istri, jika oleh karena sesuatu dan lain hal sekali dua kali, begitu selesai memasak yang juga tidak dilakukannya setiap hari sang istri enggan membereskan perabotannya. 

Para anak, yang sejatinya perempuan pun acapkali meninggalkan begitu saja piring bekas makannya di tempat cucian piring.  Sehingga jika ada temannya yang mengatakan dirinya enak, memiliki dua anak gadis yang bisa membantu membersihkan dan merawat rumah, sang pria menjawab kecut, "Itu mitos...".

Tadinya di awal pernikahan sang pria berkeinginan menjadi suami pada umumnya, yaitu enggan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut urusan rumah tangga.  

Namun manakala usia perkawinan menginjak minggu kedua, pahamlah dirinya bahwa istri yang dinikahinya termasuk golongan wanita yang enggan melakukan pekerjaan rutin rumah tangga.  

Entah demi cinta atau bukan, yang jelas karena sang istri merupakan wanita pilihannya sendiri, maka ia harus terima nasib untuk mengerjakan apapun yang harus dikerjakan, karena yang mengajak menikah adalah dirinya. 

Kadangkala, pada saat pikiran anak sulungnya masih waras, atau udel sang istri sedang bolong, mereka bertanya juga, "Ayah tak apa-apa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah begitu? Udahlah Yah, cari pembantu yang khusus beres-beres rumah.".  

Dengan penuh sayang sang suami merangkap ayah tersebut menjawab, "Nggak apa-apa, anak-anak juga nggak mau di rumah kita ada pembantu, alasannya tak tega menyuruh orang mengerjakan pekerjaan kotor bekas kita pakai.".  Namun entah kenapa, terhadap ayahnya mereka tega. 

Hingga kini, berarti sudah hampir sepuluh tahun sang ayah melakukan pekerjaan rumah tangga seorang diri, sejak dua kakak beradik asisten rumah tangga yang kadang ikut membantu di sela-sela mengurusi kebutuhan kedua putri kecilnya, berhenti bekerja karena menikah.  

Berbarengan dengan sang anak memasuki bangku SMP dan tak menginginkan adanya pembantu, namun sayangnya juga tak ingin membantu melakukan pekerjaan rumah tangga.

Konon awalnya sang pria merasa berat, namun setelah dijalani beberapa bulan, akhirnya mampu berdamai dengan keadaan dan berusaha menikmati kesengsaraan.  

Hingga pada suatu titik, didapatlah kedamaian hati tersebut, setelah menganggap menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sebagai rekreasi.  Dengan alasan, setelah seharian bekerja menggunakan pikiran dan perasaan, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sama sekali tidak menggunakan otak dan perasaan, cukup dengan tenaga dan dapat dikompensasikan sebagai olah raga.  Selesai persoalan, dan kerja badan menjadi indah serta menyenangkan.

Pekerjaan Rumah Tangga

Pada hakekatnya, sedetik setelah janji pernikahan diikrarkan di depan pejabat yang berwenang, detik itu pulalah segala tanggung jawab rumah tangga beralih ke pundak suami. 

 Mengapa demikian?  Karena pada umumnya budaya pernikahan di negeri ini masih menganut asas "patriarki", di mana yang mengajak menikah secara tersurat adalah laki-laki. 

Kendatipun bukan tak jarang dalam prakteknya dua atau tiga kali orang tua calon istri bertanya kepada calon suami, tentang bilamana kiranya akan mempersunting anak gadisnya.  Jangan kelamaan pacaran, akan rugi waktu si wanita jika akhirnya batal menikah.

Sebagai penanggung jawab, sudah barang tentu segala urusan rumah tangga, dari mulai mencari nafkah, hingga mengurus segala tetek bengek dan remeh temeh urusan lainnya menjadi tanggung jawab suami.  

Sang istri hanya membantu, jika bersedia.  Jika tidak, itu terserah kepada sang suami.  Jika rasa cinta di atas segalanya, mengalah dan menerima nasib mengabdi kepada istri dan anak, seperti pria kurang beruntung di atas.  

Jika tidak ikhlas dan tidak mau menerima nasib, silahkan dibina istri yang masih baru dan belum terlanjur punya anak tersebut, jika gagal dibina, yah terpaksa "dibinasakan", tentunya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan ketertiban umum.

Sungguh beruntung adanya para suami, yang memiliki istri yang bersedia "mengabdikan" hidupnya untuk pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, yang acapkali terasa membosankan, karena yang dikerjakan dari hari ke hari hanyalah itu-itu saja.  

Mengerjakannya berulang-ulang berbilang hari, minggu, bulan dan tahun, sesungguhnya bukanlah hal yang sepele, jika sang penerima tugas tidak mencintai apa yang dilakukannya.

Dalam sebuah talk show di sebuah stasiun radio, disajikanlah tema tentang mencuci piring bagi kaum pria yang sudah menikah.  Nyaris semua pembicara yang beberapa di antaranya para pria mengatakan sudah tak pernah mencuci piring lagi sejak SMA.  

Ada satu yang mengatakan masih membantu sang istri mencuci piring, baju dan sebagainya, serta merta ditertawakan riuh rendah, dan dituduh sebagai "bucin", budak cinta.  

Sang pria tua yang kebetulan mendengarkan program siaran tersebut, mendadak kecut hatinya dan serta merta teringat kepada kisah tentang Bill Gates di atas.  

Lantas dengan sedikit jengkel, membayangkan dan membandingkan kesuksesan Bill Gates dengan kesuksesan para pembicara di radio.  Jauh, bagaikan bumi dengan bintang dari galaksi yang terjauh.

Jadi alangkah baiknya, kepada para pria, janganlah alergi untuk sesekali membantu tugas rumah tangga istri, ataupun tugas pembantu rumah tangga di rumah.  

Sebab hal tersebut di samping meringankan beban mereka, juga dapat memberi penghiburan kepada hati mereka.  Dengan bantuan dan perhatian orang lain, mereka akan menganggap pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari dianggap penting.

Janganlah berpikiran bahwa kita tak menyukai pekerjaan tersebut, dan beraggapan hanya mau melakukan pekerjaan yang kita sukai saja.  Sebab sejatinya, hasil pendidikan yang paling berharga adalah, "Kemampuan kita untuk melakukan pekerjaan yang harus kita kerjakan, tak peduli pekerjaan itu kita sukai atau tidak.".

Untuk para istri, jadilah istri yang baik dan selesaikanlah pekerjaan rumah tangga sebisa mungkin.  Jika pun tidak, bantulah suami yang sudah dengan ikhlas menggantikan pekerjaan para istri yang kebetulan enggan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.  

Jika pun tak bersedia juga, berdoalah mendapat suami yang baik, yang rela melakukan apapun demi kebahagaiaan keluarganya, tak peduli dirinya dituduh sebagai "budak cinta" sekalipun.

Tangerang, 02 Nopember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun