Dalam sebuah artikel diceritakan, bahwa Bill Gates, sosok super kaya dunia selalu membantu istrinya mencuci piring selepas makan malam. Â Hal itu dikisahkan oleh sang istri dalam salah satu wawancara dengan sebuah majalah. Â Terlepas sang istri berbohong atau tidak, itu bukan urusan sidang pembaca, yang penting pesan moralnya sampai ke khalayak, bahwa pria sejati wajib membantu wanita pujaannya.
Masih dari sosok kaum super kaya, pendiri facebook, Mark Zuckerberg, yang konon mahasiswa drop out namun sukses dalam karir, juga kerap kali membantu sang istri menyediakan makan di dapur. Â
Entah itu hanya untuk konsumsi media social, entah sesuai kenyataan, hanya mereka yang paham. Â Namun satu hal yang perlu dicatat, keberanian mereka mengunggah melakukan pekerjaan-pekerjaan "sederhana" patut menjadi panutan di tengah enggannya kaum muda, lagi kaya, melakukan pekerjaan-pekerjaan remeh temeh dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang pria tua, yang memiliki kesibukan lumayan tinggi di luar rumah, memiliki istri yang berkarir di luar rumah serta memiliki dua orang anak gadis, setiap hari masih mencuci piring bekas makan sekeluarga, setiap selesai makan malam bersama. Â
Seminggu sekali masih menyapu dan mengepel serta mencuci pakaian-pakaian yang riskan untuk dicuci di gerai laundry. Â Tak jarang juga mencuci perabotan memasak sang istri, jika oleh karena sesuatu dan lain hal sekali dua kali, begitu selesai memasak yang juga tidak dilakukannya setiap hari sang istri enggan membereskan perabotannya.Â
Para anak, yang sejatinya perempuan pun acapkali meninggalkan begitu saja piring bekas makannya di tempat cucian piring. Â Sehingga jika ada temannya yang mengatakan dirinya enak, memiliki dua anak gadis yang bisa membantu membersihkan dan merawat rumah, sang pria menjawab kecut, "Itu mitos...".
Tadinya di awal pernikahan sang pria berkeinginan menjadi suami pada umumnya, yaitu enggan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut urusan rumah tangga. Â
Namun manakala usia perkawinan menginjak minggu kedua, pahamlah dirinya bahwa istri yang dinikahinya termasuk golongan wanita yang enggan melakukan pekerjaan rutin rumah tangga. Â
Entah demi cinta atau bukan, yang jelas karena sang istri merupakan wanita pilihannya sendiri, maka ia harus terima nasib untuk mengerjakan apapun yang harus dikerjakan, karena yang mengajak menikah adalah dirinya.Â
Kadangkala, pada saat pikiran anak sulungnya masih waras, atau udel sang istri sedang bolong, mereka bertanya juga, "Ayah tak apa-apa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah begitu? Udahlah Yah, cari pembantu yang khusus beres-beres rumah.". Â
Dengan penuh sayang sang suami merangkap ayah tersebut menjawab, "Nggak apa-apa, anak-anak juga nggak mau di rumah kita ada pembantu, alasannya tak tega menyuruh orang mengerjakan pekerjaan kotor bekas kita pakai.". Â Namun entah kenapa, terhadap ayahnya mereka tega.Â