Seturut dengan merebaknya issue virus corona, seorang pria paruh baya, menambah porsi olah raganya, di pusat kebugaran yang berada di areal pemukiman dan menjadi salah satu fasilitas yang bisa dinikmati segenap warga perumahan, tentunya setelah membayar iuran anggota setiap tahunnya. Â Seperti kebiasaan manusia berusia paruh baya, bahasa halus dari menjelang uzur, baik itu pria maupun wanita, hal terpenting dari kegiatan apapun adalah berkumpul bersama teman-teman seusia. Â
Jadi di samping olah raga, atau traveling misalnya, tujuan utama bukanlah kedua hal tersebut, melainkan saling menyapa, ketemu dan bertukar cerita tentang segala hal. Â Utamanya tentang penyakit yang diderita, lengkap beserta obat-obatan dan alamat dokternya sekaligus. Â
Demikianlah yang dilakukan sang pria paruh baya, dua hari sekali pada jam enam sore sepulang dari kantor. Â Ia tak berani melakukannya setiap hari, mengingat tak mampu menatap kerlingan mata sang isteri yang tak setuju sang suami setiap hari pulang malam. Â Dua hari sekali tak mengapa, sepanjang tempat yang dikunjungi jelas adanya.
Sesuai anjuran instruktur tempat kebugaran, para calon lansia tadi dihimbau untuk tidak berolah raga terlalu keras. Â Cukup berjalan di atas treadmill dengan kecepatan tak lebih dari enam kilometer perjamnya, dan disarankan pula tak boleh langsung dengan durasi sejam. Â Harus setengah jam, kemudian istirahat sebentar baru jalan lagi. Â
Berlari apalagi meloncat diharamkan, khawatir terkilir pergelangan kaki atau cedera tempurung lutut. Â Pengobatan dan pemulihannya sulit diramalkan kapan berakhirnya, bagi mereka yang sudah berusia di atas lima puluh tahun. Â Mengangkat beban, diperbolehkan sepanjang beban tersebut tidak terlalu berat, kalau boleh dikatakan sangat ringan.Â
Dan yang paling penting, oleh karena tempat kebugaran yang dimaksud, dilakukan secara bersama-sama dan terbuka untuk segala jenis usia dan jenis kelamin, disarankan untuk tidak terlalu sering melirik remaja putri atau peserta wanita muda lainnya. Â Khawatir berpikir yang tidak-tidak, juga dihimbau tidak terlalu sering memperhatikan peserta remaja pria atau pria muda, khawatir akan timbul rasa iri yang dapat berbahaya bagi kesehatan hati dan jantung. Â Alhasil, silahkan saja bergabung sesuai usia masing-masing dan berolah raga bersama-sama.
Jika para anak-anak muda tersebut berolah raga dengan energik, dan seperti orang kesurupan, biarkan sajalah.  Jangan terpancing untuk mengimbanginya, karena salah buatan, bukannya menjadi  sehat malah bisa-bisa kecengklak, salah urat ataupun saraf kejepit.  Risiko terkecil paling tidak nafas akan tersengal-sengal, yang berpotensi kehabisan nafas dan merepotkan orang sepusat kebugaran. Â
Berolah ragalah sesuai kemampuan tenaga dan kemampuan irama tubuh. Â Jika kaum muda bisa bergerak secepat angin puyuh, dan setara tenaga kuda, kaum paruh baya cukup segesit angin sepoi-sepoi dan setara tenaga domba, itupun domba yang keesokan harinya akan dibawa ke lapak pasar hewan, untuk dijual sebagai domba kurban menjelang hari raya kurban, bukan domba aduan.
Olah Raga Bagi Lansia
Pada dasarnya olah raga bagi orang berusia paruh baya, yang dapat dikategorikan sebagai calon lansia di samping untuk menjaga kesehatan juga berfungsi untuk menjaga kognisi demi mencegah dan memperlambat kepikunan. Â Sebetulnya hal tersebut dapat dilakukan tidak semata-mata melalui kegiatan olah raga saja, melainkan dengan aktifitas fisik lainnya pun tak mengapa, sepanjang aktifitas fisik tersebut tidak berpotensi membuat orang di usia tersebut cedera. Â
Bagi para calon lansia yang tinggal di perkotaan, yang acapkali masih memiliki rutinitas kerja di kantor namun tidak memiliki ruang dan waktu untuk melakukan aktifitas fisik yang lebih produktif, pilihan terbaiknya yaitu berolah raga di pusat kebugaran atau lingkungan sekitar rumah. Â Toh, jenis olah raganya juga nyaris sama, kalau tidak jalan kaki yah bersepeda, atau renang. Â
Semuanya bisa dilakukan di mana saja. Â Jika ingin di udara tertutup, bisa jalan kaki atau naik sepeda statis di pusat kebugaran atau di rumah. Â Tentunya dengan variasinya masing-masing, di pusat kebugaran sambil bercengkerama dengan rekan sebaya, sambil sekali dua mencuri pandang anak-anak muda usia. Â Di rumah sambil sekali dua melirik istri yang sibuk dengan tontonan drama di televisi. Â Sebab menyulam atau menjahit, sudah lama punah dari daftar pengisi waktu luang kaum wanita paruh baya. Â Olah raga di luar rumah, dalam cuaca tak menentu, berisiko membuat tubuh pria paruh baya terserang influensa atau masuk angin. Â Malah bikin repot istri.
Beruntung adanya bagi para calon lansia yang tinggal di pedesaan. Â Mereka mempunyai waktu dan ruang yang cukup untuk melakukan aktifitas fisik yang lebih produktif, sebagai pengganti olah raga. Â Di samping memilki udara bersih, kegiatan rutinitas yang tidak kaku, serta memiliki ruang yang relative luas untuk melakukan aktifitas, maka tanpa disadari di samping mendapat hasil ekonomis tubuh juga menjadi lebih sehat. Â Contohnya, para calon lansia di pedesaan memilih berkebun atau memelihara ternak untuk mengisi waktu luang. Â
Hasil kebun dan ternak didapat, tubuh yang dipakai untuk mengolah pertanian dan peternakan juga menjadi sehat. Â Dalam hal ini, orang dari perkotaan boleh jadi merasa iri bukan kepalang, sebab yang paling berat dalam berolah raga adalah memulai dan menjalankannya. Â Bayangkan saja, betapa menjemukannya berjalan keliling komplek atau keliling lapangan atau di atas treadmill selama kurang lebih satu jam, dan diulang setiap hari. Â Jika tak kuat-kuat mental, dalam dua bulan si pelaku bisa gila karena bosan. Â
Bandingkan dengan orang di pedesaan yang mencangkul, atau mengais-ngais tanah, atau sekedar menyapu halaman selama sejam dua jam. Â Jadi jangan heran mengapa lansia di pedesaan kadang tampak lebih sehat dan bahagia kehidupannya.
Bagi calon lansia yang tidak memiliki atau belum mengidap penyakit khas orang lanjut usia, seperti obesitas, diabetes, jantung, dan darah tinggi, olah raga atau kegiatan fisik juga baik untuk mengurangi faktor penyebab penyakit tersebut.
Dalam hal pembakaran kalori, menurut keterangan dari artikel-artikel tentang kesehatan, disebutkan bahwa menjelang usia lima puluhan pembakaran kalori akan berkurang sekitar 500 kilo kalori, yang identik dengan seporsi nasi beserta jajarannya. Â Jadi untuk membantu membakar 500 kilo kalori tersebut, harus diimbangi dengan olah raga yang menghabiskan setidaknya sejumlah 500 kilo kalori juga, yang setara dengan jalan kaki selama kurang lebih sejam. Â
Sehingga jika para calon lansia tidak mengurangi porsi makannya dan tidak melakukan kegiatan pembakaran kalori, maka kalori tersebut hari demi hari akan menumpuk dengan risiko menjadi lemak, yang selanjutnya berpotensi menimbulkan penyakit seperti obesitas, diabetes dan sejenisnya.
Di samping itu, performa tubuh lansia juga tidak sama dengan tubuh muda. Â Untuk lansia, tidur lima jam sehari dengan nyenyak sudah cukup baik, sedangkan bagi tubuh muda bisa tidur antara tujuh hingga sembilan jam sehari. Â Jika lansia memaksakan diri tidur selama tujuh atau sembilan jam sehari, pada saat bangun tidur bukan tubuh segar yang didapat, melainkan rasa pegal di sana-sini. Â Minimal kesemutan atau rasa kebas yang baru bisa hilang dua atau tiga jam, ditambah dengan bonus kepala terasa pusing tujuh keliling. Â Bagi anak muda sebaliknya, sehingga jika diadakan lomba tidur paling lama, mereka akan berebutan mendaftar untuk ikut serta. Â Â Â
Jadi pria paruh baya yang diceritakan di atas, demi lebih sehat untuk menghadapi virus corona memutuskan untuk menambah setengah jam porsi jalan kakinya, ditambah sedikit senam khas kakek-kakek. Di hari Sabtu pagi, jika tidak berangkat bekerja, dan jam empat pagi sudah terbangun dan tak bisa tidur lagi karena jatah tidur yang lima jam sudah terlewati dirinya bangun dan mengurus tanaman hias yang tidak seberapa banyak di taman depan rumahnya. Â
Sekira jam enam pagi mengajak istrinya berjalan keliling komplek bersama rombongan tetangga calon lansia lainnya, kemudian berkumpul barang sejam. Â Selanjutnya pulang ke rumah berdua, membuka pintu kamar untuk memandangi kedua putri kesayangannya yang setiap akhir pekan pulang dari tempat kostnya selama menuntut ilmu. Â Dengan hati tercekat keharuan menyaksikan mereka tidur bergelung seperti seekor kucing, untuk nantinya bangun sekitar jam sepuluh. Â
Lalu berteriak manja memanggil ayah ibunya seperti saat mereka masih bocah, kemudian ayah dan ibunya tergopoh-gopoh menyiapkan sarapan. Â Padahal mereka masing-masing sudah berusia dua puluh dan delapan belas tahun. Tapi kedua orang tuanya tak peduli, masih saja menganggap mereka bayi kecilnya, entah sampai kapan. Â Dan hidup berjalan lunak.
Cileungsi, 05 Maret 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H