Para Lansia, Tahu Diri Dong

Semuanya bisa dilakukan di mana saja.  Jika ingin di udara tertutup, bisa jalan kaki atau naik sepeda statis di pusat kebugaran atau di rumah.  Tentunya dengan variasinya masing-masing, di pusat kebugaran sambil bercengkerama dengan rekan sebaya, sambil sekali dua mencuri pandang anak-anak muda usia.  Di rumah sambil sekali dua melirik istri yang sibuk dengan tontonan drama di televisi.  Sebab menyulam atau menjahit, sudah lama punah dari daftar pengisi waktu luang kaum wanita paruh baya.  Olah raga di luar rumah, dalam cuaca tak menentu, berisiko membuat tubuh pria paruh baya terserang influensa atau masuk angin.  Malah bikin repot istri.

Beruntung adanya bagi para calon lansia yang tinggal di pedesaan.  Mereka mempunyai waktu dan ruang yang cukup untuk melakukan aktifitas fisik yang lebih produktif, sebagai pengganti olah raga.  Di samping memilki udara bersih, kegiatan rutinitas yang tidak kaku, serta memiliki ruang yang relative luas untuk melakukan aktifitas, maka tanpa disadari di samping mendapat hasil ekonomis tubuh juga menjadi lebih sehat.  Contohnya, para calon lansia di pedesaan memilih berkebun atau memelihara ternak untuk mengisi waktu luang.  

Hasil kebun dan ternak didapat, tubuh yang dipakai untuk mengolah pertanian dan peternakan juga menjadi sehat.  Dalam hal ini, orang dari perkotaan boleh jadi merasa iri bukan kepalang, sebab yang paling berat dalam berolah raga adalah memulai dan menjalankannya.  Bayangkan saja, betapa menjemukannya berjalan keliling komplek atau keliling lapangan atau di atas treadmill selama kurang lebih satu jam, dan diulang setiap hari.  Jika tak kuat-kuat mental, dalam dua bulan si pelaku bisa gila karena bosan.  

Bandingkan dengan orang di pedesaan yang mencangkul, atau mengais-ngais tanah, atau sekedar menyapu halaman selama sejam dua jam.  Jadi jangan heran mengapa lansia di pedesaan kadang tampak lebih sehat dan bahagia kehidupannya.

Bagi calon lansia yang tidak memiliki atau belum mengidap penyakit khas orang lanjut usia, seperti obesitas, diabetes, jantung, dan darah tinggi, olah raga atau kegiatan fisik juga baik untuk mengurangi faktor penyebab penyakit tersebut.

Dalam hal pembakaran kalori, menurut keterangan dari artikel-artikel tentang kesehatan, disebutkan bahwa menjelang usia lima puluhan pembakaran kalori akan berkurang sekitar 500 kilo kalori, yang identik dengan seporsi nasi beserta jajarannya.  Jadi untuk membantu membakar 500 kilo kalori tersebut, harus diimbangi dengan olah raga yang menghabiskan setidaknya sejumlah 500 kilo kalori juga, yang setara dengan jalan kaki selama kurang lebih sejam.  

Sehingga jika para calon lansia tidak mengurangi porsi makannya dan tidak melakukan kegiatan pembakaran kalori, maka kalori tersebut hari demi hari akan menumpuk dengan risiko menjadi lemak, yang selanjutnya berpotensi menimbulkan penyakit seperti obesitas, diabetes dan sejenisnya.

Di samping itu, performa tubuh lansia juga tidak sama dengan tubuh muda.  Untuk lansia, tidur lima jam sehari dengan nyenyak sudah cukup baik, sedangkan bagi tubuh muda bisa tidur antara tujuh hingga sembilan jam sehari.  Jika lansia memaksakan diri tidur selama tujuh atau sembilan jam sehari, pada saat bangun tidur bukan tubuh segar yang didapat, melainkan rasa pegal di sana-sini.  Minimal kesemutan atau rasa kebas yang baru bisa hilang dua atau tiga jam, ditambah dengan bonus kepala terasa pusing tujuh keliling.  Bagi anak muda sebaliknya, sehingga jika diadakan lomba tidur paling lama, mereka akan berebutan mendaftar untuk ikut serta.     

Jadi pria paruh baya yang diceritakan di atas, demi lebih sehat untuk menghadapi virus corona memutuskan untuk menambah setengah jam porsi jalan kakinya, ditambah sedikit senam khas kakek-kakek. Di hari Sabtu pagi, jika tidak berangkat bekerja, dan jam empat pagi sudah terbangun dan tak bisa tidur lagi karena jatah tidur yang lima jam sudah terlewati dirinya bangun dan mengurus tanaman hias yang tidak seberapa banyak di taman depan rumahnya.  

Sekira jam enam pagi mengajak istrinya berjalan keliling komplek bersama rombongan tetangga calon lansia lainnya, kemudian berkumpul barang sejam.  Selanjutnya pulang ke rumah berdua, membuka pintu kamar untuk memandangi kedua putri kesayangannya yang setiap akhir pekan pulang dari tempat kostnya selama menuntut ilmu.  Dengan hati tercekat keharuan menyaksikan mereka tidur bergelung seperti seekor kucing, untuk nantinya bangun sekitar jam sepuluh.  

Lalu berteriak manja memanggil ayah ibunya seperti saat mereka masih bocah, kemudian ayah dan ibunya tergopoh-gopoh menyiapkan sarapan.  Padahal mereka masing-masing sudah berusia dua puluh dan delapan belas tahun. Tapi kedua orang tuanya tak peduli, masih saja menganggap mereka bayi kecilnya, entah sampai kapan.  Dan hidup berjalan lunak.