Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengalaman Itu Baik, Sepanjang Tidak Dibayar Terlalu Mahal

24 Februari 2020   21:28 Diperbarui: 24 Februari 2020   21:37 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang mahasiswa yang gemar menunda-nunda pekerjaan, selama perkuliahan berlangsung hingga tahun terakhir tak pernah menemui hambatan dengan kegemarannya tersebut.  Namun tidak demikian pada saat hari terakhir proses perkuliahan, yang seharusnya menjadi hari istimewa justru menjadi hari yang paling mengerikan dalam hidupnya.

Pada hari tersebut, si mahasiswa dijadwalkan untuk mengikuti ujian sidang komperehensif, suatu sidang pendahuluan yang jika dinyatakan lulus dapat mendaftar untuk sidang skripsi pada minggu berikutnya.  Jadwal sidang tersebut pun merupakan jadwal sidang terakhir dari semester itu dan baru akan ada lagi enam bulan berikutnya.

Tatkala tiba hari sidang, sang mahasiswa berencana untuk datang terlambat saja, toh dalam jadwal nama dirinya ada di urutan kelima, yang artinya jika sidang dimulai jam sepuluh, paling juga dirinya akan kebagian jam dua belasan.  Berbekal pemahamannya tersebut, si mahasiswa pemalas tadi datang dengan tenang pada pukul sebelas, tepat sejam setelah ujian sidang dimulai.  Namun setibanya di kampus, saat menghadap panitia, alangkah terkejutnya sang mahasiswa.

Ternyata peraturan untuk sidang komperehensif tidak sama dengan sidang skripsi.  Pada saat sidang dibuka, semua peserta yang akan ujian harus sudah hadir dan dibuka secara resmi oleh dekan.  Bagi yang tidak hadir pada saat pembukaan, apapun alasannya dianggap mengundurkan diri, dan harus mendaftar ulang untuk dapat ikut sidang enam bulan kemudian.

Sejak kejadian tersebut, sang mahasiswa menjadi orang yang sangat taat dalam urusan waktu.  Kini ia sudah berusia paruh baya, dengan dua orang putri yang tidak peduli dengan urusan waktu.

Sama seperti dirinya dahulu kala.  Hanya bedanya, anak-anak dan istrinya kendatipun sudah berulang kali mengalami kekecewaan akibat abai dalam masalah waktu, seperti: datang ke pesta pernikahan terlambat, semua orang sudah bubar padahal mereka sudah berdandan sejam lamanya, ketinggalan kereta berkali-kali, tetap belum menunjukkan tanda-tanda jera.  Mereka masih tetap seperti sedia kala, tak peduli dengan kedisiplinan.  Entah sampai kapan.

Pengalaman Hidup

Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dsb.) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi.  Pengalaman bisa berupa kesedihan, kegembiraan dan sebagainya, namun yang terpenting dari itu semua adalah hikmah yang bisa dipetik untuk menjadi pelajaran pada masa yang akan datang.

Dari beberapa kasus di atas, terlihat bahwa pengalaman yang dirasakan para tokoh cerita demikian membekasnya, sehingga mereka kemungkinan besar tak akan mengulangi perbuatan yang sama.

Kalaupun mereka mengulanginya, mungkin mereka akan melakukan persiapan-persiapan untuk mengantisipasi akibat yang timbul.  Ke depannya, mungkin sang anak pelempar sarang tawon akan melengkapi dirinya dengan helm agar sang tawon tidak menyengat kepalanya.

Namun ada juga orang yang tidak mempan dan tidak peduli dengan pengalaman yang merugikan.  Mereka tetap mengulangi perbuatan yang merugikan berkali-kali, contohnya para pecandu narkoba yang bolak-balik ditangkap dan dipenjara, lalu mengulang lagi dan mengulangi lagi.  Alasannya hanya dirinya dan setan yang maklum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun