Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bodoh Tidak Mau Nurut, Pintar Tak Mau Ngajar

23 Februari 2020   21:03 Diperbarui: 23 Februari 2020   21:06 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di sebuah tempat kebugaran di kota Tangerang, tampak seorang remaja putra berkebangsaan asing sedang berlatih badminton, ditemani ayahnya.  Pelatihnya, seorang pria paruh baya menjelang uzur, memakai tongkat yang bisa difungsikan sebagai kursi lipat.  Tampak sekali sang pelatih baru sembuh dari sakit, karena jalannya masih tertatih-tatih dengan sebelah kaki yang tampak mengecil dan diseret.  

Sakit yang kemungkinan besar baru akan sembuh dalam tempo yang relative lama.  Dalam berlatih tersebut, sang pelatih hanya melemparkan shuttlecock berulang-ulang, dan si remaja menyambutnya dengan pukulan raket.  

Begitu saja berjalan selama nyaris dua jam.  Selesai berlatih, remaja perkasa tadi menyalami dan membungkuk dengan takzim kepada pelatih, sang ayah pun demikian juga.  Keduanya lantas pamit pulang, meninggalkan pelatih yang teratih-tatih berjalan ke pinggir lapangan lalu duduk di kursi lipat knock down yang menempel sedemikian rupa di tongkat pembantu jalannya.

Di tempat yang berbeda, dalam sebuah pertandingan basket sekolah menengah atas untuk tingkat propinsi, diselenggarakan pertandingan basket yang diikuti sekolah menengah atas sepropinsi Banten.  Pemenangnya, klub basket dari sekolah menengah atas swasta kelas internasional terbaik di kota Tangerang.  

Para pemainnya, sekelompok remaja pilihan bertinggi badan rata-rata di atas seratus delapan puluh sentimeter, dengan gizi yang cukup membuat stamina mereka cukup tangguh dan sulit dikalahkan.  

Namun uniknya, pelatih yang telah membuat mereka meraih juara pertama tersebut, adalah seorang gadis muda mungil, bertinggi badan seratus lima puluh sentimeter saja.  Gadis tersebut lincah bukan buatan, berlari kian kemari memberi semangat anak asuhannya.  

Jika dilihat dari usia yang masih sangat muda, dan tinggi badan yang jauh dari memadai untuk permainan sekeras basket, gadis berjilbab tersebut rasanya tidak meyakinkan untuk diberi kepercayaan melatih sebuah klub basket remaja perkasa bukan buatan tadi.  Namun kenyataannya, ia mampu dan menunjukkan kapasitasnya sebagai pelatih yang mampu membawa timnya sukses menapak tangga kemenangan.  

Banyak penonton yang keheranan, tatkala dalam sesi time out, atau briefing di lapangan para anak asuhannya tunduk sepenuhnya kepada arahan si gadis mungil tak meyakinkan tersebut.  Dengan bahasa tubuh hormat yang tidak dibuat-buat, mereka terlihat mendengarkan dengan serius apapun yang diperintahkan sang pelatih.  

Kadangkala juga tampak si pelatih cerewet tadi memarahi salah satu pemain yang berbuat kesalahan.  Alhasil, begitu permainan selesai, pelatih mungil tadi serta merta diangkat dan dibopong beramai-ramai serta dibawa berlari keliling lapangan.  Masih untung mereka tidak timbul niat isengnya untuk melemparkan sang pelatih judes berbobot ringan tersebut ke ring basket sebagai pengganti bola.

Pada saat ini, dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat, banyak anak-anak lulusan sekolah menengah atas yang sudah memiliki kemampuan di bidang-bidang tertentu.  Sebagai contoh ada anak-anak sekolah menengah atas yang sudah mempunyai kemampuan menulis artikel, essay, bahkan menjadi penulis novel.  

Kemampuan mengolah dan mengoperasikan computer dengan sangat baik pun banyak yang sudah dimiliki oleh anak-anak setingkat sekolah menengah.  Bahkan seperti kita ketahui bersama, banyak anak-anak setingkat sekolah menengah yang mampu mengadakan penelitian serta menemukan inovasi-inovasi yang melebih kemampuan anak-anak setingkat dirinya, bahkan jauh melampaui orang-orang yang sudah senior sekalipun.  

Anak-anak ajaib ini kemudian melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, dan lazimnya mereka akan mengikuti dengan tekun serta penuh tanggung jawab apapun yang diajarkan oleh dosennya, kendatipun acapkali kemampuan sang dosen tidak lebih baik dari kemampuan anak-anak tersebut.   

Mereka pada umumnya tetap menganggap dirinya masih kurang ilmu dan ingin menambah ilmu dari sang dosen yang dianggapnya jauh lebih pintar dan berpengalaman.

Anggota parlemen, baik tingkat pusat maupun daerah lazimnya memiliki staf ahli, yang tugasnya melakukan penelitian dan observasi di lapangan tentang issue sesuatu masalah yang dianggap penting.  

Para staf ahli ini kemudian melakukan analisa dan kajian, serta merekomendasikannya untuk dijadikan pertimbangan bagi para anggota parlemen tersebut dalam menjalankan tugasnya membuat kebijakan-kebijakan tertentu, sebab tugas parlemen adalah bersama-sama dengan pemerintah membuat peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan baru.  

Namun demikian, para staf ahli yang terdiri dari orang-orang pilihan tersebut, acapkali menelan kekecewaan, karena rekomendasi dari mereka yang penyusunannya sudah mereka kerjakan dengan serius dan melelahkan, lebih sering tidak digunakan.  

Para anggota parlemen yang terhormat tersebut lebih banyak menggunakan cara berpikir mereka, dan hasil lobi dan negosiasi dengan para pihak yang berkepentingan dalam membuat suatu kebijakan.  Rekomendasi dari para staf ahli hanya dijadikan pelengkap saja.

Kebodohan dan Kepintaran

Kebodohan adalah keadaan dan situasi di saat kurangnya pengetahuan terhadap sesuatu informasi yang bersifat subyektif.  Hal ini tidak sama dengan tingkat kecerdasan yang rendah (kedunguan), seperti kualitas intelektual dan tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang.  Kata "bodoh" adalah kata sifat yang menggambarkan keadaan di saat seseorang tidak menyadari sesuatu hal, tetapi masih memiliki kemampuan untuk memahaminya.

Kebodohan bisa saja bersifat relative atau absolut.  Dikatakan relative jika seseorang tidak menguasai masalah di suatu bidang, namun sangat pintar di bidang lainnya.  

Sedangkan kebodohan absolut, adalah jika seseorang tidak menguasai masalah di segala bidang, alias tak memiliki kemampuan apa-apa.  Kemudian orang-orang yang masuk dalam kategori bodoh juga mempunyai dua jenis, jenis yang pertama yang sadar akan kebohonannya dan berupaya untuk belajar demi kemajuan dirinya.  

Sedangkan kelompok yang kedua, adalah kelompok yang tidak menyadari bahwa dirinya tidak tahu apa-apa.  Ini sangat membahayakan dan mengerikan.  Seperti kata pepatah, tiada yang lebih mengerikan daripada tindakan orang yang tidak tahu apa-apa.

Kepintaran, sering diidentikan dengan kecerdasan yaitu: istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan belajar.  Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu.  

Dalam hal ini, kita menganggap bahwa kepintaran adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu masalah di bidang yang mereka kuasai.  Jadi pintar yang kita maksud di sini, sama juga dengan kemampuan.  Jadi seorang yang ahli di bidang olah raga, atau tehnik membuat rumah pun, kita definisikan sebagai orang yang pintar.

Dalam sebuah pepatah kuno, yang diajarkan secara turun temurun di daerah Belitung, dikenal istilah, "Bodoh tidak mau nurut, pintar tidak mau ngajar.".  Banyak kegagalan yang terjadi dalam mengerjakan sesuatu disebabkan oleh karena orang-orang yang melakukan pekerjaannya mengabaikan ajaran kuno tersebut.  

Orang-orang yang sebenarnya masuk dalam kategori "kelompok kurang pintar", tidak mau menuruti apapun yang diajarkan oleh "kelompok pintar",  atau sebaliknya orang-orang yang masuk dalam kelompok pintar tadi, tidak mau mengajari kelompok yang kurang pintar dengan alasan yang hanya dipahami oleh mereka sendiri. 

Beberapa contoh kasus di atas: remaja pemain badminton, kelompok para pemain basket dan mahasiswa baru yang sudah pintar, termasuk dalam kategori orang bodoh yang penurut.  Mereka menganggap dirinya masih bodoh dan mau belajar dari para pelatihnya, walaupun jika dilihat secara fisik, pelatih mereka berada jauh kemampuannya di bawah mereka.  

Namun mereka mau mendengarkan dan menuruti apapun yang diajarkan oleh pelatihnya.  Sedangkan untuk kasus anggota parlemen, terjadi sebaliknya.  Mereka sebenarnya merupakan sekelompok orang bodoh dalam hal menyusun peraturan ataupun membuat kebijakan, karena keahlian mereka sebenarnya adalah dalam hal mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya untuk memilih dirinya sebagai anggota parlemen.  

Namun mereka tidak menyadarinya, dan menganggap dirinya pintar dan tidak mau mengindahkan masukan dari staf ahlinya.  Ini yang disebut sebagai, "Bodoh tidak mau nurut".  Dan kita semua pun paham apa kelanjutannya.

Sebagai contoh, koordinasi yang sempurna dari yang bodoh menurut dan yang pintar mau mengajar, adalah dalam hal pembangunan sebuah gedung megah bertingkat, fasilitas bandara, dan sejenisnya.  Amatilah, yang melakukan pekerjaan sampai titik terakhir adalah bukan tenaga ahli yang berpendidikan.  Mereka hanyalah tenaga operator yang mempunyai kemampuan teknik ala kadarnya.  

Orang yang sangat pintar, adalah orang yang merancang gedung tersebut pada awal pembangunan.  Namun lihatlah, dari orang yang sangat pintar, mengajari orang yang satu tingkat berada di bawahnya dan seterusnya sampai tingkat operator.  

Maka jadilah gedung yang persis sesuai seperti apa yang diinginkan oleh perancang pada awalnya.  Ini semata-mata terjadi karena orang yang merasa kurang pintar mengikuti sepenuhnya instuksi dari orang yang pintar.

Jadi jika ingin negara ini maju, maka orang yang bodoh sebaiknya menurut dan orang yang pintar sebaiknya mengajarlah.  Terserah bagaimana caranya.  Dengan menulis atau menyampaikan hal yang benar dan baikpun sebetulnya kita sudah ikut mengajar.  Dan jika kita masih merasa bodoh, belajarlah, jangan malu-malu untuk belajar.  

Sebab jauh lebih baik merasa bodoh, dari pada merasa pintar namun sesungguhnya kita masih belum tahu apa-apa.  Bahasa gaulnya "sok pintar" atau "sok tau", dua istilah yang sama-sama tak enak didengar, dan tak baik untuk jantung dan mag. 

Dapat menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan asam lambung meningkat, mendesak ulu hati dan membikin sesak nafas.  Setidaknya keluar keringat dingin.

Tangerang, 23 Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun