Di sebuah tempat kebugaran di kota Tangerang, tampak seorang remaja putra berkebangsaan asing sedang berlatih badminton, ditemani ayahnya. Â Pelatihnya, seorang pria paruh baya menjelang uzur, memakai tongkat yang bisa difungsikan sebagai kursi lipat. Â Tampak sekali sang pelatih baru sembuh dari sakit, karena jalannya masih tertatih-tatih dengan sebelah kaki yang tampak mengecil dan diseret. Â
Sakit yang kemungkinan besar baru akan sembuh dalam tempo yang relative lama. Â Dalam berlatih tersebut, sang pelatih hanya melemparkan shuttlecock berulang-ulang, dan si remaja menyambutnya dengan pukulan raket. Â
Begitu saja berjalan selama nyaris dua jam. Â Selesai berlatih, remaja perkasa tadi menyalami dan membungkuk dengan takzim kepada pelatih, sang ayah pun demikian juga. Â Keduanya lantas pamit pulang, meninggalkan pelatih yang teratih-tatih berjalan ke pinggir lapangan lalu duduk di kursi lipat knock down yang menempel sedemikian rupa di tongkat pembantu jalannya.
Di tempat yang berbeda, dalam sebuah pertandingan basket sekolah menengah atas untuk tingkat propinsi, diselenggarakan pertandingan basket yang diikuti sekolah menengah atas sepropinsi Banten. Â Pemenangnya, klub basket dari sekolah menengah atas swasta kelas internasional terbaik di kota Tangerang. Â
Para pemainnya, sekelompok remaja pilihan bertinggi badan rata-rata di atas seratus delapan puluh sentimeter, dengan gizi yang cukup membuat stamina mereka cukup tangguh dan sulit dikalahkan. Â
Namun uniknya, pelatih yang telah membuat mereka meraih juara pertama tersebut, adalah seorang gadis muda mungil, bertinggi badan seratus lima puluh sentimeter saja. Â Gadis tersebut lincah bukan buatan, berlari kian kemari memberi semangat anak asuhannya. Â
Jika dilihat dari usia yang masih sangat muda, dan tinggi badan yang jauh dari memadai untuk permainan sekeras basket, gadis berjilbab tersebut rasanya tidak meyakinkan untuk diberi kepercayaan melatih sebuah klub basket remaja perkasa bukan buatan tadi. Â Namun kenyataannya, ia mampu dan menunjukkan kapasitasnya sebagai pelatih yang mampu membawa timnya sukses menapak tangga kemenangan. Â
Banyak penonton yang keheranan, tatkala dalam sesi time out, atau briefing di lapangan para anak asuhannya tunduk sepenuhnya kepada arahan si gadis mungil tak meyakinkan tersebut. Â Dengan bahasa tubuh hormat yang tidak dibuat-buat, mereka terlihat mendengarkan dengan serius apapun yang diperintahkan sang pelatih. Â
Kadangkala juga tampak si pelatih cerewet tadi memarahi salah satu pemain yang berbuat kesalahan. Â Alhasil, begitu permainan selesai, pelatih mungil tadi serta merta diangkat dan dibopong beramai-ramai serta dibawa berlari keliling lapangan. Â Masih untung mereka tidak timbul niat isengnya untuk melemparkan sang pelatih judes berbobot ringan tersebut ke ring basket sebagai pengganti bola.
Pada saat ini, dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat, banyak anak-anak lulusan sekolah menengah atas yang sudah memiliki kemampuan di bidang-bidang tertentu. Â Sebagai contoh ada anak-anak sekolah menengah atas yang sudah mempunyai kemampuan menulis artikel, essay, bahkan menjadi penulis novel. Â
Kemampuan mengolah dan mengoperasikan computer dengan sangat baik pun banyak yang sudah dimiliki oleh anak-anak setingkat sekolah menengah. Â Bahkan seperti kita ketahui bersama, banyak anak-anak setingkat sekolah menengah yang mampu mengadakan penelitian serta menemukan inovasi-inovasi yang melebih kemampuan anak-anak setingkat dirinya, bahkan jauh melampaui orang-orang yang sudah senior sekalipun. Â