Mohon tunggu...
Tito Prayitno
Tito Prayitno Mohon Tunggu... Notaris - Notaris dan PPAT

Ayah dua orang putri

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Budayakan Bekerja, Bukan karena Reward

11 Februari 2020   15:29 Diperbarui: 11 Februari 2020   16:20 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lazimnya sebuah keluarga kecil, dengan anak yang masih di bawah dua tahun, bahasa yang dipakai adalah bahasa sang anak.  Anak menciptakan bahasa dengan lidah cadelnya, dan ditabalkanlah bahasa ciptaan spesies imut-imut tersebut untuk waktu yang tidak jelas.  Demikianlah yang terjadi di sebuah keluarga di Tangerang. 

Untuk menamakan uang logam recehan, sang anak menyebutnya "cicing", mengacu kepada bunyinya yang gemerincing; cing...cing...cing.  Ajaibnya, seturut anak tersebut beranjak besar, dan mengetahui ada alat pembayaran yang sah selain uang logam, yaitu uang kertas, sang anak -- entah siapa yang mengajari -, juga mengatakan uang kertas sebagai "cicing".  Maka jadilah sejak saat itu kata cicing digunakan sebagai pengganti sebutan uang di keluarga bahagia tersebut, hingga saat ini.

Sejalan dengan ditabukannya kata uang dan diganti dengan kata cicing, beberapa kata yang agak seram didengar, juga diganti tanpa sengaja, contohnya; kata onyet untuk monyet, etan untuk setan, ogeb untuk bodoh, guguk untuk anjing dan biba untuk babi, tak jelas apa salah para mahluk tersebut sampai namanya pun terdengar risih jika disebut dengan nama yang sebenar-benarnya.  Kelanjutannya, seperti halnya hampir di setiap keluarga lain di bumi pertiwi, kata-kata yang berhubungan dengan perkelaminan juga ditabukan.

Peristiwa di atas, sejatinya merupakan kearifan lokal, yang secara tak sadar digunakan para orang tua, agar generasi di bawahnya dibatasi untuk mengakses hal tertentu yang pada akhirnya diharapkan akan segan melakukan tanpa terkendali sesuatu perbuatan yang bahkan untuk menyebutnya pun harus disamarkan dengan tata krama, yang konon berkonotasi lebih halus. 

Bayangkan jika sedari kecil para generasi balita dibiarkan mengucapkan dengan bebas kata-kata yang sering digunakan orang dewasa untuk memaki, maka sangat boleh jadi, sebelum tuntas masa remajanya pun kata-kata yang berkonotasi "kasar" tersebut akan bertebaran keluar dari mulut anak-anak belia yang manis dan lucu tersebut.

Berangkat dari cerita di atas, keluarga muda yang menabukan kata uang, pada akhirnya kemungkinan menjadi sebuah keluarga yang tidak mengejar uang dalam kesehariaanya.  Mereka bekerja keras sepanjang waktu, hanya sekedar untuk bekerja, bukan untuk mencari uang, melainkan semata-mata berpikiran bahwa dalam hidup memang harus bekerja. 

Seperti seekor kuda, yang sepanjang hidupnya harus berlari kian kemari, tanpa pernah berpikir bahwa dengan berlari tubuhnya akan menjadi kekar dan disukai oleh para kuda betina pilihannya.  Atau nanti setelah berlari kian kemari akan mendapat hadiah wortel dari seseorang, baik oleh pelatih ataupun oleh orang yang kasihan kepadanya.

Demikianlah keluarga tersebut menjalankan kehidupannya.  Sebagai keluarga muslim, yang setiap tahun harus menjalankan ibadah puasa, di masa kecil si anak pencipta kata cicing tersebut, seperti anak kecil pada umumnya mencoba menjalankan puasa sebulan penuh, yang acapkali dianggap sebagai prestasi yang membanggakan. 

Namun yang membedakan, jika keluarga lain si anak yang berprestasi seperti itu, pada hari raya mendapatkan hadiah khusus serta pujian seminggu dua, anak pencipta cicing tadi tak mendapat apa-apa, hanya sekedar pujian sebagai basa-basi.  Dan lucunya sang anak tidak menuntut.  Demikian juga seterusnya, saat mereka menjalankan pendidikan hingga masuk di perguruan tinggi negeri ternama, tak ada hadiah khusus selain pujian dan pelukan dari ayah bundanya.  Selanjutnya, mereka kembali bekerja keras demi prestasi yang lain.

Reward

Reward, acapkali diartikan sebagai penghargaan, yang sejatinya diberikan untuk memotivasi seseorang untuk melakukan ataupun tidak melakukan suatu perbuatan.  Memang pada prinsipnya reward atau hadiah yang sudah diumumkan sebelum seseorang melakukan sesuatu tidaklah membahayakan, namun demikian jika dilakukan secara berulang-ulang dan mempengaruhi bawah sadar dampak dan implikasinya tak bisa dianggap remeh, karena mengarah ke mentalitas.

Seseorang yang terbiasa bekerja untuk mendapatkan hasil, biasanya tidak akan begitu bersemangat jika melakukan sesuatu yang hasilnya tidak terlihat nyata di depan mata, atau jangka panjang, apalagi yang hasil kerjanya tak bisa diramalkan.  Sebagai contoh, kaum nelayan dan pemburu  biasanya punya daya juang dalam hal kesabaran berbeda dengan kaum petani. 

Kaum nelayan dan pemburu, jika berangkat bekerja, pulangnya sudah dipastikan membawa hasil, sementara kaum petani, mereka menanam sekarang, hasilnya tak dapat dinikmati pada hari itu juga.  Boleh jadi berbilang hari, minggu, bulan bahkan tahun, bahkan bukan tak mungkin sia-sia akibat bencana alam atau diserang hama. 

Seorang pekerja yang mengharapkan upah, maksimal pada akhir bulan akan menerimanya, seberapa pun besarnya upah atau gaji tersebut, akan berbeda daya juangnya dengan seseorang yang memutuskan untuk merintis karir menjadi usahawan.  Oleh sebab, seorang usahawan belum jelas kapan akan memperoleh hasil dari usahanya tersebut.

Jadi alangkah bijaknya, jika setiap orang terbiasa melakukan sesuatu tanpa mengharapkan hasil, melainkan semata-mata karena sesuatu tersebut memang harus kita lakukan.  Bukankah ada yang mengatakan, bahwa mungkin hasil pendidikan yang paling berharga adalah; kemampuan kita melakukan suatu pekerjaan, tak peduli pekerjaan tersebut kita sukai atau tidak.

Bagaikan seorang pendaki gunung, saat mereka mendaki tak akan terlihat puncak gunung seperti yang dilihatnya dari kejauhan di kaki gunung.   Yang terlihat hanya hutan belantara atau semak belukar di depan mata.  Namun mereka tetap setia menyusuri jalan setapak, betapapun sangat melelahkan jiwa dan raga. 

Seorang atlit yang ingin membentuk tubuhnya menjadi bagus, harus melakukan latihan rutin yang tak jelas kapan akhirnya.  Seseorang yang memilih investasi masa depan di dunia pendidikan, tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dua puluh tahun dari saat mereka mulai menuntut ilmu, namun mereka tetap jalankan dengan penuh keyakinan akan masa depan yang lebih cerah.

Orang tua kerapkali berpesan, bekerja keraslah dari sekarang, karena jika engkau tidak bekerja keras selagi muda, maka engkau terpaksa akan bekerja keras di masa tua.  Namun jika kerja kerasmu selagi muda tak mendapatkan hasil di kemudian hari, tak mengapa, karena engkau telah terbiasa bekerja keras.

Jadi, pesan moralnya, bekerjalah sekeras mungkin karena tugas kitalah untuk bekerja keras, mengenai hasil sudah bukan urusan kita lagi.  Sebab jika kita terbiasa menuntut pamrih, maka kita akan sering menuai kecewa.  Jadilah individu pekerja, tanpa pamrih.  Hilangkan mental mengharapkan reward, tak peduli kita sudah bekerja sepenuh jiwa dan raga.  Apalagi jika tanpa bekerja keras, ingin mendapatkan hasil yang serta merta besar.  Setidaknya dengan demikian, kita sudah menyelamatkan generasi ini dari generasi pengharap imbalan, yang kadangkala diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, dan cenderung memalukan. 

Misalnya; jika ada teman yang berulang tahun, atau mencapai kesusksesan tertentu, setelah berbasa-basi dengan ucapan selamat seperlunya dilanjutkan dengan permintaan traktir makan-makan dan sejenisnya.  Demikian juga jika ada teman atau handai taulan yang pergi berlibur, selalu diingatkan dengan kata-kata yang kadang memalukan..."jangan lupa oleh-olehnya ya?".  Entah itu kebiasaan rakyat di planet mana...

Tangerang, 11 Februari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun