Mohon tunggu...
Titono Wahyudi
Titono Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akhlak Dalam Filsafat Pendidikan Islam

24 Desember 2024   14:46 Diperbarui: 24 Desember 2024   14:46 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak. Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah menimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang- ulang sehingga mudah melakukannya, masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.

Berdasarkan beberapa pengertian akhlak tersebut di atas, maka suatu perbuatan dapat disebut akhlak jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Perbuatan tersebut berasal dari dorongan jiwa dan bukan dari paksaan orang lain
  • Perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan hampir menjadi kebiasaan
  • Perbuatan tersebut timbul dengan sendirinya secara spontan, tanpa pertimbangan terlebih dahulu.

Dengan demikian akhlak menunjukkan kondisi jiwa yang menimbulkan perbuatan atau perilaku secara spontan. Seseorang dikatakan berakhlak penolong, ketika dihadapkan kepada orang yang sedang dirundung kesulitan, secara spontan akan memberikan pertolongan tanpa banyak memperhatikan atau memikirkan untung-rugi, atau ketika seseorang sedang berjalan tiba-tiba tersandung batu, maka kata-kata yang keluar dari mulutnya mencerminkan akhlaknya. Jadi akhlak menunjukkan pada hubungan sikap batin dan perilaku secara konsisten.

Epistemologi Akhlak

Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi, istilah etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori. Dengan demikian epistemologi secara etimologi adalah teori ilmu pengetahuan (Mustansyir & Munir, 2013: 16). Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan pokoknya adalah "apakah ada itu?", sedangkan dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah "apa yang dapat saya ketahui?".

Epistemologi akhlak merupakan kajian terhadap bagaimana akhlak itu bisa diperoleh dan diajarkan kepada orang lain. Berbicara tentang pemerolehan akhlak maka tidak terlepas dari teori kesadaran nilai, karena akhlak adalah bagian dari pada nilai yang termasuk ke dalam nilai etik. Mengutip pendapat Mulyana (2011: 42) bahwa nilai sering diselidiki dari cara perolehannya dan melalui dinamika kesadaran nilai pada diri manusia.

Aksiologi Akhlak

Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah "Teori tentang nilai" (Salam, 1997: 168). Senada dengan itu, Suriasumantri (2000: 234) mengatakan aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan pengetahuan yang diperoleh. Berbicara tentang nilai maka ada beberapa pengertian yang bisa dipahami, sebagai berikut:

Menurut Baier (Mulyana, 2004: 8) nilai sering kali dirumuskan dalam konsep yang berbeda-beda, hal tersebut disebabkan oleh sudut pandangnya yang berbeda-beda pula. Contohnya seorang sosiolog mendefinisikan nilai sebagai suatu keinginan, kebutuhan, dan kesenangan seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Seorang psikolog akan menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala psikologis, seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan yang dimiliki secara individual sampai pada tahap wujud tingkah lakunya yang unik. Sementara itu, seorang antropolog melihat nilai sebagai "harga "yang melekat pada pola budaya masyarakat seperti dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum dan bentuk-bentuk organisasi sosial yang dikembangkan manusia. Perbedaan pandangan mereka dalam memahami nilai telah berimplikasi pada perumusan definisi nilai. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi nilai yang masing-masing memiliki tekanan yang berbeda.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa akhlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung rugi. Bagi orang yang berakhlak baik, berbuat baik adalah satu ekpresi, bukan transaksi, oleh karena itu perbuatan baiknya mengalir begitu saja tanpa harus mempertimbangkan untung rugi. Yang dimaksud dengan perbuatan adalah kegiatan fisik atau mental yang dilakukan secara sengaja dan bertujuan. Perbuatan bisa berujud aktifitas gerak, bisa juga berwujud diam tanpa gerak. Tidak berbuat dan tidak berkatakata yang dilakukan secara sengaja adalah suatu perbuatan yang bernilai akhlak. Oleh karena itu, bagi orang yang berakhlak, perkataannya, perbuatannnya dan diamnya diukur secara cermat, kapan harus berkata dan kapan harus diam, kapan harus bertindak dan kapan harus berdiam diri. Akhlak mengandung dimensi vertikal, horizontal dan internal, oleh karena itu kemanfaatan hidup berakhlak dirasakan oleh masyarakat dan oleh orang yang bersangkutan.

Di antara manfaat hidup berakhlak bagi individu yang berakhlak adalah: Dapat menikmati ketenangan hidup. Ketenangan dalam hidup diperoleh oleh orang yang tidak memiliki konflik batin, konflik interest. Konflik batin timbul disebabkan oleh ketidak mampuan seseorang berakrab-akrab dengan diri sendiri, dengan kemampuan diri sendiri, dengan apa yang telah dimiliki. Pusat perhatian orang berakhlak ialah pada bagaimana menjadikan dirinya bermakna, bermakna bagi keluarga, masyarakat dan bangsa serta kemanusiaan sesuai dengan nilai yang diajarkan oleh Allah Sang Pencipta. Dari segi ini orang yang berakhlak selalu bekerja keras tak kenal lelah untuk orang lain, yang dampaknya pulang kepada diri sendiri, yaitu tidak hirau terhadap kesulitan pribadinya. Secara internal orang berakhlak selalu mensyukuri nikmat Allah kepada dirinya sehingga ia merasa telah diberi banyak dan banyak memiliki. Dari itu ia selalu berfikir untuk memberi dan sama sekali tidak berfikir untuk menguasai apa yang telah dimiliki orang lain

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun