Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Jurnalis - Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Jadi Survivor Covid Kedua Kali, Sempat Masuk di Rumah Sakit dan Berinteraksi dengan Kapolri Saat di Isoter

27 Februari 2022   08:05 Diperbarui: 27 Februari 2022   08:07 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemikiran saya, jika saya laporan saya akan mendapatkan penilaian buruk dan durasi rawat inap semakin lama. Meski begitu, keesokannya saya baru cerita kepada perawat yang memeriksa saya.

Meski sempat dimarahi, saya akhirnya bisa selesai jalani karantina seminggu di rumah sakit dan tambahan 2 minggu isolasi di rumah. Hampir sebulan saya tidak ada aktifitas berarti.

Dua tahun berlalu, tidak sangka, saya harus berkenalan lagi dengan virus satu ini. Bedanya, dulu tidak ada jenis varian, sekarang saya 'diduga' terkena varian Omnicron.

Di perkenalan kedua ini, gejala yang saya alami berbeda. Jika pertama saya memutuskan swab karena merasa kontak erat, kali ini saya melakukan swab karena sudah 3 hari panas tinggi.

Saya merasakan panas tinggi selama 3 hari berturut-turut, bahkan menyentuh angka 38,8 derajat celcius. Saya teringat, anak saya pernah panas di angka segini saat terkena DB dan kondisinya menggigil.

Tidak hanya panas tinggi, saya merasakan nyeri yang begitu hebat pada tulang ekor saya. Membuat saya harus merasakan kesakitan yang begitu hebat, saya tidak bisa berdiri, tidur miring pun sakitnya minta ampun.

Selain itu, saya mengalami mual dan muntah. Saya hampir tidak makan selama tiga hari ini. Tentu ini membuat badan saya begitu lemas dan seperti tidak "jangkep" kalau kata orang jawa.

Muntah saya pun tidak hanya sekadar makanan yang keluar tapi juga merah seperti darah. Kondisi saya diperparah dengan diare di hari ketiga. Saya begitu kesakitan.

Ketika sore hari saya merasa sedikit enak badan, saya memutuskan pergi sendiri ke laboratorium yang cukup jauh sebenarnya dari rumah untuk tes PCR.

Besoknya, di hari keempat siang, hasil tes PCR keluar dan saya harus menerima kenyataan saya "positif". Jujur, kondisi ini membuat saya terpukul, bahkan saya menangis saat laporan ke petugas puskesmas via telepon.

Sebagai orang yang pernah terlibat penanganan Covid dan pernah terkena Covid, saya paham SOP jika saya terjangkit Covid. Sejak hari kedua, saya sudah meminta anak dan istri saya menjaga jarak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun