Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Jurnalis - Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Jadi Survivor Covid Kedua Kali, Sempat Masuk di Rumah Sakit dan Berinteraksi dengan Kapolri Saat di Isoter

27 Februari 2022   08:05 Diperbarui: 27 Februari 2022   08:07 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang survivor Covid sebenarnya bukanlah hal yang patut dibanggakan. Tapi sekiranya hal ini patut menjadi pembelajaran bagi semua orang yang masih meremehkan Covid.

Pertama kali saya 'berkenalan' dengan Covid 19 saat peak season di puncak pertama kasus Covid di Indonesia pada sekira bulan Agustus tahun 2020. Saat itu saya mengalami gejala yang terbilang ringan.

Saya adalah seseorang yang memiliki komorbid asma. Saat terkena Covid di tahun itu, saya sebenarnya mengalami gejala ringan. Hanya saja karena memiliki komorbid asma saya diminta untuk rawat inap di rumah sakit.

Gejala saya saat pertama kali terkena, hanya merasa 'engap' tanpa sesak. Walaupun begitu, saya memutuskan untuk menggunakan masker double saat menunggu hasil tes yang membutuhkan waktu seminggu.

Saat itu tes PCR tidak seperti sekarang yang bisa keluar dengan hasil cepat dalam waktu 1x24 jam. Dulu, hasil PCR masih butuh waktu 1 minggu agar bisa keluar karena keterbatasan alat dan penumpukan sample.

Di rumah sakit, saya dibawakan oleh keluarga saya Oxymeter untuk mengukur kadar oksigen saya. Sehingga gak perlu menunggu pemeriksaan perawat untuk tahu kadar oksigen.

Jadi sewaktu-waktu bisa digunakan, jika memang sesak dan saturasi turun saya bisa segera meminta pertolongan. Di hari ketiga di rumah sakit, saya sempat terbangun karena suara oxymeter saya berbunyi.

Saya kaget jika saturasi saya turun menjadi 93 dari batas normal 95. Saya waktu itu berpikir yang terburuk jika saya akan mati, bahkan saya sudah berdoa pasrah.

Alasan saya tidak memanggil perawat adalah saya ingin segera pulang. Mengingat dari satu rumah, hanya anak dan adik kandung saya yang negatif. Saya ingin pulang untuk bisa asuh anak saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun