Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Jurnalis - Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemampuan Teman Disabilitas, Mampu Bedakan Ketulusan Hati Orang di Sekitarnya

25 Desember 2021   09:32 Diperbarui: 25 Desember 2021   09:37 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kedekatan dengan disabilitas. Sumber : Unicef

Salah satu pembimbing seorang dokter di tempat itu mengatakan, anak disabilitas itu punya keahlian yang istimewa, yaitu mereka bisa rasakan siapa orang yang tulus hatinya.

Apakah orang itu hanya kasihan kepadanya, beneran ingin menjadi temannya atau malah memandang rendah dirinya. Mereka otomatis akan menyadari hal tersebut.

Sebagai pribadi yang memang suka bermain bersama anak kecil, saya cukup dengan mudah dekat dengan teman-teman saya ini. Otomatis tidak ada hambatan komunikasi dengan mereka.

Salah satu pengalaman yang selalu saya ingat, salah satu teman saya cerebral palsy atau yang biasa disebut dengan CP. Mereka mengalami keterbatasan gerak.

Dari sana, saya mengenal CP terbagi menjadi empat, yaitu spastic (paling umum), dyskinetik, ataksik dan campuran.

Nah, salah satu teman saya adalah CP ataksik. Dia tidak bisa duduk tegap ataupun berjalan. Dia tidak memiliki keseimbangan dan koordinasi tubuh yang baik.

Dari ibunya, saya tahu jika sang anak sebenarnya umur 12 tahun namun karena CP, sang anak mengalami keterlambatan perkembangan. Sehingga seolah-seolah menjadi anak umur 2 tahun.

Dia tidak bisa bicara ataupun duduk. Dia tidak bisa bermain dengan anak seusianya. Tapi dia paham apa yang saya ucap saat saya berdialog dengannya.

"Hallo... Dani (nama samaran), gimana kabarnya hari ini. Tetep semangat belajar ya. Ibumu sayang sekali denganmu. Kamu ndak punya temen main ya di rumah, aku mau kok jadi temen mainmu," kira-kira begitu ucap saya.

Saya mengatakan hal tersebut, sambil mengajarinya bermain sambil belajar. Belajar untuk bisa menggenggam, belajar untuk menyentuh barang dan belajar merespon.

Ternyata, hal yang membuat saya senang sekaligus sedih, Dani merespon ucapan saya dengan baik. Bahkan dia terlihat meneteskan mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun