Salah satu pembimbing seorang dokter di tempat itu mengatakan, anak disabilitas itu punya keahlian yang istimewa, yaitu mereka bisa rasakan siapa orang yang tulus hatinya.
Apakah orang itu hanya kasihan kepadanya, beneran ingin menjadi temannya atau malah memandang rendah dirinya. Mereka otomatis akan menyadari hal tersebut.
Sebagai pribadi yang memang suka bermain bersama anak kecil, saya cukup dengan mudah dekat dengan teman-teman saya ini. Otomatis tidak ada hambatan komunikasi dengan mereka.
Salah satu pengalaman yang selalu saya ingat, salah satu teman saya cerebral palsy atau yang biasa disebut dengan CP. Mereka mengalami keterbatasan gerak.
Dari sana, saya mengenal CP terbagi menjadi empat, yaitu spastic (paling umum), dyskinetik, ataksik dan campuran.
Nah, salah satu teman saya adalah CP ataksik. Dia tidak bisa duduk tegap ataupun berjalan. Dia tidak memiliki keseimbangan dan koordinasi tubuh yang baik.
Dari ibunya, saya tahu jika sang anak sebenarnya umur 12 tahun namun karena CP, sang anak mengalami keterlambatan perkembangan. Sehingga seolah-seolah menjadi anak umur 2 tahun.
Dia tidak bisa bicara ataupun duduk. Dia tidak bisa bermain dengan anak seusianya. Tapi dia paham apa yang saya ucap saat saya berdialog dengannya.
"Hallo... Dani (nama samaran), gimana kabarnya hari ini. Tetep semangat belajar ya. Ibumu sayang sekali denganmu. Kamu ndak punya temen main ya di rumah, aku mau kok jadi temen mainmu," kira-kira begitu ucap saya.
Saya mengatakan hal tersebut, sambil mengajarinya bermain sambil belajar. Belajar untuk bisa menggenggam, belajar untuk menyentuh barang dan belajar merespon.
Ternyata, hal yang membuat saya senang sekaligus sedih, Dani merespon ucapan saya dengan baik. Bahkan dia terlihat meneteskan mata.