Surabaya mengirimkan 3 ton makanan bergizi buat anak - anak di Azmat sebagai bentuk bantuan agar gizi buruk di sana bisa berlalu. Bantuan itu langsung diterima oleh bupatinya sendiri.
Selain di Azmat, sebut saja Sentani saat terjadi musibah longsor. Bantuan bencana di wilayah Bovendigo, wilayah Teluk Wandama saat banjir bandang. Semua daerah-daerah itu mendapatkan perhatian dari Bu Risma.
Jika memang bantuan bencana ini dianggap bukan kemanusiaan, lantas bagaimana bisa Bu Risma mendapatkan panggilan sayang dari warga Papua di Surabaya sebagai "Mama Papua"?
Sebutan Mama Papua ini tidak serta merta gampang diberikan sembarangan. Toh, para mama - mama alias ibu - ibu dari Papua juga dilatih untuk bisa membuka lapangan kerja baru di tempat asalnya, Papua.
Mulai dilatih masak, jahit, bikin kue, bisnis dan banyak juga diberikan buat mama - mama papua itu. Harapannya, mereka bisa berusaha mengangkat derajatnya, anak dan keluarganya.
Semua itu perhatian yang diberikan oleh Surabaya atas perintah dari Bu Risma yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Surabaya. Pelatihan itu pun diberikan melalui program Pahlawan Ekonomi, bersama dengan para ibu - ibu asal Surabaya.
Di Surabaya sendiri, program Pahlawan Ekonomi era Bu Risma mampu mengangkat perekonomian para ibu rumah tangga. Bahkan ada UKM yang memiliki omzet hingga milyaran.
Harapannya, para mama Papua yang belajar di Pahlawan Ekonomi saat itu bisa mendapatkan pelajaran dan hasil yang sama dengan UKM yang sudah sukses mengikuti program tersebut.
Nah, kalau sudah begitu banyak kedekatan Bu Risma dan Papua, lantas kenapa baru rame sekarang? Apakah orang-orang yang meramaikan ini memang suka mencari sesuatu yang berbau sara?
Sedangkan selama ini, Bu Risma dan Papua berlangsung harmonis. Mereka seakan tak terpisah, utamanya anak - anak Papua dan Bu Risma "Mama Papua".
Apakah ini menunjukkan mental orang - orang di Surabaya sudah tangguh dan tidak akan termakan segala isu sara? Sedangkan di dunia maya senang sekali dengan hal - hal yang berbau polemik?