Pernah gak sih kamu berbuat salah kepada seseorang hingga akhirnya orang itu bersumpah tidak akan mengampunimu? Mungkin kamu apakah pernah saking jengkelnya dengan seseorang, membuatmu tidak mau memaafkan karena sakit hati?
Sebagai manusia biasa, berbuat salah itu hal yang biasa, kita bukan malaikat yang tanpa melakukan kesalahan, selalu patuh dalam jalankan perintah-Nya. Sering kita silap, entah karena tidak bisa menahan emosi ataupun yang lain.
Momen Hari Raya Idul Fitri selalu dimanfaatkan banyak orang untuk saling bermaaf-maafan hingga menjadi budaya di lingkungan kita. Padahal, hal ini sebenarnya adalah hal biasa yang bisa dilakukan kapan pun tanpa menunggu hari raya.
Namun, bagaimana jika kita sudah meminta maaf meskipun di Idul Fitri, tetap tidak mendapatkan maaf dari seseorang yang pernah kita sakiti baik itu sengaja ataupun tidak sengaja? Padahal, katanya, dosa sesama manusia tidak bisa hilang jika tidak mendapatkan maaf.
Bagaimana menurut pandangan islam dan tuntunan Rasulullah SAW terkait hal ini?
Dilansir dari laman web nu, Profesor Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999) mengungkapkan doa yang dibaca Nabi Muhammad kala menghadapi situasi di atas.
Rasulullah SAW mengajarkan doa: “Ya Allah, sesungguhnya aku memiliki dosa kepada-Mu dan dosa yang kulakukan kepada makhluk-Mu. Aku bermohon Ya Allah, agar Engkau mengampuni dosa yang kulakukan kepada-Mu serta mengambil alih dan menanggung dosa yang kulakukan kepada makhluk-Mu.”
Dalam doa Nabi tersebut tersirat, diharapkan dosa-dosa yang kita lakukan kepada orang lain (sudah menyampaikan permohonan maaf kepada yang bersangkutan), diambil alih oleh Allah walaupun yang bersangkutan tidak memaafkannya.
Pengambilalihan tersebut antara lain dengan jalan Allah memberikan kepada yang bersangkutan ganti rugi berupa imbalan kebaikan dan pengampunan dosa-dosanya. Tentu hal ini kembali kepada Allah, Sang Maha Pengendali segala sesuatu.
Nah, bagi kamu yang merasa sangat 'gedek' dengan tingkah seseorang hingga bersumpah tidak mau memberikan maaf atau bahkan tidak mau berhubungan (tidak mau membantu) lagi, cobalah baca Al Qur'an Surat An-Nur ayat 22 di bawah ini :
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam surat tersebut juga diterangkan jika Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Allah saja mau memaafkan segala dosa-dosa umat manusia di muka bumi, termasuk dosamu. Lalu kenapa kamu tidak mau memaafkan?
Sedangkan dalam Al Qur'an Surat Ali ‘Imran ayat 134, bahwasanya seorang Muslim yang bertakwa dituntut atau dianjurkan untuk mengambil paling tidak satu dari tiga sikap dari seseorang yang melakukan kekeliruan terhadapnya, yaitu menahan amarah, memaafkan, dan berbuat baik terhadapnya.
“(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134)
Jika hal ini masih belum bisa menenangkan hatimu yang penuh emosi kepada seseorang hingga tidak mau memaafkannya, cobalah belajar dari cerita Nabi Yusuf selama hidupnya.
Dalam laman webnya, nu menyampaikan, Nabi Yusuf adalah korban kezaliman luar biasa yang dilakukan oleh saudara-saudara kandungnya sendiri karena merasa tidak diperlakukan sama baiknya oleh orang tua.
Mereka dengan sengaja bermaksud menyingkirkan Yusuf dengan memasukkannya ke dalam sumur. Sebelumnya bahkan mereka menyiksa Yusuf terlebih dahulu dan tak menghiraukan permintaan tolongnya.
Di fase kehidupan berikutnya, ia juga sempat menjadi budak yang diperjualbelikan di pasar budak hingga dipenjara atas sebuah tuduhan satu tindakan tak bermoral yang tak pernah ia lakukan.
Hingga suatu ketika, Nabi Yusuf menjadi seorang pejabat penting di Mesir. Ia memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar di negerinya. Ia menentukan banyak kebijakan publik bagi bangsanya.
Namun, meski dengan kekuasaan dan pengaruh besar itu, Allah menunjukkan kemuliaan dan kebesaran hati Nabi Yusuf.
Saat saudara-saudara Nabi Yusuf yang dulu telah membuangnya, datang ke Mesir untuk meminta pertolongan beberapa kali. Mereka diterima langsung oleh Nabi Yusuf, namun saudara-saudaranya tak mengenalinya karena menyangka Yusuf telah meninggal di dasar sumur itu.
Pada akhirnya mereka mengenali bahwa pejabat negara yang selama ini mereka datangi dan membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka adalah orang yang dahulu pernah mereka singkirkan.
Mengetahui demikian, mereka akhirnya mengetahui dan mengakui jika Allah lebih memberikan kemuliaan kepada Yusuf dari pada kepada mereka. Kini di hadapan Nabi Yusuf mereka mengakui kesalahan dan dosa-dosanya.
“Tak ada celaan bagi kalian di hari ini, semoga Allah mengampuni kalian.” (QS. Yusuf: 92)
Padahal, bisa saja Nabi Yusuf membalaskan dendamnya. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang dia miliki, dia bisa memberikan hukuman yang berat bagi saudara-saudaranya. Namun hal itu urung dilakukan.
Menurut Imam al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi dalam tafsirnya Ma’âlimut Tanzîl (2016:500), tafsir kalimat Nabi Yusuf itu berarti “tak ada kecaman bagi kalian pada hari ini dan aku tidak akan menyebut-nyebut dosa kalian setelah hari ini.”
Kedua, Nabi Yusuf tidak saja memaafkan para saudaranya dan membebaskan mereka dari celaan dan kecaman, tapi abi Yusuf juga menginginkan mereka diampuni oleh Allah atas dosa-dosanya sehingga kelak di akhirat pun mereka terbebas dari siksaan.
Sungguh betapa mulianya orang-orang yang berbuat hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Nabi Yusuf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H