Dengan masker transparan di bagian tengah tersebut, menurutnya bisa sangat membantu bagi tuna rungu / tuli dalam hal berkomunikasi lebih baik. Â Tentu ini dikarenakan gerak bibir kita bisa terbaca dengan baik tanpa ada penghalang.
Balik lagi ke postingan viral banyubening. Tentu saja banyak netijen yang merasa beruntung mengetahui hal ini, dengan begitu ketika bertemu dengan salah satu pengguna inovasi tersebut tidak akan terjadi miskomunikasi. Contohnya saja akun @Bigbangjoe yang menyampaikan jika hal ini bisa memberikan pengetahuan buat dirinya pribadi apalagi jika suatu saat bertemu dengan penggunanya.
"Terima kasih atas informasinya @puspaswarna. Paling tidak ini memberikan pengetahuan buat saya pribadi apalagi jika suatu saat bertemu dengan penggunanya."
Hal serupa juga disampaikan oleh akun @risriskaa, dia menyampaikan jika hal ini sangat berguna dan mengingatkan dia dengan pengalamannya bertemu dengan tuna rungu / tuli. Saat itu dia lupa sedang memakai masker sehingga orang yang ditemuinya tadi tidak mengerti ucapannya. Padahal dirinya mengeraskan suaranya dengan maksud orang tersebut bisa lebih jelas.
Ketika orang yang ditemuinya berkomunikasi melalui handphone, barulah dia paham jika orang yang ditemuinya merupakan teman tuna rungu / tuli. Dia pun merasa bersalah ketika orang tersebut pergi.
Jadi inget turun jaga ada yg tanya cara buat surat sehat, beliau berdua sdh bilang klo tuna rungu. bodonya aku lupa klo pake masker, ga aku lepas dulu, malah akunya bengok2. Akhirnya mas2 tsb ngasih hp buat aku ketik infonya. Abis mereka pergi aku baru ngeh dan merasa bersalahÂ
Nah semoga dengan berbagai cerita di atas, kita bisa bisa belajar sesuatu. Jangan judge sesuatu jika kamu tidak tahu bagaimana yang sebenarnya. Semoga tulisan ini juga bisa membantu mengedukasi dan menginspirasi banyak orang agar bisa tercipta inovasi lain bagi saudara kita.
Sebagai penutup, saya sebagai penulis teringat sebuah kalimat yang sangat saya hapal. Di tahun 2016, saya sempat menjadi volunteer bagi adek - adek berkebutuhan khusus. Mulai dari tuna rungu / tuli, autis, hingga down syndrome. Semua upaya dilakukan banyak pihak agar mereka tidak merasa berbeda dan merasa asing saat berkomunikasi ataupun saat berbaur di tengah masyarakat.
Lalu, kalimat apa yang paling saya ingat itu? "No one left behind!"
Satu kalimat yang seakan menampar muka, menyadarkan kita bahwa tidak boleh ada satupun yang tertinggal. Kita harus berjalan bersama beriringan. Jangan sampai merasa kamu di atas mereka yang memiliki kekurangan, apapun itu bentuknya. That's the point!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H