Mohon tunggu...
Titin Widyawati
Titin Widyawati Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Kehidupan

Suka melamun dan mengarang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Alibi

12 Oktober 2023   08:26 Diperbarui: 12 Oktober 2023   08:40 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Semoga saja tidak, Pak."

Malam harinya kedua orangtua Gandi menggelar doa bersama warga setempat. Bacaan-bacaan ayat suci Al-Quran dengan permohonan keselamatan dikirimkan kepada Gandi.

Jiwa seorang Ibu luluh lantah jika kehilangan anaknya. Berderai-derai air mata disuguhkan pada tamu, bahunya berguncang tak terkendali, suaranya sampai serak, tak sanggup lagi ia menyebut nama Gandi. Yasin dan Alfatihah berulang-ulang kali disenandungkan, rona wajah seluruh warga ikut berkabung. Bukan hanya Ibu Gandi saja yang menangis pilu, beberapa tetangga ikut serta merasakan pedihnya kehilangan Gandi. Ia tersebut sebagai pemuda rajin yang taat beribadah, ringan sedekah, setiap pulang dari Kota Kenangan ia tak alfa membagikan uang jajan untuk anak-anak tetangga sebelah. Tuturnya santun dan perilakunya lembut.

Bagaimana mungkin anak sebaik itu harus menerima takdir buruk? Mungkinkah Gandi lupa jalan pulang? Apakah ia terkena tabrak lari, lalu mati dan jenazahnya dibuang ke jurang? Berbagai pikiran buruk berkelindan di kepala-kepala mereka. Tapi tak seorang pun berani menyuarakannya, khawatir luka Ibu Gandi akan bertambah nganga.

"Ya Allah Gusti, berikan kesadaran kepada anak hamba, semoga ia ingat rumah, ingat ibunya, ingat bapaknya, berikan petunjuk agar ia menemukan jalan pulang!" Ungkap ibunya dengan sendu sedan.

"Ya Allah, Gandi titipan terbaik-Mu, terangilah langkahnya untuk kembali ke pangkuanku!" terus ia memohon kepada pencipta.

Doa bersama telah berlangsung dua hari, 48 jam, warga menunda segala aktivitas, mereka meninggalkan dagangan di pasar, garapan di sawah, juga hewan-hewan ternak kesayangan, demi memohon pertolongan kepada Allah supaya Gandi cepat ditemukan. Sayang sungguh malang, dari pagi sampai kembali gelap, sosok Gandi masih bersembunyi dalam bayangan.

***

Seberkas cahaya masuk ke dalam matanya, ia mengerjab menetralisir keadaan. Tubuhnya terasa lemas, kepalanya pening dan pandangannya kabur. Entah berapa lama ia berada di posisi itu, tangan terlibat ke belakang, tubuh bersandar di tiang, dan kepala terlungkup. Yang jelas, seluruh tulang-belulangnya mati rasa.

"Apa yang kau inginkan?"

"Sebelum kau menjadi budakku, aku akan memberikanmu sebuah permintaan." Suara perempuan mengalir lancar di gendang telinganya. Ia tak terlalu peduli, pikirannya sedang menerawang kejadian beberapa waktu silam, hal yang menjadi alasan dirinya bertemu dengan orang-orang biadab yang menjebaknya di rumah perkakas mayat itu.  Anehnya ia tak ingat sama sekali. Lelaki berjas itu mendekat, mengelus ubun-ubunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun